Bocah SMP Bakar Rumah Tetangga di Sidoarjo, Ini Kata Psikolog

oleh

[ad_1]

JawaPos.com–Kebakaran rumah pada Sabtu (8/5), di Perum Citra Sentosa Mandiri, Kecamatan Candi, Sidoarjo, ternyata dilakukan bocah SMP berusia 15 tahun. Diduga aksi itu sebagai bentuk pelampiasan dan kecanduan game online.

Psikolog yang juga owner Insight Consultant Herliyana Isnaeni menjelaskan, perilaku itu muncul melewati serangkaian proses dalam diri manusia. Stimulus atau informasi yang datang dan masuk diterima indra kemudian diproses dikognitif untuk mencocokkan dengan data lama yakni pengetahuan ataupun pengalaman yang sudah dimiliki. Kemudian melibatkan emosi, psikomotor, baru terbentuk menjadi perilaku.

Menurut psikolog keluarga itu, pelaku pembakaran, AFS pelajar SMP berusia 15 tahun, tergolong anak-anak dengan fase menuju dewasa. Berada dalam siklus storm dan stress dalam masa peralihan. Sehingga emosinya kurang stabil.

”Karena itu anak butuh support system yang mendukung agar dia lebih baik. Terutama dari orang tua dan keluarga terdekat,” ujar Herliyana.

AFS disebut kecanduan game online. Dia nekat membakar rumah setelah tidak diberi uang untuk main game kesukaannya. Menurut Herliyana, kecanduan itu bisa membahayakan. Tak hanya pada dirinya, namun juga orang lain.

”Mekanisme kecanduan game itu pertama main game asyik, kedua, ketiga, dan seterusnya. Ketika anak enjoy, happy, maka neurotransmitter di otak memicu banjirnya hormon dophamine. Inilah yang membuat anak ingin main game lagi dan lagi. Prefrontal cortex menjadi kehilangan kendali. Padahal itu adalah pusat pertimbangan moral, baik-buruk, benar-salah, motivasi dan pengambilan keputusan. Seseorang tidak punya kontrol diri yang benar dalam bertindak, bisa impulsif,” tutur Herliyana.

Berdasar informasi, lanjut dia, AFS sering menerima perlakuan kasar dari lingkungan rumahnya. Menurut Herliyana, AFS tidak memiliki kesempatan untuk mengungkapkan emosinya. ”Jika benar dia sering dimarahi, bisa jadi dia nggak nyaman dengan orang tuanya. Kalau anak sudah tidak menemukan rasa nyaman dan pengakuan, berarti tangki cintanya belum terpenuhi. Sehingga pengendalian dirinya rendah,” terang Herliyana.

Dia menambahkan, para orang tua harus mengevaluasi dan introspeksi diri, juga lebih sering untuk mendengar keluh kesah dan keinginan anak. Dia berharap, di PPA Polres, anak dan orang tua sama-sama mendapat bimbingan konseling.

Menurut dia, peran orang tua penting dalam mengasuh anak. Kedekatan dan relasi antara orang tua dan anak harus baik. Sebab semua akan berpengaruh pada perilaku anak.

”Anak ini amanah. Kalau seandainya dia bisa milih, mungkin tidak memilih kita sebagai orang tuanya. Jadi jangan kepedean atau kegeeran. Jangan bandingin anak kita dengan anak orang lain. Anak adalah anugerah yang harus dijaga. Kita harus mengasuh dan membimbing dengan baik. Penuhi tangki cintanya dan bangun ikatan dengan anak yang berkualitas,” kata Herliyana.

[ad_2]

Sumber: Berita ini telah tayang di situs jawapos.com, klik link disini!

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.