Banjir Berulang di Kalsel: Dampak Rusaknya Lingkungan Akibat Tambang

oleh
Banjir Kalsel

[ad_1]

Jakarta, IDN Times – Pekan ini bencana tidak saja terjadi di Sulawesi Barat. Pada Sabtu, 9 Januari 2021 banjir besar juga melanda Kalimantan Selatan.

Namun, menurut warga, gaungnya tertutup proses evakuasi pesawat Sriwijaya Air SJY-182 yang jatuh di perairan Kepulauan Seribu. Maka, tagar #PrayForKalsel menjadi trending di media sosial.

Sebagian warganet mengkritik pemerintah yang seolah abai memberi perhatian dan bantuan bagi bencana banjir di Kalsel. Bahkan, ada yang menulis Kalsel masih bagian dari wilayah Indonesia.

Berdasarkan data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) pada Sabtu (16/1/2021) pukul 10.00 WIB, lima orang meninggal dunia akibat banjir, 27.111 rumah warga terendam dan 112.709 warga terpaksa mengungsi. BNPB mencatat banjir merendam tujuh kabupaten yaitu Kota Tanah Laut, Hulu Sungai Tengah, Balangan, Tabalong, Tapin, Banjar Baru, dan Banjar.

Dalam jumpa pers virtual yang dilakukan hari ini, BNPB mengaku tidak ingin terburu-buru menyimpulkan penyebab banjir karena banyaknya lahan hutan yang ditebang untuk membuka kebun kelapa sawit dan area penambangan. Namun, Kepala Pusat Data dan Informasi BNPB Raditya Jati, tak menampik Daerah Aliran Sungai (DAS) dibutuhkan pengelolaan yang baik dari hulu ke hilir.

“Ini butuh kajian yang komprehensif, bukan dari BNPB saja tetapi juga melibatkan Kementerian Lingkungan Hidup, pengelolaan sungai dan penataan ruang. Tiga komponen ini yang menjadi penting dalam pengelolaan sungai dan sejauh mana potensi banjir ini terjadi di Kalimantan bila terjadi curah hujan yang cukup tinggi,” ungkap Raditya, sore tadi.

Namun, data yang berbeda diungkap secara blak-blakan oleh Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) Kalsel Kisworo Dwi Cahyono. Dalam pesan pendek kepada IDN Times, Kisworo menjelaskan penyebab banjir berulang di Kalsel semata-mata bukan karena tingginya curah hujan.

“(Sebanyak) 13 kabupaten atau hampir 50 persen area di Kalsel sudah dibebani dengan izin tambang dan perkebunan kelapa sawit,” ungkap pria yang akrab disapa Cak Kis itu kepada IDN Times, Sabtu (16/1/2021).

Bahkan, Kisworo menyebut banjir 2021 jauh lebih besar bila dibandingkan sebelumnya. “Ini jauh lebih besar dibandingkan banjir tahun 2006 lalu,” tuturnya.

Apa masukan dari WALHI Kalsel agar bencana tahunan itu tidak terulang kembali?

1. WALHI sudah peringatkan Kalsel alami darurat ruang dan bencana ekologis

Banjir Berulang di Kalsel: Dampak Rusaknya Lingkungan Akibat Tambang

WALHI Kalsel menyatakan sudah memperkirakan bila awal 2021 area itu akan dilanda banjir besar. Sebab, tata kelola lingkungan di selatan Kalimantan itu semakin memburuk.

Data yang dimiliki WALHI Kalsel mengungkap ada 814 lubang milik 157 perusahaan tambang batu bara. Sebagian lubang, kata Kisworo, berstatus aktif. Sedangkan, sisanya ditinggalkan begitu saja tanpa dilakukan reklamasi.

Akibatnya ekosistem alami di daerah hulu yang berfungsi sebagai area tangkapan air atau catchmen area rusak. Area hilir tidak lagi sanggup membendung air hujan yang berujung terjadinya banjir.

“Ini sudah sering saya sampaikan bahwa Kalsel ini darurat ruang dan bencana ekologis,” ungkap Kisworo.

WALHI juga menyebut tingginya curah hujan di Pulau Kalimantan bahkan juga sudah diwanti-wanti Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG). Namun, pemerintah provinsi tidak antisipasi.

“Akhirnya, rakyat lagi yang menanggung akibatnya,” tutur Kisworo.

Bahkan, pihak yang ikut merasakan banjir adalah keluarga Wakil Bupati Hulu Sungai Tengah. WALHI Kalsel sempat membagikan foto yang menunjukkan istri dan puteri Wabup yang terpaksa harus ikut dievakuasi dari rumahnya.

