[ad_1]
JawaPos.com – ”Nanti kota-kota lain saya perintah untuk sudahlah tidak usah ruwet-ruwet, pakai ide-ide. Lihat saja di Surabaya, tiru, copy.” Dari Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Benowo, kemarin (6/5) Presiden Joko Widodo seolah mengirimkan pesan ke daerah lain bahwa mengolah sampah menjadi listrik bisa direalisasikan.
Ya, kemarin Presiden Jokowi meresmikan fasilitas pengolahan sampah menjadi energi listrik (PSEL) Benowo, Surabaya. PSEL atau pembangkit listrik tenaga sampah (PLTSa) itu memiliki kapasitas 11 megawatt per hari. PSEL di Surabaya tersebut merupakan yang pertama beroperasi dari tujuh kota yang telah ditetapkan melalui Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 18 Tahun 2016.
Jokowi mengungkapkan, ide mengolah sampah menjadi energi listrik itu sejatinya jauh-jauh hari disampaikan. Tepatnya tiga tahun lalu. Sejumlah kelengkapan disiapkan. Mulai peraturan presiden (perpres) hingga peraturan pemerintah (PP).
Pengolahan sampah, kata presiden, sangat penting. Sebab, volume sampah terus bertambah besar seiring dengan perkembangan wilayah. Pada 2008, saat menjabat wali kota Solo, Jokowi sudah memikirkan pengelolaan sampah. Salah satunya, potensi untuk menghasilkan energi listrik. Namun, ketika itu rencana tersebut belum bisa terwujud.
Saat menjabat gubernur DKI Jakarta, Jokowi juga berupaya merealisasikan gagasan tersebut. Namun, kondisinya sama. PSEL tidak terwujud. Nah, saat menjadi presiden, ide mengolah sampah menjadi listrik itu kembali dirancang. Jokowi menyiapkan dua kelengkapan. Yaitu, Perpres 16/2018 mengenai investasi dan Perpres 35/2018 mengenai tarif listrik. ”Keduanya untuk memastikan pemerintah daerah berani mengeksekusi,” ujarnya.
Percepatan pembangunan pembangkit listrik berbasis sampah berdasar Perpres 18/2016 dilakukan Provinsi DKI Jakarta, Kota Tangerang, Kota Bandung, Kota Semarang, Kota Surakarta, Kota Surabaya, dan Kota Makassar. Lalu, berdasar Perpres 35/2018, jumlah kota yang ditunjuk menjadi 12 kota. Tambahan lima kota adalah Kota Tangerang Selatan, Kota Bekasi, Kota Denpasar, Kota Palembang, dan Kota Manado.
Presiden Jokowi mengapresiasi kecepatan bekerja Surabaya yang bisa mewujudkan program tersebut. ”Yang lain masih maju mundur. Urusan masalah tipping fee, urusan masalah barang daerah. Saya acungi dua jempol untuk Pemerintah Kota Surabaya, baik wali kota lama maupun wali kota yang baru,” katanya.
Jokowi menyatakan, urusan sampah bukan sebatas mengolah sampah menjadi listrik. Lebih dari itu, hal tersebut menyangkut kebersihan kota. Sampah yang tidak mendapatkan penanganan optimal bisa menimbulkan masalah. Misalnya, pencemaran. Selain itu, sampah yang ditumpuk-tumpuk memicu persoalan baru seperti limbah air lindi. Persoalan itu ditemukan Jokowi saat berdiskusi dengan Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi. Air lindi merembes ke tambak.
Sementara itu, Wali Kota Eri Cahyadi menjelaskan sejarah terbentuknya TPA Benowo. Wadah pengumpul sampah itu beroperasi sejak 2001. Luasannya mencapai 37,4 hektare (ha). Ketika itu volume sampah yang masuk mencapai 1.600 ton per hari.
Pemkot pun melakukan sejumlah langkah agar TPA Benowo tidak penuh. Pertama, menggalakkan program 3R, yaitu reduce, reuse, dan recycle. Warga dilibatkan dalam pemilahan sampah. Dengan cara tersebut, pemkot mampu mengurangi volume kotoran yang masuk ke TPA Benowo. ”Berkurang sampai 20 persen,” jelasnya.
Langkah lain dilakukan bekerja sama dengan PT Sumber Organik (SO). Tujuannya, mengolah sampah agar cepat tuntas dan memiliki manfaat. Pembangunan PLTSa atau PSEL ditetapkan. Pengolahan sampah itu memakai teknologi gasifikasi.
Menurut Eri, kapasitas PSEL Benowo adalah 11 megawatt listrik. Yakni, 2 megawatt dari landfill gas power plant dan 9 megawatt berasal dari gasification power plant.
Baca juga: PSEL Dipuji Jokowi, Eri Cahyadi Sampaikan Terima Kasih kepada Risma
Sementara itu, dalam rangkaian kunjungan ke Jawa Timur, Presiden Jokowi bertemu dan berdialog dengan nelayan dan pabrik pengelolaan makanan laut di Lamongan. Lawatan dimulai di Pusat Pemasaran dan Distribusi Ikan (PPDI) Brondong di Pelabuhan Perikanan Nusantara Brondong. Pelabuhan itu menjadi tempat bongkar muat dan fasilitas penunjang perdagangan perikanan bagi nelayan dan industri perikanan setempat. Secara khusus, Jokowi berdialog dengan nelayan setempat. ”Saya ingin melihat secara langsung keadaan dan situasi nelayan selama pandemi,” tutur Jokowi.
Menurut presiden, produk-produk hasil perikanan Indonesia masih memiliki peluang yang sangat menjanjikan bagi pasar dunia. Namun, semua itu harus didukung dengan industri pengolahan yang baik.
[ad_2]
Sumber: Berita ini telah tayang di situs jawapos.com, klik link disini!