[ad_1]
Roma, IDN Times – Perdana Menteri Italia petahana, Giuseppe Conte, kembali terpilih sebagai Perdana Menteri Italia di periode berikutnya. Perolehan suara yang diraih Conte pada Pemilu kali ini hanya memperoleh sebanyak 156-140 suara dengan 16 suara abstain. Bagaimana awal ceritanya?
1. Partai-partai oposisi meminta Presiden Italia untuk memaksa Conte mundur dari jabatannya
Dilansir dari BBC, Conte telah memenangkan Pemilu Perdana Menteri Italia, beberapa hari setelah mantan Perdana Menteri Italia, Matteo Renzi, menarik partainya keluar dari koalisi. Pemungutan suara di Senat mencapai 156-140 dengan 16 suara dianggap abstain, artinya Conte tidak memiliki suara mayoritas mutlak di Majelis Tinggi. Bahkan, partai-partai oposisi berencana meminta Presiden Italia, Sergio Mattarella, memaksa Conte untuk mundur dari jabatannya.
Partai utama dalam koalisi pendukung Conte adalah partai Bintang Lima (M5S) dan partai Demokrat (PD). Conte mengatakan kepada Senat bahwa penting untuk mempertahankan kohesi politik yang dihadapkan dengan tantangan bersejarah pandemi COVID-19. Berbicara dalam debat di Senat, Renzi mengatakan kepada Conte untuk membuat reformasi yang lebih berani, dengan mengatakan Italia membuang-buang kesempatan terbesarnya sejak Marshall Plan, yang merujuk pada bantuan Amerika Serikat untuk Eropa yang hancur akibat perang pada tahun 1948 lalu.
Ia juga menuduh Conte tengah disibukkan dengan mendistribusikan pos pemerintah. Bahkan jika Conte kalah dalam perolehan suara, pemilihan cepat bukanlah kepastian karena Presiden Italia masih memiliki pilihan untuk mengundangnya dengan membentuk koalisi baru.
2. Conte semakin populer karena sempat berhasil menangani gelombang pertama COVID-19
Nama Conte semakin populer karena dinilai berhasil dalam menangani gelombang pertama COVID-19 di awal-awal pandemi dengan memberlakukan kebijakan lockdown di Italia selama berbulan-bulan. Akan tetapi, Conte kehilangan kredibilitas atas pendekatan sembarangan pemerintah Italia terhadap pembatasan berikutnya dan respons keuangan yang lemah terhadap bisnis yang terkena dampaknya. Seorang konsultan politik Italia, Francesco Galietti, mengatakan ia berpikir saat ini semua orang telah menyadari bahwa Conte sangat baik dalam mempertahankan kekuasaan, akan tetapi sangat buruk dalam mengelola berbagai hal dan melewati reformasi.
Ia juga menambahkan Conte tidak meloloskan reformasi dan dapat mengetahui dari rencana pemulihan bahwa negara-negara anggota Uni Eropa lainnya sangat gugup karena dana lebih dari 200 miliar euro atau setara dengan Rp3.415,9 triliun akan berakhir sia-sia. Renzi telah mengkritik Conte atas rencana pengeluaran dana selama pasca-pandemi yang dianggap lemah dengan alasan bahwa uang tersebut telah disia-siakan begitu saja. Renzi sendiri juga menginginkan Conte untuk investas dalam ekonomi digital dan energi hijau serta menolak Conte dalam rencananya untuk membentuk teknokrat dibandingkan anggota parlemen demi memutuskan prioritas pengeluaran dana.
3. Pandemi COVID-19 dianggap telah berhasil mencegah lawan-lawan dari Conte
Conte bukanlah seorang anggota partai politik manapun di Italia, ia hanyalah seorang independen dengan profesinya sebagai seorang pengacara. Sebelum pandemi COVID-19, lawan-lawan politik berusaha menyingkirkan Conte dari jabatannya itu, namun di saat pandemi inilah yang membuat lawan-lawannya perlahan-lahan tersingkir. Hal ini bukan tanpa alasan, pada bulan Februari 2020 lalu, Conte langsung gerak cepat dalam memberlakukan lockdown yang awalnya di kawasan Lombardy dan Veneto, tempat ditemukan virus COVID-19 di Italia pertama kali, yang pada akhirnya diberlakukan lockdown secara nasional.
Seorang peneliti dari University of Sussex, Inggris, Marie Sklodowska-Curie, mencatat bagaimana pandemi COVID-19 juga menimbulkan kritik publik terhadap Conte di Italia, terutama di tengah gelombang kedua COVID-19. Italia masih beroperasi di bawah pembatasan ketat, yang memilih tidak melonggarkan saat perayaan Natal dan Tahun Baru karena Italia berusaha menghindari gelombang ketiga. Pengamat politik yang juga merupakan Wakil Presiden Teneo Intelligence, Wolfgango Piccoli, menilai pandemi COVID-19 telah memungkinkan Conte untuk memusatkan kekuasaan dan mengamankan pelonggaran yang signifikan dari para pendukung politiknya, akan tetapi sejak saat itu ia dianggap mengalami kekurangan.
[ad_2]
Sumber: Berita ini telah tayang di situs idntimes.com, klik link disini!