[ad_1]
Sebagai pemain drum, mudah rasanya tergiur melihat drum set lawas dan klasik. Apalagi, benda-benda tersebut sudah jadi barang langka. Saat beberapa kolektor menjual koleksi drum lawas mereka, Dandu tak berpikir dua kali untuk menjadi pemilik baru.
—
HAMPIR 5 bulan belakangan, Johonas Budhi Pamungkas atau yang akrab disapa Dandu blusukan mencari snare drum hingga drum set lawas. Blusukan dilakukan secara langsung maupun di internet. Awalnya, Dandu mendengar dari kawan-kawannya bahwa beberapa snare drum lawas dijual pemiliknya. ”Pandemi di rumah mungkin bikin bosan ya,” ucapnya. Begitu pun Dandu, pandemi membuatnya punya koleksi baru.
Dalam waktu beberapa bulan tersebut, Dandu kini punya hampir 40 snare drum dan 12 unit drum set. ”Ini blusukan terus. Nyari siapa lagi yang mau jual,” jawabnya, kemudian terkekeh. Dandu sebenarnya hanya membatasi drum asli produksi dekade 1920-an hingga 1990-an. Dia menghindari jenis-jenis drum yang di-reissue dari jenis drum lawas.
”Kadang ada yang menawarkan yang tahun produksinya lebih muda dari itu,” tuturnya. Dandu biasanya menolak. Dengan kategori terbatas, Dandu lebih menikmati desain-desain klasik yang ditawarkan drum lawas tersebut. ”Kalau nggak campur-campur, itu rasanya puas,” imbuhnya.
Dandu mengajak tim Jawa Pos melihat salah satu drum set miliknya. Drum set dengan merek Rogers tersebut merupakan buatan Amerika Serikat pada 1980-an. Setiap bagian drum set punya warna yang berbeda dengan taburan sparkle yang menarik.
Detailnya? Lebih menarik lagi. Setiap bagian drum punya ukiran huruf R. Bahkan, ada baut-baut kecil yang mengaitkan bagian-bagian drum. ”Kalau dibuka dalamnya, akan kelihatan juga ukiran R,” ucapnya.
Kedetailan desain tersebut yang membuat drum set sulit ditiru. Hal itu juga menjadi nilai plus dari drum-drum buatan Amerika Serikat jika dibandingkan dengan drum dari negara lain. Keunikan tersebut membuat satu snare drum dari drum set itu bisa mencapai Rp 25 juta. Beruntung Dandu bisa mendapatkan drum set lengkap.
Perawatan koleksi drum miliknya sebenarnya cukup mudah. Dandu meletakannya di area tengah rumah yang memiliki sirkulasi udara bagus. ”Sebenarnya musuh utamanya itu rayap. Jadi, ya gimana menjauhkan drum dari itu,” papar punggawa Devadata tersebut. Tidak ada cara khusus untuk pembersihannya.
Koleksi tertuanya merupakan produksi 1920-an dari brand Leedy. Memang bagian batter head atau top head sudah berbeda. ”Dulu aslinya bahan kulit. Sudah rusak mungkin, makanya diganti,” ucap Dandu. Selain itu, bagian lain tampak masih orisinal.
Penemuan terhadap koleksi tertuanya tersebut sebenarnya tak sengaja. Saat sedang blusukan ke penjual barang antik, dia melihat snare drum tersebut. ”Wah langsung happy. Paling tua nih, makin tua kan makin susah nemunya,” kenangnya. Usut punya usut, pemilik aslinya memang sudah tua dan menjual beberapa barang miliknya karena dirasa sudah tak terpakai. One man’s trash can be another man’s treasure.
Dandu berburu koleksi drum dari penjuru Indonesia. ”Ini nunggu kiriman dari Manado,” jawab pria yang berdomisili di Dukuh Kupang, Surabaya, tersebut. Beberapa koleksi didapat dari Jakarta, Bandung, dan Surabaya. Ada pula yang diperoleh dari drumer band Indonesia lain.
Salah satunya adalah snare drum dengan corak warna merah dan putih. ”Disebutnya candy karena pola warnanya mirip permen,” jelas pendiri Wasik Galeri tersebut. Snare drum dengan brand Ludwig itu termasuk langka di Indonesia. Dandu mendapatkannya dari koleksi Bowie, drumer Gugun Blues Shelter.
Memang makin lama makin sulit mencari koleksi drum. Produksi 1970-an saja sudah sulit ditemukan. ”Karena dulu juga mungkin tidak banyak yang punya, apalagi yang menyimpan sampai sekarang,” tuturnya.
Bukan hanya tahun produksi, brand juga memengaruhi banyak tidaknya koleksi yang ada. Brand buatan Jepang biasanya lebih banyak daripada buatan Amerika Serikat dan Eropa. Tentu hal tersebut membuat harga drum lebih mahal. Salah satunya, drum set Ayotte miliknya. Drum buatan Amerika Serikat itu juga dihargai Rp 25 juta per bagian.
Baca Juga: Hadiri Pernikahan Atta-Aurel Hermansyah, Krisdayanti Merasa Deg-degan
Meski terbilang baru menjadi kolektor, Dandu sering dirayu untuk menjual koleksinya. Namun, dia gigih untuk tidak menjualnya. ”Kalau memang ke Surabaya untuk manggung, boleh pinjam kok. Hanya pinjam lho ya,” sambungnya. Secara pribadi, Dandu memiliki impian untuk membuat museum tentang perjalanan histori drum itu sendiri.
Saksikan video menarik berikut ini:
[ad_2]
Sumber: Berita ini telah tayang di situs jawapos.com, klik link disini!