Alan Budikusuma: Bagi Ginting, Menembus Semifinal Bukan Kebetulan

oleh

[ad_1]

JawaPos.com-Anthony Sinisuka Ginting meraih perunggu dalam Olimpiade Tokyo 2020. Ini merupakan awal yang baik untuk raihan tunggal putra setelah 17 tahun tidak naik podium.

Saya berharap Ginting, Jonatan Christie, maupun atlet yang lain bisa meraih prestasi yang lebih tinggi. Tentu, target berikutnya adalah Olimpiade Paris 2024, yang hanya tiga tahun dari sekarang.

Untuk Ginting yang bisa mencapai semifinal, memang masih ada beberapa catatan. Terutama ketika dia kalah oleh Chen Long. Memang, sejak awal strategi, Chen Long cukup berhasil meredam serangan Ginting.

Chen Long saat melawan Anthony Sinisuka Ginting pada semifinal Olimpiade Tokyo 2020. (Alexander Nemenov/AFP)

Chen Long melakukan tekanan sejak awal dan tidak memberikan banyak kesempatan bagi Ginting untuk menyerang. Kita tahu Ginting punya karakteristik pemain yang agresif.

Tidak bisa dimungkiri pengalaman Chen Long juga berpengaruh. Dia pernah meraih emas dan perunggu sebelumnya. Secara rekor pertemuan memang Ginting menang. Namun, Chen Long lebih siap dalam mengantisipasi hal itu.

Apakah kebetulan Ginting bisa menembus semifinal? Saya rasa tidak. Dalam Olimpiade, sering terjadi berbagai hal yang mengejutkan. Mungkin ada pemain yang diunggulkan lalu kalah, atau sebaliknya. Karena ini berbeda dengan turnamen lain.

Untuk lolos Olimpiade saja, ada tahapan klasifikasinya. Dan, setiap negara (dalam bulu tangkis) maksimal hanya bisa mengirim dua wakil.

Perjuangan masuk Olimpiade itu saja sudah susah. Yang membedakan lagi adalah ada faktor ketegangan. Terutama keinginan juara yang sangat tinggi.

Alan Budikusuma saat meraih emas Olimpiade Barcelona 1992. (Alberto Martin/AFP)

Banyak faktor nonteknis yang bisa memengaruhi pemain. Kalau tidak bisa mengontrol emosi, performa bisa rusak, kemudian kalah.

Memang, jika melihat capaian sebelumnya, ada yang beberapa kali ikut Olimpiade baru bisa juara. Seperti Liliyana Natsir, Greysia Polii, dan pemain-pemain lainnya.

Dengan pengalaman itu, mereka bisa tampil lebih tenang. Mereka yang sudah merasakan atmosfer Olimpiade lebih siap dibandingkan dengan pemain muda yang baru kali pertama tampil. Kalau tidak bisa mengatur ekspektasi, itu malah jadi bumerang.

Olimpiade Tokyo 2020 ini menjadi pengalaman berharga bagi Jojo dan Ginting. Prospek mereka sangat bagus untuk Olimpiade Paris 2024.

Mereka bisa matang di sana. Sebenarnya, bukan hanya mereka berdua. Saya pernah menjadi pengurus PBSI. Saya tahu ada beberapa pemain muda lain yang cukup potensial. Usianya masih di bawah 20 tahun.

Ini memang waktunya PBSI untuk segera menyiapkan mereka. Tiga tahun itu bukan waktu yang lama. Ibaratnya, makin banyak kandidat pemain yang disiapkan, pemilihannya makin bagus.

Nah, bagi Ginting yang sudah memegang perunggu Olimpiade, tentu harapan kepadanya juga lebih besar. Secara usia dia masih muda. Dia masih 25 tahun. Saat Olimpiade Paris 2024 itu, usianya masih 28 tahun. Masih sangat aman.

Dari pengamatan saya pribadi, ada beberapa evaluasi penting agar Ginting bisa berbenah. Tapi, ini juga bisa berlaku untuk pemain lain yang ingin tampil di Olimpiade Paris 2024 mendatang.

Apalagi, di Olimpiade, pastinya lawan sudah tidak asing. Itu-itu saja dan sering berjumpa di berbagai turnamen. Pernah kalah, pernah menang. Mungkin ada beberapa yang kali pertama bertemu.

Baca Juga: Rexy Mainaky, Eng Hian, dan Kamar Mandi

Bagi yang sudah sering ketemu dalam turnamen, tentu karakteristik permainan sudah saling paham. Nah, keputusan cepat saat di pertandingan itu yang harus diasah. Misalnya saat strategi A tidak berhasil, harus bisa mengambil keputusan untuk strategi yang lain. Harus cepat mencari solusi terbaik.

Itu yang belum saya lihat saat mereka di Tokyo lalu. Saya kira waktu tiga tahun ini sudah lebih dari cukup untuk bisa memperbaiki hal tersebut.

*Alan Budikusuma
Peraih Emas Olimpiade Barcelona 1992, seperti dituturkan kepada Watawan Jawa Pos Ragil Putri Irmalia. 

[ad_2]

Sumber: Berita ini telah tayang di situs jawapos.com, klik link disini!