Anggota Komisi I DPR Tak Persoalkan Rencana Pengadaan Alutsista Kemhan

oleh
oleh

[ad_1]

JawaPos.com – Anggota Komisi I DPR Dave Laksono, tidak mempersoalkan rencana pemerintah melalui Kementerian Pertahanan (Kemhan) melakukan pengadaan alat utama sistem senjata (alutsista) yang akan diatur dalam Peraturan Presiden.

“Kalau pengadaan rutin, sesuai dengan anggaran, sih itu normal lah. Kalau ngomong mungkin, ya, mungkin saja,” ujar Dave saat dihubungi di Jakarta, Senin (31/5).

Dave mengatakan, tantangan pemerintah kini adalah pengadaan alat peralatan pertahanan dan keamanan (alpalhankam) yang tidak semudah membeli sepeda motor atau mobil yang tinggal mendatangi ke dealer dan memilih kendaraan yang diinginkan. Sehingga wajar bila membutuhkan dana yang banyak dan periode yang jangka panjang. “(Pengadaan) alpalhankam memakan waktu, misalnya untuk pengadaannya bisa sampai satu tahun. Ini bukan perkara mudah,” katanya.

Di sisi lain, Dave meminta pemerintah melakukan proses pelelangan alutsista tersebut dilakukan secara terbuka. Pun pembeliannya sesuai dengan kebutuhan.

Meski Kemhan salah satu kementerian yang menerima anggaran terbesar dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN), anggaran pertahanan yang ada saat ini belum ideal karena berada pada kisaran 0,8 persen terhadap rasio produk domestik bruto (PDB). Itu pun bagian terbesar dari alokasi ini untuk dukungan manajemen, termasuk belanja pegawai.

Akibatnya, Indonesia tak banyak memiliki ruang fiskal untuk modernisasi alutsista, yang berarti pula TNI tak bisa mengoperasikan alutsista terbaik. Untuk pagu anggaran 2021, pemerintah mengalokasikan Rp 134.254 triliun untuk Kemhan, naik 14,12 persen dibandingkan pagu tahun lalu. Anggaran Kemenhan tahun ini sekaligus menjadi yang terbesar satu dekade terakhir.

Namun, mayoritas anggaran Kemhan 2021 ini dialokasikan untuk program dukungan manajemen. Jumlahnya mencapai Rp 74,983 triliun atau 55,2 persen dari total anggaran.

Adapun alokasi untuk program modernisasi alutsista, non-alutsista, dan sarana serta prasarana pertahanan menyusul dengan nilai Rp 39,02 triliun atau 29,06 persen dari total anggaran. Sisanya untuk kebutuhan lain berupa operasi, latihan, dan pendidikan.

Keterbatasan mata anggaran untuk modernisasi alutsista ini akan berdampak pula pada proses maintenance alutsista (perawatan rutin dan berkala) dan kesiapan tempur TNI dalam menjaga kedaulatan negara.

Merujuk data SIPRI per 2020, dibandingkan dengan negara-negara lain di kawasan regional saja, anggaran pertahanan Indonesia termasuk yang terendah. Malaysia mengalokasikan 1,1 persen dari PDB, Singapura 3,2 persen, Thailand 1,5 persen, bahkan Timor Leste juga 1,2 persen dari PDB.

Meski demikian, belakangan berhembus kabar bahwa pemerintah tengah merancang Perpres modernisasi alutsista selama 25 tahun yang dilakukan dengan skema pinjaman luar negeri dengan jumlah kurang lebih Rp 1.760 triliun.

Rencana Perpres itu sendiri adalah terjemahan Prabowo atas perintah Presiden Joko Widodo yang meminta adanya perencanaan pengadaan alutsista selama 25 tahun sejak awal Prabowo menjabat sebagai di 2019.

Bila melihat jumlahnya, angka yang diwacanakan tersebut memang terdengar fantastis. Namun, bila dibandingkan dengan angka PDB tahunan Indonesia yang sebesar sekitar Rp 15.000 triliun dan dikalikan 25 tahun, maka jumlahnya hanya 0,5 persen sampai 0,7 persen dari PDB per tahunnya.

Dengan demikian, dengan asumsi investasi pertahanan Rp 1.760 triliun maka Indonesia akan mampu menjaga perputaran ekonomi selama 25 tahun yang angkanya bisa mencapai Rp 375.000 triliun dengan pertahanan negara yang mumpuni. (*)

 

[ad_2]

Sumber: Berita ini telah tayang di situs jawapos.com, klik link disini!

Tentang Penulis: Redaksi

Pimprus
Website media INFOMURNI merupakan website resmi yang berbadan hukum, Berisikan berbagai informasi untuk publik.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.