[ad_1]
JawaPos.com – ’’Kata-kata tidak bisa mengubah atau menulis ulang sejarah.’’ Itu adalah penggalan cuitan Menteri Luar Negeri Turki Mevlut Cavusoglu untuk menanggapi pernyataan Presiden Amerika Serikat Joe Biden. Sabtu (24/4) Biden secara resmi menyatakan bahwa pembunuhan orang-orang Armenia oleh pasukan Ottoman pada 1915 sebagai genosida.
Pernyataan itu langsung membuat Turki berang. Mereka memanggil Duta Besar AS untuk Turki David Satterfield untuk memprotes pernyataan Biden. Negeri yang terletak di dua benua itu menegaskan bahwa pengakuan Biden telah menorehkan luka yang dalam pada hubungan dua negara. Cavusoglu menegaskan bahwa mereka tidak perlu mempelajari sejarah negerinya dari orang lain. Dia tegas menolak pernyataan Biden.
’’Pernyataan itu adalah kesalahan besar yang merusak rasa saling percaya dan persahabatan dua negara,’’ bunyi pernyataan resmi Kementerian Luar Negeri Turki seperti dikutip Politico. Turki dan AS sama-sama merupakan anggota NATO.
Biden adalah presiden AS pertama yang memberikan pernyataan resmi bahwa peristiwa 106 tahun lalu itu adalah genosida. Mendiang Presiden AS Ronald Reagan juga pernah membuat pernyataan serupa, tapi tidak resmi.
’’Kami mengenang setiap orang yang tewas dalam genosida Armenia di era Ottoman dan berkomitmen untuk mencegah kekejaman seperti itu terjadi lagi,’’ ujar Biden seperti dikutip Agence France-Presse.
Presiden AS ke-46 itu menyatakan bahwa itu adalah fakta sejarah. Menurut Biden, AS tidak membuat pernyataan untuk menyalahkan tapi guna memastikan tidak ada pengulangan sejarah.
Langkah Biden langsung disambut baik oleh Kementerian Urusan Luar Negeri Armenia. Mereka menegaskan bahwa pernyataan Biden menunjukkan tradisi AS yang memegang teguh kebenaran dan keadilan. Namun bagi sebagian penduduk Armenia, sikap Biden kurang tegas.
’’Itu adalah jalan tengah karena Biden tidak menyebut Turki secara langsung,’’ terang Yvette Gevorkian, salah satu diaspora Armenia di AS. Dia dan sekitar 400 orang lainnya melakukan aksi di New York City untuk memperingati insiden di era Perang Dunia Pertama (PD I) tersebut. Meski belum tegas, tapi mereka tetap menganggap pernyataan Biden adalah kemajuan.
Sekitar 1,5 juta warga Armenia diperkirakan telah dibunuh dari tahun 1915-1917 di era kekaisaran Ottoman. Kala itu penduduk minoritas Kristen Armenia diduga berkonspirasi dengan Rusia dalam PD I. Banyak penduduk Armenia yang ditangkap dan dikirim ke Syria.
Ketika Kekaisaran Ottoman hancur, ia bangkit lagi sebagai negara republik sekuler Turki. Pemerintah Turki mengakui bahwa ada sekitar 300 ribu warga Armenia yang tewas di periode tersebut. Tapi mereka selalu menolak dengan tegas bahwa itu adalah genosida.
[ad_2]
Sumber: Berita ini telah tayang di situs jawapos.com, klik link disini!