[ad_1]
Menurut para peneliti, beberapa manusia purba Afrika mengembara meninggalkan benua mereka untuk mencari wilayah baru, sementara yang lainnya tetap tinggal, beradaptasi, tumbuh, dan menciptakan beberapa peradaban yang sangat mengesankan.
Kita pasti akrab dengan Mesir, tanah Firaun dan rumah bagi budaya serta sejarah dunia yang berpengaruh selama ribuan tahun. Tapi, apa yang kamu ketahui tentang budaya besar lainnya di benua Afrika?
Beberapa di antaranya dihancurkan oleh penjajah kolonial, dan yang lain dilupakan atau mungkin diungkapkan, dan memiliki pengaruh budaya yang hidup sampai hari ini. Berikut ini beberapa peradaban kuno Afrika termasyhur dalam sejarah dunia.
1. Peradaban Negeri Punt
Menurut Ancient History Encyclopedia, sebelum Mesir berdiri, sudah ada negeri Punt. Berasal dari 3000 SM, dari suatu tempat di sekitar Somalia modern, Negeri Punt adalah “tanah para dewa” bagi orang Mesir kuno.
Bukan saja dewa dan dewi seperti Hathor yang konon berasal dari kerajaan yang sangat kaya dan subur ini, tetapi semua jenis perdagangan ada di wilayah ini. Dilansir Ancient Origins, salah satu ekspedisi perdagangan utama yang dilakukan oleh Firaun perempuan bernama Hatshepsut menemukan bahwa wilayah itu kaya akan dupa, tanaman hidup, emas, kulit macan tutul, dan beberapa gajah.
Dupa menjadi barang perdagangan utama, sebagaimana dirinci oleh Think Africa, Negeri Punt merupakan sumber dari beberapa jenis dupa yang digunakan dalam ritual Mesir.
Seperti yang diceritakan PBS, ekspedisi besar-besaran ini memperkenalkan barang-barang Mesir di Negeri Punt, seperti perkakas dan kayu. Tetapi sampai hari ini, para ahli tidak tahu pasti di mana kerajaan itu berada.
2. Peradaban Kerajaan Yam
Dilansir Ancient Sudan, peradaban ini berjaya sekitar 2500 SM, peradaban Yam dirujuk dalam beberapa teks pemakaman Mesir dan dikaitkan dengan kekaisaran Nubian-Kushite. Diperkirakan, peradaban itu mungkin berada di suatu tempat di zaman modern Chad atau Sudan, menurut David O’Connor dalam Journal of American Research Center di Mesir.
Para ahli meyakini bahwa kerajaan itu ada di suatu tempat di selatan Mesir dan mungkin diperintah oleh orang-orang berkulit gelap, seperti yang diceritakan oleh Robert Bauval dan Thomas Brophy dalam buku mereka Black Genesis.
Dari prasasti yang berasal dari tahun 2200 SM, yang ditemukan di makam Harkhuf, seorang gubernur Mesir Hulu, diketahui bahwa Yam cukup kuat dan menjadi ancaman bagi Mesir, hingga Harkhuf melakukan ekspedisi ke wilayah Yam.
Sama seperti kerajaan Punt, Yam sangat kaya raya, penghasil gading, kayu hitam, dan bulu, menurut penelitian yang dirinci di Ancient Origins. Kekuatan militer Yam juga terkenal karena pasukan tentara bayarannya, dan Harkhuf merasa terancam untuk merekayasa kudeta, yang membuatnya menempuh jalur diplomatik.
3. Peradaban Kerajaan Aksum
Pada Common Era (Era Umum), peradaban besar Afrika memiliki reputasi yang cukup baik karena menjadi kerajaan perdagangan yang sangat kaya. Aksum, yang berkembang antara 100 dan 940 M, menurut Heritage Daily, menjadi penghubung rute perdagangan utama di Afrika dan Timur Tengah.
Semua perdagangan internasional harus melalui kerajaan ini, yang terletak di Ethiopia dan Eritrea modern. Roma, Kekaisaran Bizantium, penguasa perdagangan India, karavan Arab, mereka semua berbisnis dengan Aksum.
