[KALEIDOSKOP] Perjalanan Sektor Ritel Dihajar Pandemik Sepanjang Tahun

oleh
oleh

[ad_1]

Jakarta, IDN Times – Sepanjang tahun ini menjadi periode yang sulit bagi sektor ritel Indonesia, bahkan dunia. Persoalan pandemik COVID-19 menjadi masalah utama yang mengancam keberlangsungan sektor ini sepanjang tahun.

Pada awal tahun, sektor ritel, khususnya di Jakarta, sudah dihadapkan dengan permasalahan banjir yang membuat lumpuh pergerakan masyarakat. Tak lama, pandemik COVID-19 pun datang.

Berikut ini adalah rangkuman bagaimana COVID-19 “menghajar” sektor ritel.

1. Penurunan sektor ritel sejak awal tahun dan berkurangnya kunjungan masyarakat

[KALEIDOSKOP] Perjalanan Sektor Ritel Dihajar Pandemik Sepanjang Tahun

Ketua Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Roy Mandey menyebut ritel pakaian di Indonesia sedang mengalami masa sulit sepanjang tahun 2020 ini. Kepada IDN Times, 18 Juni lalu, Roy mengatakan penyebabnya tidak hanya karena terdampak virus corona, namun banjir di awal tahun membuat nasib ritel pakaian hancur lebur.

Roy mengungkapkan pada kuartal pertama, khususnya bulan Januari-Februari, nasib ritel pakaian sudah memprihatinkan atau under perform. Pada kuartal pertama, ia mencatat pertumbuhan tahunan atau year on year (YoY) hanya 35 persen.

Senior Associate Director Research Colliers International Indonesia, Ferry Salanto mengatakan, berdasarkan riset yang dipublikasikan pada 8 April, nasib pusat perbelanjaan diperkirakan akan terus memburuk hingga akhir tahun 2020.

“Untuk dampak periode tiga bulan (terakhir) belum terlihat. Penurunan dari Q4 (kuartal empat Oktober-Desember) 2019 ke Q1 2020 (Januari-Maret) relatif datar, tapi sampai 2020 akhir kemungkinan akan terus turun,” katanya.

Ferry mengatakan tingkat hunian untuk ritel atau mal di luar Jakarta seperti Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi (Bodetabek) bisa lebih buruk nasibnya. Ia menyebut tingkat hunian mal di Bodetabek paling rendah bisa menyentuh 75 persen. Ferry juga melihat ada tanda-tanda akan tertundanya pembukaan mal. Hal ini imbas penundaan pekerjaan konstruksi termasuk jadwal operasi, terutama untuk mal-mal yang diperkirakan beroperasi setelah 2020.

Dewan Penasihat Himpunan Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia (Hippindo), Tutum Rahanta, mengatakan dari berbagai sektor turunan ritel yang ada, kondisi paling parah dialami oleh jasa penyedia mainan di pusat perbelanjaan, pusat kebugaran, bioskop, food and beverages, toko pakaian dan karaoke keluarga. Pendapatan keenam sektor turunan tersebut turun lebih dari 60 persen sejak awal pandemik.

“Bisa bertahan dan dapat omzet 50 sampai 60 persen sudah hebat. Karena gak ada omzet dari Maret,” ucapnya pada 12 Desember lalu.

2. Kerugian hingga Rp200 triliun lebih akibat menurunnya penjualan ritel

[KALEIDOSKOP] Perjalanan Sektor Ritel Dihajar Pandemik Sepanjang Tahun

Pada 30 April, penjualan ritel bahkan menurun hingga 80 persen. Staf Ahli DPP Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo), Abraham Ibnu mengatakan penurunan terasa terutama pada ritel yang terintegerasi dengan mal. Tapi yang lebih terasa departemen store, terjun bebas.

Ketua Dewan Penasehat Himpunan Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia (Hippindo) Handaka Santosa mengatakan pendapatan penjualan sebuah toko secara rata-rata di kondisi normal bisa mencapai Rp5 miliar. Dari jumlah tersebut, margin profit-nya adalah 25 persen atau Rp1,25 miliar. Jumlah itu masih harus dikurangi untuk membayar gaji, pajak reklame hingga Pajak Bumi Bangunan (PBB).

“Kalau average 8 persen itu Rp400 juta. Kalau sales-nya tinggal 10 persen tinggal Rp500 juta. Proftinya itu kita hanya dapat uang di tangan Rp125 juta jadi untuk membayar sewa… Apalagi kalau toko hanya di Jakarta, tidak punya online. Bayangin pendapatnya zero,” jelas CEO SOGO tersebut pada 18 Juni 2020.

