[ad_1]
JawaPos.com – Peralihan status pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadi aparatur sipil negara (ASN) dinilai buah dari berlakunya Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK. Terlebih, dari dari 1.351 pegawai KPK yang mengikuti tes wawasan kebangsaan (TWK) 75 orang dinyatakan gagal.
Koordinator Jaringan GUSDURian Alissa Wahid menilai, pertanyaan dalam TWK banyak yang tidak terkait dengan komitmen pemberantasan korupsi. Seperti pertanyaan kapan nikah, kesediaan dipoligami, melepas jilbab, hingga doa qunut. “Pertanyaan-pertanyaan tersebut sarat dengan diskriminasi, pelecehan terhadap perempuan, dan pelanggaran terhadap hak asasi manusia,” kata Alissa dalam keterangannya, Selasa (11/5).
Sebagian besar pegawai KPK, lanjut Alissa, memang dinyatakan lolos, namun hal itu tetap menimbulkan pertanyaan besar di kalangan masyarakat. Apalagi dalam daftar yang gagal, terdapat beberapa pegawai KPK yang berintegritas dalam mengungkap berbagai kasus besar.
GUSDURian mengecam adanya sejumlah pertanyaan dalam tes wawasan kebangsaan (TWK) yang bermuatan diskriminasi, pelecehan terhadap perempuan, dan pelanggaran terhadap HAM. “Komitmen berbangsa dan bernegara berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 tidak boleh diukur melalui serangkaian pertanyaan yang diskriminatif, rasis, dan melanggar Hak Asasi Manusia,” cetus Alissa.
Alissa meminta Presiden Joko Widodo untuk melakukan evaluasi total dan tidak menggunakan hasil penyelenggaraan tes wawasan kebangsaan (TWK) yang cacat moral tersebut untuk menyeleksi pegawai KPK. Serta meminta kepada pemerintah agar tidak menjadikan tes wawasan kebangsaan sebagai alat untuk menyingkirkan orang-orang yang mempunyai komitmen dan integritas dalam pemberantasan korupsi.
“Pemerintah harus bersikap transparan agar tidak menimbulkan kecurigaan adanya penyingkiran terhadap orang-orang yang berintegritas dalam tubuh KPK,” tegas Alissa.
Meminta Presiden dan DPR RI untuk mengembalikan independensi KPK karena UU KPK hasil revisi menimbulkan pelemahan yang sangat nyata di tubuh KPK. Menurutnya, sejak berdiri KPK terbukti mampu menjadi lembaga yang berintegritas dalam memberantas korupsi.
Alissa menegaskan, pelemahan terhadap KPK menjadi indikasi berkurangnya komitmen pemberantasan korupsi yang membahayakan masa depan bangsa dan negara. “Mengajak seluruh masyarakat untuk terus mengawal upaya pemberantasan korupsi dan mengawal independensi KPK dari upaya pelemahan berupa narasi dan stigma negatif yang memecah belah bangsa. Karena KPK didirikan dengan proses yang panjang, dimulai di era BJ Habibie, dibangun pondasi oleh KH. Abdurrahman Wahid, dan diresmikan di era Megawati Soekarno Putri,” imbuh Alissa. (*)
[ad_2]
Sumber: Berita ini telah tayang di situs jawapos.com, klik link disini!