Sebagai catatan yang dilansir Khan Academy, pada puncak peradaban di abad ketiga dan keempat, Aksum menjadi salah satu dari empat kerajaan besar dunia. Jejak Aksum masih tertinggal dalam agama Kristen Koptik, agama di Tanduk Afrika dan sekitar Ethiopia.
Menurut Encyclopedia Britannica, beberapa raja Aksum adalah mualaf yang menjadi Kristen Bizantium, dan diduga memanfaatkan agama dalam peperangan untuk memperluas wilayah mereka pada tahun 300-an, mengambil alih sebagian besar Afrika Timur sebelum diusir oleh Arab dan pedagang Persia.
4. Peradaban Kekaisaran Ghana atau Wagadu
Kekaisaran Ghana kuno, yang disebut Wagadu oleh penduduk aslinya, sebenarnya secara geografis tidak terkait dengan Ghana modern, ia ada di suatu tempat di dekat Mauritania dan Mali dan berkembang dari tahun 500-an hingga 1200-an Masehi.
Wagadu dikenal oleh para pedagang Arab dan Eropa sebagai “tanah emas”, menurut Ancient History Encyclopedia. Raja-raja Wagadu mengendalikan semua emas di daerah tersebut, yang akhirnya menjadi kekuatan ekonominya. Sebagaimana diceritakan BBC, setiap orang mengenakan perhiasan perak dan emas. Bahkan anjing raja pun mengenakan kalung emas.
Emas bukan satu-satunya ketenaran Wagadu. Ibu kotanya, Koumbi Saleh, adalah rumah bagi 20.000 orang yang bertengger di tepi Gurun Sahara. Seperti yang diceritakan Khan Academy, diperkirakan bahwa penduduk Wagadu memiliki praktik irigasi dan pertanian yang cukup maju, yang memungkinkan mereka untuk beradaptasi dengan iklim di Afrika yang ekstrem.
5. Kerajaan Nri
Suku Igboland, di antaranya Kerajaan Nri yang berpengaruh, adalah negara-bangsa super-pasifis dan sangat teokratis di wilayah umum Nigeria modern yang mengandalkan perdagangan dan agama untuk memperkuat eksistensinya.
Sayangnya, kontribusi dan landmark mereka (termasuk beberapa patung perunggu yang menakjubkan) dilupakan hari ini, karena mereka tidak memiliki sistem kerajaan pada umumnya, sehingga orang-orang Eropa tidak pernah menganggap peradaban mereka.
Orang Igbo muncul pada 900-an M dan menciptakan agama seperti sekte untuk membentuk sebuah kerajaan. Chanda Burrage di Pennsylvania State University menceritakan bahwa pemimpin “kerajaan” Nri mirip seperti penguasa religius.
Posisi itu tidak diwarisi, namun pemimpin akan dipilih karena kekuatan mistiknya. Ia tidak memiliki otoritas militer dan hanya menunjukkan semacam pengaruh agama.
Seperti kutipan dari majalah Punch, saat ini, orang Igbo masih menjadi budaya dominan di wilayah tersebut dan mempertahankan beberapa praktik tradisional. Think Africa mencatat bahwa monarki Nri menjadi salah satu yang tertua yang masih ada, dan masih berperan dalam politik dan budaya Nigeria.
6. Great Zimbabwe
Great Zimbabwe sempat disalahpahami selama beberapa dekade sebelum para ahli mengetahui betapa hebatnya peradaban itu. Menurut UNESCO, kota “hilang” yang sangat besar di Zimbabwe tengah ini berasal dari tahun 1100 hingga 1450 Masehi.
Orang Eropa tidak yakin kalau peradaban itu dibangun oleh orang Afrika, yang akhirnya muncul beberapa isu tentang “rasisme”, seperti yang diungkapkan The Guardian. Seperti yang ditunjukkan oleh Dr. Nancy Demerdash, yang menulis catatan di Khan Academy, struktur batu besar Zimbabwe menjadi konstruksi pra-modern terbesar di Afrika setelah piramida.
Tiga situs utama terdiri dari serangkaian dinding batu besar dan lebih dari 250 rumah kerajaan, ditambah bangunan untuk setiap orangnya, setidaknya 20.000 di antaranya tinggal di kota.
Britannica mencatat bahwa peneliti cukup yakin orang-orang yang tinggal di sana adalah Shona. Mereka memiliki peternakan sapi, membangun alat-alat yang luar biasa, dan juga berdagang, tetapi mereka sudah lama pergi saat pedagang Portugis muncul di tahun 1500-an.
