[ad_1]
JawaPos.com – Optimalisasi peran intelijen diharapkan dilakukan untuk menyelesaikan masalah di Papua. Terutama sebagai tahapan awal dalam menghadapi kelompok kriminal bersenjata (KKB), yang kini telah ditetapkan pemerintah sebagai teroris.
Tujuannya, agar konflik yang memakan korban jiwa dari kedua kubu, termasuk masyarakat sipil, tak terus terjadi. “Saya harapkan kedepankan fungsi intelijen, lakukan pendekatan secara kultural melibatkan tokoh adat, tokoh masyarakat sana. Agar setiap hari tidak terjadi seperti macam perang ,” ujar pengamat intelijen, pertahanan dan keamanan, Ngasiman Djoyonegoro, Jumat (7/5).
Fungsi-fungsi intelijen, kata dia perlu dikedepankan di Tanah Papua. Sehingga bisa dilakukan cegah atau deteksi dini, dan pada akhirnya para KKB bisa mengikrarkan kembali ke NKRI.
Jalur dialog dengan KKB pun, menurut Ngasiman saat ini masih bisa ditempuh. Upaya tersebut harus intensif dilakukan, melibatkan pimpinan TNI-Polri dan kepala daerah di wilayah itu. “KKB Papua ditetapkan sebagai kelompok teroris, secara pibadi saya supaya inginkan ada dialog yang intensif,” kata Ngasiman.
“Sejak awal saya mendorong pemerintah daerah muspida (musyawarah pimpinan daerah) lah kapolda, pangdam, yang punya daerah sana supaya optimalisasi dalam dialog, mengajak dan memfasilitasi agar ada titik temu yang akhirnya tak akan timbulkan gejolak,” sambung Direktur Eksekutif Center of Intelligent and Strategic Studies (CISS) ini.
Pencegahan, deteksi dini dan pendekatan yang humanis, dinilai harus digunakan dalam mengatasi persoalan KKB Papua. Selain itu, ego sektoral juga perlu dihilangkan. “Agar masyarakat benar-benar mencintai sebagaimana Papua dalam bingkai Indonesia,” jelasnya.
Walau begitu, Ngasiman mendukung penetapan KKB sebagai teroris. Tindakan tegas terhadap pelanggaran hukum yang dilakukan KKB, menurutnya juga harus diambil. Namun, selain upaya tersebut, tetap perlu pendekatan lainnya.
Di samping itu, evaluasi penggunaan dana otonomi khusus (otsus) juga harus dilakukan pemerintah. Apakah dana tersebut sudah dirasakan manfaatnya sepenuhnya oleh masyarakat, atau belum. “Yang harus dievaluasi dana otsus sudah libatkan PPATK. Apakah selama ini benar-benar dicairkan di Papua atau di Jakarta? Nah ini yang harus dievaluasi,” tandasnya.
[ad_2]
Sumber: Berita ini telah tayang di situs jawapos.com, klik link disini!