Kapolres Kep. Yapen AKBP Ferdyan Indra Fahmi, Sang Penakluk Hati KKB

oleh

[ad_1]

Saat Papua makin panas akibat kelompok kriminal bersenjata (KKB). Justru terjadi anomali, yang menjadi oase untuk pendekatan kekeluargaan dari pada sekedar acungan senjata. AKBP Ferdyan mampu mengembalikan Pimpinan KKB Yapen Noak Orarei ke pangkuan pertiwi.

Ilham Wancoko, Jakarta, Jawa Pos

JASUS telah memberikan informasi terjadinya gangguan keamanan dari KKB di Distrik Kosiwo, Kepulauan Yapen pada akhir 2020. Pemerasan bersenjata api yang dilakukan KKB ini, jelas bukan tindakan kriminal biasa. Ferdyan yang baru saja menjabat Kapolres Kepulauan Yapen pada Februari itu buru-buru mencari cara.

Dalam benaknya telah terpendam konsep untuk menaklukkan KKB tanpa kekerasan. Ngelurug tanpa bala dan menang tanpa ngasorake. ”Saya berupaya untuk menyerang tanpa pasukan dan menang tanpa merendahkan. Maka, yang dipilih bukan pendekatan hukum, tapi restorative justice,” tuturnya.

Karena tujuan mulia itulah, Ferdyan lantas memaksa tim-nya bekerja ekstra. Tim itu diperintahkan untuk memetakan kemungkinan sosok yang mampu mempengaruhi KKB. Barang kali ada celah, ada kesempatan. Tentunya untuk mendekati anggota KKB, entah melalui keluarga atau siapapun. ”Setelah satu bulan, pintu masuk telah ditentukan. Melalui istrinya dan kakak kandungnya,” jelasnya.

Awalnya, saat mendekati istri Noak, tim ini seperti tidak berkutik. Istri Noak menutup pintu rapat-rapat. Tim yang sering kali memastikan bahwa istri Noak berada di rumah justru mendapati rumah yang kosong. ”Memang kami dihindari,” tuturnya.

Namun, tim tak patah arang dalam berjuang. Tim ini selalu mendapatkan petunjuk dari Ferdyan untuk terus bertamu. Terus membawa oleh-oleh, sekedar untuk membantu kehidupan sehari-hari keluarga Noak. Ferdyan sendiri mendapatkan informasi bahwa Noak dan istrinya hanya bisa bertemu beberapa kali dalam lima tahun ini. ”Anaknya lahir tanpa ditemani Noak,”jelasnya.

Bertemu saja jarang, apalagi untuk menafkahi istri dan anaknya. Prediksi dari Fredyan tepat. Akhirnya, istri Noak luluh, pintu komunikasi mulai terbuka. Istrinya mengeluhkan betapa suaminya tidak pernah pulang. Tidak memiliki kehidupan normal semacam warga lainnya. ”Saat itulah, saya menawarkan restorative justice. Catatan kriminal Noak akan dihapus bila kembali ke Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI),” ujarnya.

Istri Noak yang masih bimbang meminta pertimbangan kakak kandung Noak. Ternyata, kakak kandung Noak itu memiliki pandangan berbeda dari Noak. Perlu diketahui, Noak ini menjadi pimpinan KKB menggantikan Rudi Orarei, yang tewas dalam baku tembak dengan kepolisian beberapa tahun sebelumnya. ”Dengan pandangan kakak Noak lainnya, kami semakin yakin bisa mengembalikan Noak,” tuturnya.

Namun, tetap saja masih ada kekhawatiran dari kedua belah pihak. Baik dari Noak dan Ferdyan. Jelas keduanya mengkawatirkan kemungkinan adanya jebakan. Memang dalam jalur damai ini, kepercayaan itu tetap masih rapuh. ”Saya perlu menghitung-hitung, begitu juga Noak,” terangnya.

Ferdyan akhirnya berkomunikasi menggunakan sambungan telepon dengan Noak. Menggunakan handphone kakak kandungnya Noak. Dalam sambungan telepon itu, Noak ingin mendengar secara langsung dari Ferdyan soal menghapus catatan kriminalnya. ”Ya, saya akan hapus catatan kriminalmu,” tuturnya pada Noak.

Tapi, komunikasi via telepon itu dilanjutkan dengan pertemuan secara langsung. Noak yang memutuskan lokasi dan waktunya. Tanpa senjata, tanpa pasukan. Ferdyan nekat untuk menemuinya. ”Noak bilang di telepon itu, besok. Saya setuju saja,” ujarnya.

Hari bersejarah dialog perdamaian pun terjadi pada Selasa (16/3) pukul 21.30 WIT. Melalui sambungan telepon, Ferdyan diberitahukan lokasi pertemuannya. Di sebuah warung yang terletak di perbatasan Kepulauan Yapen. Saat tiba di warung itu, sudah ada istri dan kakak Noak, serta beberapa orang lainnya. ”Kedatangan istri dan kakaknya ini yang membuat saya yakin bahwa ini bukan jebakan,” tuturnya.

Memang Ferdyan datang tanpa membawa senjata. Tanpa seragam yang menimbulkan kesan kaku. Hanya mengenakan kemeja kotak warna coklat dan kenekatannya. Suasana saat itu dingin, harap-harap cemas terlihat di wajah setiap orang. Setelah kakak kandungnya menelepon Noak. Noak mulai menunjukkan dirinya, dengan kaos hitam dan celana pendek. Jelas kehadiran Noak mengubah semuanya menjadi keriangan.

Istri Noak senyumnya merekah. Kakak kandung Noak pun tersenyum lepas. Ferdyan pun tertawa girang, kembalinya Noak ke pangkuan pertiwi sudah di depan mata. Tapi, jelas Noak merasakan hal yang berbeda. Noak lebih banyak menunduk. Mungkin karena kehadiran Ferdyan yang tampak akrab dengan kakak kandung dan istrinya. ”Entah kenapa sering menunduk,” jelasnya.

Ferdyan yang membuka percakapan. ”Bagaimana kabarmu Noak.” Tanyanya. Noak menjawab kondisinya baik-baiknya. Setelah itu, Noak pun meminta penjelasan dari Ferdyan. Soal janji-janjinya untuk membantunya kembali ke NKRI. ”Saat itu saya janjikan hapus catatan kriminalnya dan mengangkatnya sebagai adik,” paparnya.

Dengan mengangkatnya sebagai adik, AKBP Ferdyan memiliki tanggungjawab untuk ikut mensejahterakan keluarga Noak. Mencarikan pekerjaan hingga memberikan perhatian. ”Saya sudah berniat, menjadikan Noak adik angkat,” jelasnya.

Ferdyan pun mengatakan, bila dirinya tidak bisa dipercaya. Tentunya, polisi se-kabupaten kep. Yapen tidak pula bisa dipercaya. ”Saya seorang Kapolres, kalau tidak percaya saya. Siapa lagi,” ujarnya meyakinkan Noak.

Saat itu, Noak terlihat berunding dengan istri dan kakaknya. Hamper 30 menit mereka berbicara menggunakan bahasa Yapen. ”Akhirnya, Noak bicara akan ke Polres Yapen besok,” jelasnya. Tak disangka, 17 Maret 2021 juga menjadi hari bersejarah.

Baca juga: Aparat Terus Buru KKB, Kontak Senjata Masih Terjadi di Ilaga

Noak menyerahkan diri ke Polres Kepulauan Yapen. Membawa dua pucuk senjata api rakitan dengan 15 butir amunisi. Dalam prosesi penyerahan diri itu, Noak mau untuk mencium bendera merah putih. Sebuah keberhasilan yang membanggakan. ”Saya sendiri lega dengan ini,” paparnya.

Memang Noak memiliki setidaknya 12 anggota. Mereka semua pada awalnya bubar dengan sendirinya. Namun, ternyata AKBP Ferdyan tidak mau setengah-setengah dalam bekerja. Meraka berhasil diyakinkan untuk kembali ke pangkuan ibu pertiwi, yakni Paul Wondiwoi, Yames Wondiwoi, Yusup Takuyata, dan Stefanus Woriasi.

Empat simpatisan KKB itu membawa empat senjata api rakitan beserta sebelas butir amunisi. Ferdyan mengatakan, sangat berterima kasih terhadap simpatisan dan anggota KKB eilayan Angkaisera dan Yapen, yang mau kembali ke pangkuan pertiwi. ”Kami membuka tangan lebar-lebar dan menerima mereka sebagai keluarga. Kami akan mendukung kehidupan mereka yang baru,” tegasnya.

[ad_2]

Sumber: Berita ini telah tayang di situs jawapos.com, klik link disini!

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.