[ad_1]
Jakarta, IDN Times – Penanganan COVID-19 di Indonesia masih belum memuaskan. Padahal pandemik sudah berlangsung hampir setahun. Senjata utama memerangi virus corona sebagaimana saran World Health Organization (WHO) yaitu atau 3T Tracing, Testing, dan Treatment juga belum optimal.
Lebih parah lagi, semakin banyak masyarakat yang mengabaikan seruan 3M atau mencuci tangan, memakai masker, dan menjaga jarak. Padahal, tidak sedikit uang yang digelontorkan pemerintah untuk mengkampanyekan program tersebut.
Sayangnya, ketika ditanya mengapa penanganan pandemik belum optimal, pemerintah selalu menjawabnya dengan format atau templat yang sama, yaitu semua negara juga kewalahan menghadapi corona.
Menko Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Panjaitan pernah mengatakan hal serupa pada Maret 2020.
“Pertanyaan saya, negara mana sih yang siap? Kan tidak ada yang siap. Jadi kalau ada pengamat bilang kita gak siap, ya memang gak pernah ada yang duga kita akan seperti ini,” kata Luhut.
Sebulan berselang, pada April 2020, giliran presiden Joko “Jokowi” Widodo menyampaikan ungkapan senada.
“Dalam situasi seperti ini, tidak ada satupun negara di dunia dari 213 negara yang betul-betul siap,” kata Jokowi.
Hampir setahun kemudian Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Moeldoko mengutarakan hal tersebut.
“Memang semua negara, makronya ya, menghadapi kekagetan bersama dalam situasi pandemik. Semua di luar perkiraan,” kata Moeldoko dalam webinar yang diselenggarakan dalam Hari Pers Nasional (HPN) 2021, Minggu (7/2/2021).
1. Transparansi data masih menjadi masalah utama
Baru-baru ini Menko Luhut mengaku bila masih ada dua juta data COVID-19 yang belum diinput. Pernyataan itu menuai kritik karena permasalahan corona pada bulan ke-11 ternyata masih sama dengan masa-masa pertama kali virus ini terdeteksi di Indonesia, yaitu transparansi data.
“Dari awal data selalu kami perbaiki. Termasuk bagaimana data (dua juta yang belum diinput), tapi bukan berarti kami berhenti untuk berbenah,” katanya.
2. Pemerintah jawab kenapa awal pandemik kelimpungan menangani pandemik
Moeldoko menyampaikan salah satu hambatan menangani corona adalah semua negara saling berlomba-lomba untuk mengamankan kepentingan nasionalnya. Sehingga, bukan perkara mudah bagi Indonesia di awal pandemik untuk memperoleh ventilator, instrumen testing, hingga vaksin yang kini masih menjadi rebutan banyak negara.
“Berikutnya rasio dokter di Indonesia timpang, 1:4.000, kalau di Amerika itu ratusan bandingannya. Kemudian sarana dan prasarana masih jauh. Persoalannya pandemik ini dihadapi oleh semua negara, sehingga masing-masing punya kepentingan,” katanya.
3. Moeldoko mengapresiasi langkah cepat Jokowi mengamankan vaksin
Saat ini Indonesia menempati peringkat ke-19 sebagai negara dengan akumulasi positif corona terbanyak di dunia, yaitu 1,157.837 kasus. Anglat tersebut menjadikan Indonesia peringkat pertama di Asia Tenggara.
Dalam situasi yang tidak ideal, bahkan di tengah penanganan pandemik yang buruk di Indonesia, Moeldoko mengapresiasi langkah cepat Jokowi dalam mengamankan vaksin.
“Tapi pemerintah selalu mengambil langkah cepat. Contoh, ventilator kita buat sendiri. Vaksin juga demikian, (ketika) orang lain masih berpikir, presiden berpikir buru-buru, dalam konteks geopolitik vaksin diperebutkan,” kata Moeldoko.
[ad_2]
Sumber: Berita ini telah tayang di situs idntimes.com, klik link disini!