[ad_1]
Monumen Ingatan tentang Suami, Ayah, Adik, dan Kolega (12)
Cara merawat ingatan tentang sang suami, bagi Alifatuz Zuhriya, adalah menguatkan hati ketiga anaknya. Sukirman juga akan terus mengingat niat luhur sang adik untuk sang ibu. Dan, pada rumah yang dipenuhi karangan bunga itu, Sertu Ryan Yogie Pratama selamanya dikenang.
M. NURKOZIM, Bojonegoro-INDRA G., Lamongan-Y. ADI N., Mojokerto, Jawa Pos
—
ALIFATUZ Zuhriya mengecek ponsel. Tak ada pesan masuk lagi dari sang suami, Kopda (Mes) Khoirul Faizin.
WhatsApp terakhir dikirim prajurit TNI Angkatan Laut tersebut pada pukul 10.00. Kru KRI Nanggala-402 itu mengabarkan bahwa kapal selam tempatnya bertugas siap berangkat.
Hari itu Senin, 19 April 2021. Ifa –sapaan akrab Alifatuz Zuhriya– juga melihat di layar bahwa ponsel sang suami terakhir aktif pada pukul 11.20. ”Pasti sudah berada di dalam kapal dan tidak ada sinyal.” Begitu gumam Ifa. Meski begitu, hatinya tenang melepas ayah tiga anaknya tersebut bertugas. Sebab, paginya, selepas sahur, Khoirul juga sudah berpamitan hendak berlayar selama lima hari. Dari rumah mereka di Desa Ngraseh, Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur, Khoirul mengendarai motor menuju tempatnya bertugas di Surabaya. Dengan kendaraan itu pula, dia biasa pergi pulang Bojonegoro–Surabaya seminggu sekali.
Namun, dunia Ifa jungkir balik dua hari kemudian (21/4). Pada Rabu malam, selepas salat Tarawih, dia mengecek grup WhatsApp (WA) ibu-ibu Nanggala. Grup itu beranggota para istri awak kapal KRI Nanggala-402. Saat WhatsApp dibuka, sudah ada ratusan chat yang belum dibacanya. Ifa kaget saat ada kabar bahwa KRI Nanggala-402 yang membawa serta suaminya hilang kontak. ”Kabar itu masuk WA saya Rabu sore. Saya telat buka HP. Sudah banyak chat dan sudah banyak yang tanya,” ungkapnya kepada Jawa Pos Radar Bojonegoro dengan mata berlinang.
Ifa sampai tak berani menonton televisi karena khawatir tiga anaknya semakin terpukul. Meski, ketiga buah hatinya sebenarnya mendengar kabar tersebut sejak hari pertama insiden yang dialami kapal selam tempat ayah mereka bertugas. Mereka shock dan terus menanyakan kabar ayahnya yang ikut menjadi kru kapal. ”Apalagi, sudah beberapa hari mereka tidak bertemu,” ujar guru di SD Muhammadiyah 2 Bojonegoro tersebut.
Dan, Khoirul bersama 52 kru Nanggala lainnya akhirnya memang dinyatakan gugur. Seiring dengan tenggelamnya Nanggala di perairan utara Bali.
Bojonegoro kehilangan dua warganya dalam musibah yang menyedot perhatian luas itu. Selain Kopda Khoirul Faizin, Serda (Amo) Setyo Wawan asal Desa Sukorejo, Kecamatan Tambakrejo, juga berada dalam kapal selam yang sama.
Bagi keluarga besar Kelasi Kepala (Nav) Edi Siswanto, musibah tersebut menjadi ’’pukulan’’ kedua dalam kurun waktu yang tak terlalu berjauhan. Sebab, sang ibunda lebih dulu berpulang sekitar tiga bulan lalu. ”Seratus harinya Lebaran besok, sekarang adik saya,” kata Serma Sukirman, kakak kandung Edi Siswanto, kepada Jawa Pos Radar Lamongan di rumah duka di Desa Sumberaji, Kecamatan Sukodadi, Lamongan, kabupaten yang bertetangga dengan Bojonegoro.
Sukirman dan Edi hanya dua bersaudara. Ayahanda mereka telah lama berpulang. Ibu mereka seorang diri merawat keduanya hingga menjadi tentara. ”Satu-satunya adik saya. Jadi, satu-satunya yang saya sayangi. Tidak ada lagi saudara,” jelas Sukirman dengan suara pelan.
Edi menamatkan pendidikan Dikmata TNI-AL XXXII pada tahun ajaran 2012 di korps bahari dan navigasi. ”Tahun 2013 penempatan di Surabaya. Setelah itu, tiga tahun dinas, habis nikah, pindah ke Ambon,” terang Sukirman.
Sekitar 2018, Edi mengikuti seleksi kru kapal selam. Tujuannya, bisa lebih dekat dengan sang ibu di Desa Sumberaji. Sebab, kru kapal selam bertugas di Surabaya, ibu kota Jawa Timur yang bisa ditempuh dalam waktu sekitar 2 jam dari Lamongan. ”Baru satu tahun ini di kapal selam. Ingin ngeramut (merawat) dan membahagiakan Ibu,” katanya.
Sertu (EKL) Ryan Yogie Pratama setahun lebih dulu menjadi prajurit TNI-AL ketimbang Edi. Lima tahun kemudian, ayah satu anak itu melanjutkan pendidikan di kapal selam selama sembilan bulan. Pria asal Sumatera Selatan tersebut tercatat di kesatuan kapal selam angkatan ke-51 pada 2016.
Selama ini Yogie tinggal bersama mertuanya di Kabupaten Sidoarjo. Dari pernikahannya dengan Alma Hayana, perempuan asal Kabupaten Sidoarjo, dia dikaruniai seorang putri yang saat ini berusia setahun. Namun, dia memiliki sebuah rumah di Perum Green Puri Residence, Dusun Sumberejo, Desa Sumbergirang, Kecamatan Puri, Kabupaten Mojokerto. Rumah itu akan ditempati bersama anak dan istrinya.
Baca juga: Bocah Kecil Itu Mampir Tiap Pagi, Membeli Pisang Goreng dan Tahu Isi
”Kalau weekend, Sabtu-Minggu biasanya tidur di sini. Rumah ini sudah direhab, tinggal perabotannya saja,” ungkap Agus Eko, tetangga Yogie di Green Puri Residence, kepada Jawa Pos Radar Mojokerto. Ke rumah itulah karangan bunga berdatangan saat KRI Nanggala, tempat Yogie bertugas, dinyatakan tenggelam dan seluruh kru gugur.
Pria 30 tahun tersebut dikenalnya sebagai sosok yang tegas dan cekatan saat bertugas. ”Orangnya baik, tegas, dan bertanggung jawab. Apalagi, saya satu angkatan dengan beliau di sekolah angkatan selam,” terang Agus.
Rumah itu kini menjadi salah satu monumen ingatan keluarga, sahabat, dan kolega tentang Sertu Yogie. Bagi Sukirman, monumen itu berupa niat luhur sang adik, Kelasi Kepala Edi, mengikuti seleksi kru kapal selam agar bisa dekat dan merawat sang ibu. Dan, kini Ifa adalah ibu sekaligus ayah bagi ketiga buah hatinya, monumen kasih sayangnya bersama Kopda Khoirul. ”Saya terus menguatkan hati anak-anak,” kata Ifa.
[ad_2]
Sumber: Berita ini telah tayang di situs jawapos.com, klik link disini!