Menteri Perdagangan Agus Suparmanto menyebut selama dua bulan terakhir (April-Mei 2020), pendapatan sektor ritel turun hingga Rp12 triliun. “Pusat perbelanjaan yang tidak aktif di DKI ada 70. Sekitar Jabodetabek ada 326. Pendapatan tidak sama dengan sebelum COVID-19,” kata Agus dalam webinar Ngobrol Seru IDN Times dengan tema ‘New Normal, Bisnis Ritel Pasca Pandemik COVID-19’, Kamis (18/6).

Angka kerugian terus bertambah. Pada 28 September, Ketua Umum Himpunan Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia (Hippindo) Budihardjo Iduansjah menyebut pengusaha ritel merugi hingga Rp200 triliun akibat pandemik COVID-19 dan kebijakan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) yang dilakukan pemerintah.

“Kalau angka, kami itu setahun sekitar Rp400 triliun. Kalau pun hanya 50 persen (yang operasional) ya omzetnya turun Rp200 triliun, ya kerugiannya di situ. Tapi kan biayanya gak bisa utuh,” kata Budi.

3. Tutupnya sejumlah ritel di Indonesia hingga PHK dan upaya menjaga nafas sektor ritel

[KALEIDOSKOP] Perjalanan Sektor Ritel Dihajar Pandemik Sepanjang Tahun

Pada 25 Maret 2020, perusahaan ritel, fashion asal Jepang UNIQLO, memutuskan untuk menutup semua gerainya di Indonesia untuk sementara waktu. “UNIQLO memutuskan untuk menutup sementara seluruh tokp UNIQLO di Indonesia mulai 27 Maret – 9 April 2020,” tulis UNIQLO dalam akun instagram resminya @uniqloindonesia, Rabu (25/3).

Ketua Umum Himpunan Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia (Hippindo) Budihardjo Iduansjah pada 28 September mengatakan ada sekitar 1,5 juta tenaga kerja di pusat perbelanjaan yang terpaksa dirumahkan atau berkurang pendapatannya. Angka ini adalah setengah dari total pegawai pusat perbelanjaan yang jumlahnya mencapai tiga juta orang.

PT Matahari Department Store Tbk akan menutup enam gerai besar mereka hingga akhir tahun ini. Penutupan dilakukan karena Matahari menilai keenam gerai sudah tidak menguntungkan. Pada Oktober 2020, Matahari juga telah menutup tujuh gerai mereka di Palembang, Bogor, DKI Jakarta, Balikpapan, Bali, Padang, dan Cirebon karena tidak menguntungkan.

Contoh lainnya adalah Pemegang lisensi KFC Indonesia, PT Fast Food Indonesia (FAST) telah menutup sekitar 97 gerainya menyusul penutupan pusat-pusat perbelanjaan karena penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar. KFC Indonesia juga terpaksa menurunkan hingga menunda pembayaran THR, dengan mekanisme yang bervariasi.

Dewan Penasihat Himpunan Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia (Hippindo), Tutum Rahanta mengatakan penutupan sejumlah gerai yang tidak menguntungkan adalah salah satu strategi untuk sektor ritel bertahan hidup.

Cara lain yang dilakukan agar sektor ritel bisa bernapas. Seperti memberlakukan protokol kesehatan agar masyarakat mau berkunjung, permintaan perpanjangan jam buka di masa PSBB, rencana pesta diskon hingga permintaan insentif kepada pemerintah.

Meski Indonesia sudah mulai kedatangan vaksin, Tutum menilai implementasi nyata dari vaksin itu baru bisa terjadi ketika masyarakat sudah kembali berkaktivitas. Selain itu sektor ritel juga dipengaruhi oleh sektor lainnya.

Jika vaksinisasi berjalan lancar, Tutum memperkirakan pergerakan masyarakat untuk kembali berbelanja di ritel terjadi pada kuartal II 2021. “Karena kuartal II 2021 ada lebaran. Kalau recovery itu tidak terjadi, akan banyak ritel lagi yang bisa tumbang, kita bisa lebih sulit lagi. Karena jika lebih dari itu, nafas kita tidak akan kuat,” kata Tutum.

[ad_2]

Sumber: Berita ini telah tayang di situs idntimes.com, klik link disini!

Tentang Penulis: admin

Gambar Gravatar
Website media INFOMURNI merupakan website resmi yang berbadan hukum, Berisikan berbagai informasi untuk publik.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.