Baru 19 Persen UMKM Terhubung Ekosistem Digital, PR bagi Teten Masduki

oleh

[ad_1]

JawaPos.com – Pemerintah terus menggenjot kinerja ekspor produk usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Target ekspor produk UMKM pada 2024 mencapai 21,6 persen.

Cara paling efektif untuk merealisasikan target adalah lewat digitalisasi. Upaya itu juga akan otomatis memperluas pasar.

Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (Menkop UKM) Teten Masduki mengakui bahwa ekspor produk UMKM di lokapasar masih sangat kecil. Baru sekitar 4,68 persen.

Angka itu jauh lebih rendah jika dibandingkan dengan capaian negara-negara Asia Tenggara lainnya. Misalnya, Singapura yang mencapai 41 persen atau Thailand 29 persen.

Teten mengatakan, saat ini pemerintah sedang merancang peraturan presiden tentang pengembangan kewirausahaan nasional. Aturan itu merupakan turunan dari Undang-Undang Cipta Kerja dan Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2021.

“Instrumen tersebut untuk memastikan pencapaian target wirausaha muda mapan dengan inovasi, teknologi, berkelanjutan, dan membuka seluas-luasnya lapangan kerja,” papar Teten dalam webinar pada Sabtu (5/6).

Data Kemenkop UKM tentang digitalisasi menunjukkan bahwa baru 12,1 juta UMKM yang terhubung dengan ekosistem digital. Atau, sekitar 19 persen dari total populasi UMKM di Indonesia.

Dari jumlah tersebut, sekitar 74,1 persen UMKM mengandalkan lokapasar. Mayoritas adalah sebagai reseller. Sedangkan UMKM produsen hanya 11 persen.

Untuk mengakselerasi UMKM go digital, Teten menerapkan dua pendekatan. Yang pertama adalah meningkatkan literasi digital, kapasitas, dan kualitas usaha.

Pendekatan kedua adalah memperluas pasar digital melalui kampanye bangga buatan Indonesia dan onboarding platform pengadaan barang dan jasa Lembaga Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP). Juga melalui program pasar digital, live shopping, dan sistem informasi ekspor UMKM.

Menteri 58 tahun itu memperingatkan supaya jangan sampai pasar digital diserbu produk luar. Sebab, Indonesia memiliki value digital ekonomi terbesar di Asia Tenggara.

Pada 2025, nilainya diperkirakan mencapai Rp 1.800 triliun. Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira Adhinegara menilai bahwa persebaran virus SARS-CoV-2 menjadi momentum munculnya gelombang UMKM baru.

Sebab, banyak pekerja dari sektor formal yang kehilangan pekerjaan atau terkena pemutusan hubungan kerja (PHK). Pemerintah seharusnya bisa memanfaatkan kondisi tersebut untuk menumbuhkan ekosistem kewirausahaan nasional.

Dengan digitalisasi, menurut Bhima, akan ada nilai tambah yang positif. Pelaku usaha pun perlu mempersiapkan bisnis secara lebih serius.

“Pendampingan dan pendanaan sangat diperlukan,” ujarnya kepada Jawa Pos kemarin (6/6).

[ad_2]

Sumber: Berita ini telah tayang di situs jawapos.com, klik link disini!

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.