7. Peradaban Kekaisaran Benin
Orang Barat mengenal Afrika karena adanya perdagangan budak lintas benua. Praktik mengerikan itu dimanfaatkan kerajaan Eropa untuk menyelesaikan pekerjaan tanpa biaya tenaga kerja, tetapi hal ini juga yang membuat kerajaan Afrika berkembang, seperti yang diakui Black History Month.
Banyak negara Afrika melakukan perdagangan barang-barang mewah seperti emas, bulu, dan gading melalui para budak Afrika, sebagaimana dikisahkan oleh Dr. Sandra Greene dari Universitas Cornell. Seperti yang ditunjukkan oleh Khan Academy, Kekaisaran Benin di Afrika Barat adalah pusat seni dan budaya.
Namun, seperti yang diceritakan oleh Ancient History Encyclopedia, kekaisaran ini membangun eksistensi dan kekayaannya antara tahun 1200-an dan 1897 dengan menjual apa pun, termasuk budak Afrika yang diselundupkan ke kapal Portugis dan Inggris, seperti catatan National Geographic.
Perdagangan dengan Inggris justru menciptakan peperangan di Kekaisaran Benin pada akhir 1800-an. Pasukan Inggris membakar habis ibu kota Benin pada tahun 1897, seperti yang diceritakan oleh BBC. Namun, tradisi budaya dan praktik artistik sejak masa kejayaan Benin masih ada hingga saat ini di antara orang Edo di Afrika Barat.
8. Kilwa Kisiwani dan jaringan perdagangan Afrika Timur
Faktanya, Afrika adalah pusat barang mewah dunia selama beberapa ribu tahun. Dari gading, dupa hingga rempah-rempah, bulu, binatang eksotis, dan emas.
Dari tahun 1200-an hingga 1500-an, jaringan perdagangan di Afrika Timur yang berpusat di sebuah kota bernama Kilwa Kisiwani memanfaatkan lokasinya yang strategis di persimpangan Afrika, Mediterania, dan Timur Tengah untuk mengontrol perdagangan emas dan garam, yang termasuk dua perdagangan dunia termahal pada abad pertengahan.
Sebagaimana sorotan National Geographic, Kilwa Kisiwani di Tanzania modern, adalah kota metropolis multikultural yang berkembang pesat. Wilayah itu memadukan pengaruh Persia, Islam, dan Afrika dalam dialek, budaya, dan arsitekturnya.
Seperti yang dicatat UNESCO, Kilwa dan jaringan perdagangan Afrika Timur meliputi produk mewah dan mahal, mulai dari enamel Persia hingga porselen Cina dan gading Afrika, kayu langka, hingga emas. Wilayah itu menjadi pelabuhan utama di Samudra Hindia hingga akhir abad ke-14, ketika wabah Black Death menghancurkan perekonomian dunia dan perdagangan internasional.
9. Peradaban Kekaisaran Mali
Menurut Ancient History Encyclopedia, Kekaisaran Mali Afrika Barat berlangsung sekitar 1240 hingga 1645. Satu catatan sejarah menceritakan bahwa kekaisaran ini dipimpin oleh Mansa Musa, yang sangat kaya dan dermawan.
Mansa Musa pergi ke Mekah untuk berhaji, dia pun membagikan banyak emas untuk memicu inflasi selama satu dekade, seperti yang dilansir laman South African History Online. Menurut Oxford Research Encyclopedias, kekaisaran ini sangat terkenal dengan budaya, kekayaan, dan pencapaiannya.
10. Peradaban Kekaisaran Songhai
Ketika Kekaisaran Mali runtuh karena pertengkaran politik internal, negara perdagangan Afrika Barat lainnya masuk. Menurut Ancient History Encyclopedia, Kekaisaran Songhai berkembang pesat dari 1460 hingga 1591.
Raja Sunni Ali memanfaatkan sengketa pengadilan Mali untuk memulai kampanye militer sistematis terhadap Mali, dengan satu-satunya armada angkatan laut di Afrika Utara. Sunni Ali memperkuat pemerintahannya dan mengambil kendali rute perdagangan, seperti yang diceritakan oleh South African History Online.
