[ad_1]
JawaPos.com – Dewan Komisaris maskapai penerbangan pelat merah, PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk mengajukan surat agar gajinya tak perlu dibayar. Usulan tersebut didasari oleh keuangan Garuda yang semakin sulit saat ini.
Surat yang ditandatangani oleh Komisaris Garuda Indonesia, Peter F Gontha itu mengusulkan agar honorarium tidak dibayarkan untuk sementara waktu demi meringankan beban perusahaan. “Untuk segera, mulai bulan Mei 2021, yang memang pembayarannya ditangguhkan, memberhentikan pembayaran honorarium bulanan kami, sampai rapat pemegang saham mendatang,” demikian penggalan isi surat tersebut dikutip Rabu (2/6).
Hal senada juga dikatakan oleh Komisaris Independen Garuda Indonesia Yenny Wahid membenarkan bahwa usulan tersebut disepakati oleh sekurih dewan komisaris. “Ya, memang ada kesepakatan di dewan komisaris untuk meminta gaji disetop dulu untuk meringankan beban keuangan Garuda,” ujarnya saat dihubungi oleh JawaPos.com.
Yenny mengungkapkan, ini bukan yang pertama kali komisaris mengajukan usulan tersebut karena sejak awal pandemi, Dewan Komisaris mengusulkan agar ada pengurangan gaji. Makin tinggi posisi, makin tinggi potongannya.
“Jadi, sejak awal pandemi, komisaris dan direksi hanya dibayar 50 persen gaji. Sempat dibayar full hanya beberapa bulan saja ketika kondisi membaik. Tetapi saat ini berhubung kondisi makin parah, maka ada usulan agar gaji tidak dibayarkan dahulu untuk meringankan beban perusahaan,” pungkasnya.
Sebagai informasi, adapun usulan tersebut diharapkan dengan langkah tersebut akan ada keputusan yang jelas dan dapat menjadi contoh bagi yang lain agar sadar akan kritisnya keadaan Garuda Indonesia.
Dewan Komisaris Garuda memahami keadaan keuangan perusahaan yang tambah lama bertambah kritis. Penyebabnya antara lain tidak adanya penghematan biaya operasional antara lain GHA, tidak adanya informasi mengenai cara dan narasi negosiasi dengan lessor.
Kemudian, kemudian adanya evaluasi atau perubahan penerbangan atau route yang merugi, cash flow manajemen yang tidak dapat dimengerti, Keputusan yang diambil Kementerian BUMN secara sepihak tanpa koordinasi dan tanpa melibatkan Dewan Komisaris. Saran Komisaris seperti tidak diperlukan karena aktivitas komisaris hanya 5-6 jam per per minggu.
[ad_2]
Sumber: Berita ini telah tayang di situs jawapos.com, klik link disini!