[ad_1]
JawaPos.com – ”Setelah menerima masukan dari ulama-ulama, MUI, Nahdlatul Ulama (NU), Muhammadiyah, ormas-ormas lain, tokoh-tokoh agama lain, juga masukan-masukan dari provinsi dan daerah, bersama ini saya sampaikan, saya putuskan, lampiran perpres terkait pembukaan investasi baru dalam industri minuman keras yang mengandung alkohol saya nyatakan dicabut.”
Itulah pernyataan Presiden Jokowi saat mengumumkan pencabutan peraturan yang mengizinkan investasi minuman keras (miras). Keputusan itu diumumkan Jokowi melalui akun Sekretariat Presiden di channel YouTube.
Lampiran perpres yang dimaksud Jokowi adalah Lampiran III Perpres 10 Tahun 2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal. Aturan tentang investasi miras tercantum pada nomor 31, 32, dan 33.
Sebelumnya, Jokowi memang mendapat banyak kritik karena mengizinkan investasi miras di Provinsi Bali, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Utara, dan Papua. Pimpinan NU, Muhammadiyah, MUI, dan para tokoh masyarakat juga menyoroti Wakil Presiden Ma’ruf Amin. Sebab, Ma’ruf juga menjabat ketua Dewan Pertimbangan (Wantim) MUI. Ma’ruf dinilai tidak memberikan masukan yang tepat kepada Jokowi.
Tudingan itu kemarin dibantah oleh Masduki Baidlowi, juru bicara Wapres. ”Jadi gini, memang dalam (beberapa, Red) hari terakhir itu Wapres sedang banyak berkoordinasi dengan pimpinan-pimpinan ormas,” kata Masduki. Dalam koordinasi tersebut, Wapres berupaya agar keberatan pimpinan ormas keagamaan itu bisa sampai ke Presiden Jokowi dengan tepat dan baik.
Dia menyatakan, Minggu lalu ada pertemuan dengan sejumlah menteri. Dalam pertemuan itu, Wapres berbicara mengenai bahaya izin industri miras.
Menurut Masduki, aspirasi pimpinan ormas itu juga disampaikan Wapres kepada Jokowi secara langsung. Bahkan, kemarin pagi Wapres mengadakan pertemuan empat mata dengan Jokowi. Dalam pertemuan tersebut, Presiden Jokowi diyakinkan agar aturan perizinan industri miras itu dicabut.
Dia menegaskan, keluarnya perpres yang di dalamnya mengizinkan investasi industri miras dinilai sebagai persoalan yang sangat serius oleh Wapres. Masduki juga mengatakan, Wapres selama ini tidak tahu soal aturan tersebut. Tidak semua pembahasan melibatkan Wapres. ”Makanya, Wapres kaget ketika mendengar berita ramai seperti itu. Apalagi ada serangan langsung kepada Wapres,” tuturnya.
Keputusan Jokowi membatalkan ketentuan investasi dalam industri miras tersebut mendapat apresiasi dari Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Asrorun Ni’am Sholeh. Menurut dia, miras atau sejenisnya mengakibatkan terjadinya tindak kejahatan. Dia menegaskan, keputusan Jokowi membatalkan investasi industri miras harus menjadi momentum khusus bagi pemerintah.
”Yaitu, momentum peneguhan komitmen untuk selalu mengutamakan kemaslahatan masyarakat dalam menyusun berbagai regulasi,” paparnya.
Asrorun juga berharap saat ini pemerintah meninjau ulang segala peraturan yang berpotensi menjadi payung hukum peredaran miras. Baik yang tersurat maupun tersirat.
Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siroj mengungkapkan bahwa keharaman hukum khamar atau miras adalah mutlak. ”Jelas ayatnya muhkamah. Tidak bisa ditafsiri lain. (Dalilnya, Red) qath’i. Haramnya khamar ditegaskan dalam ayat yang jelas tidak mungkin dicari jalan supaya halal,” tegasnya kemarin.
Said menyatakan, apa pun alasannya, PBNU menolak industri khamar. ”Tapi, alhamdulillah Presiden Jokowi cukup arif dan bijak mencabut. Semoga tidak terulang. Jadi, nggak kelihatan sembrono. Tidak ada pertimbangan agama, etika, dan kemasyarakatan. Tapi, saya yakin ini bukan dari beliau sendiri,” jelasnya.
Said berpesan kepada pemerintah bahwa semua kebijakan investasi harus dilandaskan pada kemaslahatan bersama sekaligus berorientasi pada pembangunan nilai-nilai keagamaan.
Kepala Badan Koordinasi dan Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia menuturkan, lampiran dengan total enam halaman itu memang menyulut kontroversi. Bahlil menjelaskan, izin pembangunan industri minuman beralkohol (mihol) sebenarnya ada sejak 1931. Izin itu berlanjut hingga saat ini.
Dia memerinci, sudah ada 109 izin terkait dengan mihol yang berlaku di 13 provinsi. ”Ini tidak lain dan tidak bukan, maksud saya mau menyampaikan kepada Bapak/Ibu di seluruh Indonesia bahwa perizinan terjadi sejak pemerintahan yang pertama dan terakhir. Namun, tidak untuk kita menyalahkan satu sama lain,” urai mantan ketua Hipmi tersebut.
Bahlil menjelaskan, di balik langkah pemerintah yang mencabut lampiran III, ada kepentingan negara dan masyarakat yang harus diutamakan. Karena itu, dia tak ingin langkah pencabutan tersebut dianggap sebagai sikap inkonsistensi kebijakan pemerintah.
Hingga saat ini pun belum ada investor yang mengajukan pembukaan usaha mihol di Indonesia. Dengan kondisi itu, dia yakin kepercayaan investor tetap terjaga.
Saksikan video menarik berikut ini:
[ad_2]
Sumber: Berita ini telah tayang di situs jawapos.com, klik link disini!