Bom Bunuh Diri di Makassar, Ekstremisme Tetap Subur Meski Pandemi

oleh

[ad_1]

JawaPos.com – Peristiwa bom bunuh diri yang terjadi di depan Gereja Katedral, Makassar, Sulawesi Selatan menarik pehatian publik. SETARA Institute menilai, peristiwa bom bunuh diri di gereja itu merupakan sinyal keras bagi seluruh pihak, terutama pemerintah untuk tidak pernah kendor dalam melaksanakan protokol penanganan ekstremisme-kekerasan, baik di ranah pencegahan maupun penindakan.

“Ekstremisme-kekerasan yang didorong oleh stimulus ideologis tidak akan surut hanya karena pandemi,” ujar Direktur Eksekutif SETARA Institute, Ismail Hasan dalam keterangannya, Minggu (28/3).

Ismail juga menuturkan, semakin banyaknya perangkat instrumental (peraturan) dan institusional (kelembagaan) penanganan ekstremisme-kekerasan oleh negara juga tida menjamin terorisme hilang. Karena itu, meski di tengah konsentrasi tinggi pemerintah dalam penanganan dampak pandemi, perhatian pada penanganan ekstremisme-kekerasan tetap tidak boleh berkurang.

Ismail juga menuturkan, pihaknya mendesak pemerintah untuk melakukan tindakan komprehensif dan terukur. Hal ini semata dilakukan dalam rangka memitigasi dan melakukan penegakan hukum yang presisi sesuai dengan kerangka negara hukum untuk menjamin keselamatan seluruh warga.

Dia menyebut, mitigasi dan pencegahan, telah dilakukan Preden Joko Widodo (Jokowi) dengan menandatangani Peraturan Presiden No 7 tahun 2021 tentang Rencana Aksi Nasional Pencegahan dan Penanggulangan Ekstremisme Berbasis Kekerasan yang Mengarah pada Terorisme (RAN-PE).

Baca Juga: Polri: Korban Luka Ledakan Makassar ada 14 Orang

Baca Juga: Marzuki Alie Laporkan AHY ke Bareskrim

“Akselerasi penerapan Perpres tersebut secara komprehensif dan terukur mendesak untuk dilakukan dalam rangka mencegah berulangnya peristiwa seperti yang terjadi di Makassar hari ini,” tegas Ismail.

Oleh karena itu, SETARA Institute mendesak pemerintah daerah dan elemen masyarakat sipil untuk berkontribusi signifikan bagi pencegahan ekstremisme-kekerasan dengan memupus lingkungan pemicu, bagi terjadinya ekstremisme serta membangun lingkungan yang toleran dan inklusif.

“Sehingga seluruh anak bangsa dapat hidup berdampingan secara damai di tengah perbedaan dalam kebinekaan. Penerimaan atas kebinekaan merupakan prediktor utama bagi keberhasilan penanganan ekstremisme kekerasan dan bagi penguatan kebhinekaan,” pungkas Ismail.

Sebagaimana diketahui ledakan akibat bom bunuh diri terjadi di depan Gereja Katedral Makassar, Sulawesi Selatan, pada Minggu (28/3) sekitar pukul 10.30 WIB. Tercatat, ada sebanyak 14 orang mengalami luka-luka akibat insiden ini.

[ad_2]

Sumber: Berita ini telah tayang di situs jawapos.com, klik link disini!

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.