Kebanyakan penduduk Songhai adalah penyembah berhala, sementara elit perkotaan adalah Muslim, perbedaan ini menyebabkan ketegangan. Akan tetapi, Songhai menjadi pusat studi dan budaya, dengan kota Timbuktu yang menjadi pusatnya, seperti yang diceritakan oleh BBC.
Setelah satu atau dua abad menjadi peradaban besar di wilayah tersebut, dan mampu menumpas pemberontakan dan mengkonsolidasikan kekuasaan melalui agama, perdagangan, dan perang, Songhai akhirnya runtuh oleh Kekaisaran Maroko.
11. Dahomey
Kekaisaran Dahomey, yang berkembang pesat di sekitar Benin modern dari sekitar 1600 hingga 1904, dikenal hingga saat ini karena legiun prajurit wanitanya yang menjadi bagian dari keluarga besar raja. Seperti yang dicatat Majalah Smithsonian, orang Barat sangat terkesan dengan kekuatan militer Dahomey, dan menjuluki bangsa itu sebagai “Black Sparta” dan menyebut pasukan elitnya sebagai “Amazon“.
Para wanita Dahomey dilatih untuk menjadi wanita tangguh dan berperang melawan musuh. Mereka bahkan sangat berani melawan infanteri Prancis, meskipun menderita kerugian yang parah.
Seperti yang ditunjukkan Encyclopedia Britannica, setiap pejabat pengadilan akan diawasi oleh wanita tangguh ini, agar tidak melakukan kecurangan apapun dalam pemerintahan. Dahomey juga menjadi kekuatan perdagangan Afrika Barat, dengan menjual tembakau dan juga budak, menurut Dr. Toby Green.
Black History Month menunjukkan bahwa Dahomey menentang upaya Inggris untuk mengakhiri perdagangan budak Afrika Barat pada pertengahan 1800-an. Namun, Dahomey harus menyerah pada tekanan Inggris, dan pada tahun 1904, serangan Prancis mengakhiri kejayaan para pejuang wanita Afrika ini.
12. Kerajaan Asante (atau Ashanti)
Salah satu kerajaan besar Afrika terakhir adalah Asante (atau Ashanti), yang menguasai sebagian besar Afrika Barat yang berpusat di Ghana modern dari 1701 hingga 1900-an. Mereka sangat kaya dan memiliki kepemimpinan yang progresif, seni yang luar biasa, dan juga perdagangan budak.
Black Past menceritakan bahwa Kekaisaran Asante didirikan atas dorongan politik Osei Tutu, yang memperkuat pemerintahannya dengan beberapa upacara keagamaan baru dan satu atau dua relik suci. Raja baru itu mendominasi perdagangan emas, gading, dan budak dengan kejam, menurut Cultures of West Africa.
Seperti yang ditunjukkan PBS, kekayaan yang dibawanya membuat kerajaan berkembang secara artistik, menghasilkan patung, furnitur, dan kain kente yang masih ditenun hingga saat ini. Meskipun raja-raja Asante memiliki wawasan yang kuat tentang monopoli perdagangan dari pendahulu mereka, namun mereka tidak cukup lihai untuk menangani orang Barat.
Birokrasi mereka yang sangat efisien dan kekayaan yang melimpah tidak dapat melindungi mereka dari militer Inggris. Setelah terjadi beberapa perang, pada tahun 1902, Asante secara resmi menjadi koloni Inggris, seperti yang ditunjukan Encyclopedia Britannica.
Namun, seperti yang ditunjukkan oleh Budaya Afrika Barat, raja-raja Asante secara resmi tidak pernah digulingkan, dan raja yang terbaru dinobatkan di atas bangku emas Osei Tutu pada tahun 1999.
Tidak bisa dipungkiri, Afrika dianggap sebagai pusat seni, budaya, perdagangan, dan inovasi, dengan beberapa kerajaan dan peradaban yang menyaingi apa pun di Bumi.
Mengingat peradaban ini sangat terkenal dan kaya, tidak mengherankan jika para penjajah justru memanfaatkan atau bahkan merebutnya, yang membuat kerajaan-kerajaan ini runtuh.
[ad_2]
Sumber: Berita ini telah tayang di situs idntimes.com, klik link disini!