[ad_1]
JawaPos.com – Pemerintah Thailand mengganti strategi. Pemberian vaksin di negara tersebut kini dicampur. Dosis pertama diberi Sinovac, sedangkan yang kedua diberi vaksin keluaran perusahaan lain. Hal itu bertujuan meningkatkan perlindungan bagi penerimanya. Beberapa penelitian memang menunjukkan bahwa metode itu efektif untuk melatih kekebalan tubuh.
Keputusan tersebut diambil bukan tanpa alasan. Ratusan tenaga kesehatan (nakes) di negara itu terpapar Covid-19. Dari total 677 ribu petugas medis yang divaksin lengkap dengan Sinovac, sebanyak 618 di antaranya tertular Covid-19 pada April–Juli. Seorang perawat meninggal dan satu petugas medis lainnya berada dalam kondisi kritis.
Karena itu, nakes yang sudah divaksin lengkap dengan Sinovac akan diberi dosis ketiga dengan AstraZeneca atau Pfizer/BioNTech untuk booster imun. ”Dosis ketiga itu diberikan 3–4 pekan setelah suntikan kedua.” Demikian pernyataan Komite Penyakit Menular Nasional Thailand pada Senin (12/7), seperti dikutip BBC.
Bagi penduduk yang sudah mendapatkan Sinovac di dosis pertama, pada injeksi kedua akan diberi AstraZeneca. Tidak ada rencana pemberian tiga dosis untuk penduduk biasa, hanya penggantian jenis vaksin.
Vaksin pertama yang didapatkan Thailand adalah Sinovac yang berasal dari Tiongkok. Tenaga medis mulai divaksin pada Februari. Kini, selain Sinovac, mereka hanya memiliki AstraZeneca. Amerika Serikat (AS) berencana mendonasikan vaksin Pfizer/BioNTech.
Di sisi lain, Thailand tengah menghadapi lonjakan kasus. Infeksi baru terus bertambah. Pada Minggu (11/7), kasus baru mencapai 9.418 dengan angka kematian 91 orang. Itu adalah rekor tertinggi di negara tersebut. Total keseluruhannya 345 ribu kasus dan 2.791 kematian. Mayoritas berasal dari gelombang terakhir yang dimulai pada April.
Gara-gara lonjakan kasus itu, kemarin pemerintah menerapkan lockdown dan jam malam. Itu berlaku di Bangkok dan provinsi di sekitarnya. Mereka membangun 145 tempat pengecekan di 10 provinsi berisiko tinggi. Sebanyak 88 di antaranya di Bangkok.
Menteri Kesehatan Thailand Anutin Charnvirakul menegaskan, varian Delta sudah menyebar ke provinsi lain yang merupakan pusat industri. ”Situasinya mengkhawatirkan,” ujarnya, seperti dikutip Agence France-Presse.
Vietnam juga menerapkan lockdown 14 hari untuk Kota Can Tho, Mekong Delta. Di awal pandemi, Vietnam berhasil mengendalikan situasi dan membuat angka penularan hanya dua digit. Namun, beberapa bulan ini, situasinya berbanding terbalik. Pada Minggu saja, ada 1.953 penularan baru.
Saat ini hanya protokol kesehatan dan vaksin yang bisa menjadi pelindung dari SARS-CoV-2 dengan berbagai variannya. Sayang, tak semua negara memiliki stok yang merata. Taiwan termasuk salah satu yang beruntung. Dua perusahaan teknologi di negara tersebut, TSMC dan Foxconn, berhasil membuat kesepakatan dengan BioNTech untuk membeli 10 juta dosis vaksin Covid-19. Vaksin senilai USD 350 juta atau setara Rp 5,07 triliun itu akan disumbangkan ke pusat komando epidemi Taiwan untuk didistribusikan kepada penduduk.
Taiwan kekurangan vaksin dan mendapat bantuan dari AS. Tiongkok juga menawari memberikan Sinovac, tapi para peneliti menegaskan bahwa itu sama saja dengan bunuh diri.
Sudah bukan rahasia jika pemerintah Tiongkok mengklaim Taiwan sebagai salah satu provinsi mereka. Padahal, tak pernah sekali pun mereka memerintah Taiwan. Negara kecil tersebut lahir dari perang saudara di Tiongkok antara golongan komunis dan prodemokrasi. Kelompok prodemokrasi itulah yang mundur ke Taiwan dan membangun negara sendiri.
Di sisi lain, Covax mengungkap bahwa mereka mendapatkan bantuan lebih dari 100 juta vaksin dari Sinovac dan Sinopharm. Covax adalah lembaga yang didukung WHO dan Gavi untuk pemerataan vaksin. Negara-negara kaya membantu memberikan subsidi pembelian vaksin untuk negara golongan menengah ke bawah. Saat ini ada 11 vaksin dan kandidat vaksin dalam portofolio Covax. Termasuk AstraZeneca, Johnson & Johnson, Moderna, dan Pfizer.
[ad_2]
Sumber: Berita ini telah tayang di situs jawapos.com, klik link disini!