LAMPUNG TENGAH (IM) – Dugaan sengketa lahan milik pemerintah di kabupaten Lampung Tengah yang mana telah menelan korban meninggal dunia dan luka tembak dari kedua belah pihak kini telah sampai ke meja hijau pada tahap persidangan dan sidang pada Senin 30 Agustus 2021 kemarin dengan agenda sidang pembacaan Pledoi (pembelaan) dari para terdakwa di gelar dipengadilan negeri Gunung Sugih secara daring, namun sidang di tunda. Rabu (11/09).
Penyebab ditundanya persidangan sampai pada 6 Septembar 2021 mendatang, seperti disampaikan Aristo Evandy A.Barlian,SH,MH,LL.M penasehat hukum dari terdakwa atas nama Ali Bastari, Asan Basri, Wahid, Ahmad Yunus, Harun, Zulkifli, Juliyanto, Muhidin, zainal Abidin, M. Rohim. mengajukan saksi tambahan, kemudian Majelis hakim pengadilan Negeri Gunung Sugih mengabulkan.
Baca Juga: Sengketa Agraria, GMKI Minta Kapolri Lindungi Masyarakat dari Mafia Tanah
Saksi tambahan yang di ajukan mengenai senjata api yang diduga milik salah satu korban meninggal dunia.
“Hari ini agendanya seharusnya adalah pembacaan Pledoi, pembelaan kami terhadap tuntutan jaksa penuntut umum. Namun disini kami selaku tim kuasa hukum dan pihak keluarga terdakwa memohon kepada Majelis Hakim untuk di buka kembali persidangan untuk menghadirkan saksi-saksi kunci baru, yang benar-benar melihat perkara tersebut dan menemukan adanya pistol (senjata api) yang di pakai untuk menembak terdakwa terlebih dahulu.
Kemudian kami juga akan menghadirkan seorang ahli pakar hukum pidana, dan disini dia akan melihat bahwa fakta hukum yang ada seharusnya di putus seperti apa, karena ini memang kami yakini bahwa pembelaan terpaksa dari para terdakwa. Ditembak ya kita bela diri”Ujar Aristo Evandy.
Baca Juga: Daftar Bantuan dari Pemerintah Selama PPKM dan Cara Mengeceknya
Kuasa hukum para terdakwa berharap, para terdakwa dapat bebas oleh majelis hakim yang mengadili. “Karena membela diri itu dalam pasal 49 KUHP pembelaan terpaksa adalah bebas dari segala tuntutan”terangnya.
Aristo Evandy penasehat hukum terdakwa bersyukur atas dikabulkannya permohonan untuk menghadirkan saksi tambahan dan ahli pada persidangan berikutnya.”Alhamdulillah dikabulkan”terangnya.
Sementara menghadiri persidangan Pledoi, Firdaus anak dari salah satu tersangka yang kini tengah di adili menyampaikan keluhan dan keberatannya atas tuntutan yang menimpa orang tuanya.
Singkat dikatakannya terkait lahan milik pemerintah itu yang berlokasi di desa Negara Bumi Ilir, kecamatan Anak Tuha Kabupaten Lampung Tengah sudah lama sebagian di garap orang tuanya. Sebagian lain di garap oleh warga desa setempat, sebelum ada warga desa lain mulai mengklaim. Hingga terjadi kerusuhan yang berujung adanya korban jiwa dan terdakwa atas lahan itu.
“Kami berharap agar para terdak dijatuhi hukuman seringan mungkin bahkan di bebaskan karena kebanyakan dari merek adalah tulang punggung keluarga alasan tulang punggung keluarga. Bahkan kini ada anak-anak dari salah satu tersangka sudah putus sekolah dan tidak ada yang membiayai hidup” jelas Firdaus.
Terkait lahan, kurang lebih 12 tahun di kelola warga desa Negara Bumi Ilir, sebelum ada warga desa lain yang baru-baru ini mengklaim hingga terjadinya peristiwa hingga berujung kematian dari pihak pengklaim dan ditahannya orangtua firdaus oleh berwajib. firdaus mengatakan meski kini pada lahan sudah ada tertera papan informasi dari polisi bahwa areal itu sedang dalam pengawasan.
Namun lahan yang berisikan tanam tumbuh di atasnya, sudah mulai diklaim kembali oleh keluarga yang meninggal dunia.
“Mengapa pemerintahan tidak menengahi permasalahan sengketa lahan ini. kami minta agar segera di tengahi agar tidak terjadi bentrokan kedua kalinya, jika tidak ada penyelesaian dari aparat dan pihak yang bersangkutan”ungkapnya.
Ditempat yang sama, Mardiah salah seorang ibu rumah tangga dengan memiliki 5 orang anak, istri dari salah seorang terdakwa atas nama Wahid. Turut menghadiri pada sidang pembelaan yang digelar secara virtual di pengadilan negeri Gunung Sugih berharap suaminya dapat dibebaskan.
Ia meminta kepada Majelis Hakim untuk dapat memberikan keadilan atas persoalan yang menimpa suaminya“Saya beharap kepada aparat penegak hukum bahkan hakim dapat membebaskan suami saya”harapnya.
Sementara terkait senjata api, menurut Mawardi yang juga sebagai sekertaris desa (sekdes) Negara Bumi Ilir. Pada saat setelah kejadian meyaksikan adanya senjata api di lokasi. Kemudian dugaan salah satu barang bukti tersebut di amankan oleh pihak polisi sektor (polsek) Bumi Ratu untuk di amankan setelah ia melaporkannya.
“Pada saat itu saya bersama rombongan dari polsek padang ratu mengabil senjata apinya di tempat kejadian, Pistolnya kami temukan di samping tembok, itu pistolnya diambil oleh kanit (Polsek padang ratu) untuk diserahkan kepolres”ungkapnya.
Masih ditempat yang sama, secara singkat diceritakan M. Arifin ia mengatakan pada saat kejadian dirinya juga ada di lokasi, sebelum ia berlari menyelamatkan diri setelah melihat Julianto temannya ditembak.
“Saat itu setelah kami baru saja pulang dari melihat tanam tumbuh kami di lokasi yang dipersengketakan sekarang ini, tiba-tiba ada mobil berhenti, kemudian ada yang turun dari mobil dan menembak salah satu dari rekan kami Julianto. Setelah itu saya tidak tahu lagi apa yang terjadi”Paparnya.
Kini persoalan sengketa lahan pemerintah di kabupaten Lampung Tengah telah menelan korban, luas lahan mencapai seratus hektar yang menjadi rebutan warga hingga menelan korban jiwa itu kini sudah di tahap persidangan.
Diketahui Lima belasan orang terdakwa atas persoalan lahan yang menjadi lantaran, kini sedang ditahan di lembaga permasyarakat (Lapas) Gunung Sugih kabupaten Lampung Tengah. (Fran-putra)