2. WALHI Kalsel minta agar pemprov meninjau kembali izin yang sudah diberikan ke perusahaan tambang dan kelapa sawit

Banjir Berulang di Kalsel: Dampak Rusaknya Lingkungan Akibat Tambang

WALHI Kalsel pun memberikan sejumlah rekomendasi bagi pemerintah pusat dan Pemprov. Kisworo menyebut pertama, Pemprov harus menindaklanjuti temuan tutupan lahan dan daerah aliran sungai yang sudah rusak dan kritis.

Kedua, Pemprov harus tanggap sebelum, saat dan usai terjadi bencana. Ketiga, review kembali perizinan (yang sudah dikeluarkan) dan jangan menambah izin baru untuk tambang dan perkebunan monokultur skala besar seperti kelapa sawit, HTI (Hutan Tanaman Industri), HPH (Hak Pengusahaan Hutan),” ujar Kisworo.

WALHI juga meminta dilakukan penegakan hukum bagi pelaku kejahatan lingkungan, terutama korporasi nakal. “Kami mendesak pemerintah pusat dan daerah membentuk Komisi Khusus Kejahatan Tambang dan pengadilan lingkungan,” tutur dia.

WALHI turut mendorong dilakukan audit lingkungan dan Pemprov tidak segan mencabut izin-izin tambang yang diperoleh dengan cara menyuap, baik izin yang telah dikeluarkan atau akan dirilis.

3. Pemerintah diminta tidak menyalahkan curah hujan yang tinggi sebagai penyebab banjir

Banjir Berulang di Kalsel: Dampak Rusaknya Lingkungan Akibat Tambang

Sementara, mantan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang juga pegiat lingkungan, Laode M Syarif, menyarankan agar pemerintah pusat mulai melakukan introspeksi.

Selain itu, ia juga menyarankan agar pemerintah berhenti menjadikan curah hujan yang tinggi, sebagai kambing hitam tiap kali terjadi banjir besar di Kalimantan.

“Bencana banjir di Kalsel ini jelas adalah bencana ekologis dan disebabkan oleh kombinasi kebobrokan perizinan sawit dan tambang yang semakin tidak terkontrol,” kata Syarif kepada IDN Times melalui pesan pendek hari ini.

Kondisi semakin runyam karena pemerintah justru membiarkan tindakan-tindakan ilegal dan kurangnya penegakan hukum. Di sinilah, ujar Syarif, celah korupsi itu mulai terbuka.

Direktur Eksekutif WALHI Kalsel Kisworo Dwi Cahyono meminta agar Presiden Joko “Jokowi” Widodo terjun langsung ke Kalimantan Selatan dan meninjau situasinya.

“Tolong, Kalimantan Selatan ini jangan hanya dikuras sumber daya alamnya saja tapi juga harus diperhatikan (tata kelola lingkungannya), apalagi kini Kalsel dalam kondisi darurat bencana ekologis,” kata Kisworo.

4. Gubernur tetapkan status tanggap darurat banjir di Kalimantan Selatan

Banjir Berulang di Kalsel: Dampak Rusaknya Lingkungan Akibat Tambang

Sementara, Gubernur Kalimantan Selatan Sahbirin Noor menaikkan status siaga darurat menjadi tanggap darurat banjir. Keputusan itu diambil usai melihat hampir seluruh wilayah Kalsel dilanda banjir. Namun, Sahbirin menilai hal itu disebabkan tingginya curah hujan.

“Sehubungan hal tersebut, saya atas nama Pemerintah Provinsi Kalsel dengan ini menyatakan bahwa kejadian yang dimaksud bencana alam menerapkan status siaga,” ujar Sahbirin dalam keterangan tertulis, Sabtu (16/1/2021).

“Untuk darurat bencana banjir, tanah longsor, angin puting beliung dan gelombang pasang menjadi status tanggap darurat,” katanya, lagi.

Presiden Jokowi juga sudah memerintahkan Kepala BNPB, Panglima TNI, hingga Kapolri agar secepatnya mengirimkan bantuan ke Kalsel.

“Terutama yang berkaitan dengan perahu karet yang sangat dibutuhkan dalam penanganan bencana banjir di Kalimantan Selatan,” ujar Jokowi seperti dikutip dari akun YouTube Sekretariat Presiden Jumat, 15 Januari 2021.

Dalam pernyataannya itu, Jokowi tak menyinggung soal masifnya izin penambangan dan perkebunan kelapa sawit yang diduga jadi biang keladi banjir di Kalsel. Mantan Gubernur DKI Jakarta itu menyebut banjir di sana disebabkan tingginya curah hujan di awal tahun 2021.

“Oleh sebab itu, perhatikan peringatan dini dari BMKG,” katanya lagi.

[ad_2]

Sumber: Berita ini telah tayang di situs idntimes.com, klik link disini!

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.