IDI Jatim Sebut Ada Kejanggalan Data Kematian Pasien Covid-19

oleh

[ad_1]

JawaPos.com–Data pasien Covid-19 yang di-update Pemerintah Provinsi Jawa Timur dinilai janggal oleh Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Jatim. Data itu dibandingkan dengan pemerintah pusat dan Pemerintah Provinsi Jawa Timur (Pemprov Jatim).

Sutrisno, ketua IDI Jatim mencatat, banyak kasus kematian pasien karena Covid-19 yang tidak dicatat dan dilaporkan. Dia pun mengkritisi lemahnya tes Covid-19 pada warga Jatim.

”Datanya nggak jelas. Nggak representatif. Ujungnya selalu under reported (tercatat di bawah fakta),” kata Sutrisno ketika dikonfirmasi pada Jumat (23/7).

Dia menduga data itu tidak qualified atau tidak memenuhi kaidah. Padahal, data yang dilaporkan Pemprov Jatim digunakan kepala daerah untuk mengambil keputusan.

”Hati-hati. Data yang ada tidak memenuhi kaidah data qualified,” tegas Sutrisno.

Menurut dia, data yang baik adalah data yang valid untuk dijadikan referensi para pengambil keputusan. ”Jadi kalau data yang sekarang ini digunakan saya khawatir hasilnya bisa kita lihat sekarang,” ungkap Sutrisno.

Dia menegaskan, data yang dipublikasikan tidak layak digunakan sebagai landasan. Sebab, sejumlah daerah di Jatim hanya melaporkan kasus kematian yang relatif kecil per hari.

”Data yang ada jangan hanya data di meja untuk mengambil keputusan. Sehingga data yang masuk cuma 0, cuma 2. Padahal kuburan, hampir 20–30 kali lipat dari data yang ada di meja,” jelas Sutrisno.

Bila masyarakat dapat mengakses dan mendapatkan data yang sebenarnya, dia yakin, mereka akan terkejut dengan jumlah kematian yang sangat banyak.

”Kalau Anda cukup sakti untuk mendapatkan data yang real, tentu anda akan terkejut untuk mendapatkan data itu. Jadi pasti Anda akan surprise, Anda akan shock bahwa riilnya kematian sungguh sangat banyak,” ucap Sutrisno.

Salah satu warga yang melihat kejanggalan itu adalah Ridna Lestari, 53, warga Surabaya timur. Minggu lalu, ibunya meninggal di salah satu rumah sakit di Bojonegoro. Ketika menunggu peti untuk ibunya karena harus dimakamkan secara protokol Covid-19, jenazah ibunya harus antre dengan belasan jenazah lain. Ibu empat anak itu mengaku harus menunggu selama 7 jam untuk mendapatkan peti untuk jenazah ibunya.

”Kata petugas, petinya habis. Banyak permintaan. Mereka bahkan kirim Surabaya,” ujar Ridna.

Dia pun menyadari kematian akibat Covid-19 sedang meningkat. Dari berita yang dibacanya, kasus Covid-19 sedang mengalami lonjakan.

”Tapi, waktu lihat data, kok yang meninggal di Bojonegoro cuma 5–7 orang. Padahal yang meninggal di satu RS saja ada belasan,” tutur Ridna.

[ad_2]

Sumber: Berita ini telah tayang di situs jawapos.com, klik link disini!

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *