Di Jatim, Kekerasan pada Perempuan Turun, Human Trafficking Naik

oleh
kekerasan pada perempuan

[ad_1]

JawaPos.com–Dinas pemberdayaan perempuan perlindungan anak dan kependudukan (DP3AK) Jawa Timur mencatat tren angka kekerasan pada perempuan dan anak turun. Pada 2019, kekerasan pada perempuan dan anak mencapai 2.142 kasus, pada 2020 ada 2.001 kasus.

Kepala DP3AK Jawa Timur Andriyanto mengatakan, penurunan itu cukup menggembirakan tapi belum memuaskan. Artinya, DP3AK masih berupaya menekan jumlah kasus tersebut.

Bentuk kekerasan yang terjadi cukup beragam. Di antaranya, kekerasan fisik, psikis, seksual, eksploitasi, trafficking, penelantaran, serta beberapa kasus lain. Dari ragam bentuk itu, kekerasan seksual masih paling tinggi. Pada 2019, kekerasan seksual mencapai 837 kasus, tahun lalu turun jadi 779 kasus.

”Kami mengamati lokasi terjadi tindak kekerasan terhadap anak, Pola antisipasi bisa dimulai dari lokasi terjadi kekerasan tersebut. Data pada 2019, kekerasan pada perempuan dan anak terjadi di lingkungan rumah tangga. Jumlahnya mencapai 1.267 kasus,” urai Andriyanto, Kamis (11/3).

Tahun berikutnya di lokasi yang sama mencapai 1.219 kasus. Lokasi lain yang juga tinggi adalah fasilitas umum. Pada 2019, kekerasan perempuan dan anak yang terjadi di fasilitas umum mencapai 263 kasus, tahun berikutnya 237 kasus.

Data tersebut menunjukkan bahwa lokasi kekerasan tidak jauh dari masing-masing personal. Misalnya, pelaku kekerasan perempuan bisa jadi paling sering adalah suami atau saudaranya. Begitu juga kekerasan pada anak, orang tua bisa berpotensi menjadi pelakunya.

Andriyanto juga mengatakan, pandemi Covid-19 turut menjadi pemicu peningkatan angka kekerasan perempuan dan anak. Banyak kepala rumah tangga yang menganggur akibat PHK. Berdasar hasil survei, perempuan yang hidup dengan suami menganggur berpotensi 1,36 kali lebih banyak mengalami kekerasan fisik dan seksual.

”Ini yang perlu diantisipasi karena banyak perempuan yang berada di posisi seperti itu,’’ ucap Andriyanto.

Pandemi Covid-19 juga bisa membawa dampak kepada anak. Saat ini, anak-anak menjalani sekolah dari rumah. Hasil survei pada 2020, hanya 32 persen anak didampingi orang tua saat belajar.

”Sisanya tanpa pendampingan dan pengawasan,’’ ucap Andriyanto.

Dampaknya, anak berpotensi stres hingga tiga kali lipat. Karena itu, Andriyanto mengajak masyarakat untuk memahami kondisi yang ada. Situasi pandemi Covid-19 harus diikuti dengan peningkatan frekuensi bersama anak dan keluarga.

Untuk bentuk kekerasan, pada 2019 ada 815 kekerasan fisik, pada 2020 hanya 673. Kekerasan psikis pada 2019 sebesar 663, pada 2020 sebesar 574. Kekerasan seksual pada 2019 sebanyak 837, pada 2020 sebanyak 779.

Eksploitasi perempuan pada 2019 dan 2020 menunjukkan angka sama, 12 kasus. Human trafficking meningkat. Pada 2019, 216, pada 2020 jadi 243. Sementara kekerasan lainnya pada 2019 mencapai 257, dan 2020 sebanyak 270.

Saksikan video menarik berikut ini:

[ad_2]

Sumber: Berita ini telah tayang di situs jawapos.com, klik link disini!

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.