Kasus Korupsi Jasindo, KPK Dalami Aliran Uang Tersangka Kiagus Emil

oleh

[ad_1]

JawaPos.com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah memeriksa seorang saksi dari unsur swasta, Nina Herlina, pada Rabu (7/7). Nina didalami terkait pembayaran komisi kegiatan fiktif agen PT Asuransi Jasindo (Persero) dalam penutupan (closing) asuransi oil dan gas pada BP MIGAS-KKKS Tahun 2010-2012 dan Tahun 2012-2014.

Pelaksana tugas (Plt) juru bicara KPK Ipi Maryati menyampaikan, tim penyidik KPK mencecar Nina terkait aliran uang terhadap tersangka kasus korupsi di Jasindo, yang kini menjadi anak usaha holding asuransi dan penjaminan BUMN Indonesia, Indonesia Financial Group (IFG).

“Saksi Nina Herlina (swasta) diperiksa sebagai saksi untuk tersangka KEFC (Kiagus Emil Fahmy Cornain) dkk. Yang bersangkutan hadir dan dikonfirmasi antara lain terkait dengan dugaan penerimaan sejumlah uang dari berbagai pihak oleh tersangka KEFC (pemilik PT AMS),” kata Ipi dalam keterangannya, Rabu (7/7).

Lembaga antirasuah saat ini memang sedang fokus berkoordinasi dengan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Koordinasi tersebut dilakukan untuk menghitung secara pasti kerugian keuangan negara akibat korupsi yang berkaitan dengan PT Jasindo.

KPK telah menetapkan dua orang tersangka dalam perkara dugaan gratifikasi jasa konsultansi Bisnis Asuransi dan Reasuransi Oil dan Gas pada PT Jasindo. Kedua tersangka itu yakni pemilik PT. Ayodya Multi Sarana, Kiagus Emil Fahmy Cornain dan mantan Direktur Keuangan dan Investasi PT Jasindo, Solihah.

Perkara ini merupakan pengembangan penyidikan dengan tersangka mantan Direktur Utama PT Asuransi Jasa Indonesia, Budi Tjahjono. Saat ini perkera yang menjerat Budi telah berkekuatan hukum tetap.

KPK menyatakan, Budi yang menginginkan PT Asuransi Jasa Indonesia menjadi leader konsorsium dalam penutupan asuransi proyek dan aset BP Migas-KKKS tahun 2009-2012, dengan dibantu oleh Kiagus Emil Fahmy untuk melakukan lobi dengan beberapa pejabat di BP Migas. Karena sebelumnya Asuransi Jasa Indonesia bersatus sebagai co-leader.

Berkat bantuan Emil, Budi selanjutnya memberikan sejumlah uang dengan memanipulasi cara perolehannya seolah-olah menggunakan jasa agen asuransi bernama Iman Tauhid Khan (ITK), anak buah Emil.

Sehingga terjadi pembayaran komisi agen dari PT Asuransi Jasa Indonesia kepada Iman sebanyak Rp 7,3 miliar. Padahal terpilihnya PT Asuransi Jasa Indonesia sebagai leader dalam konsorsium penutupan asuransi di BP Migas melalui beauty contest tidak menggunakan agen.

Hal ini bertentangan dengan ketentuan Pasal 1 angka (9) dan Pasal 19 angka (2) Surat Keputusan Direksi PT Asuransi Jasa Indonesia (Persero) No. SK. 024 DMA/XI/2008 tanggal 17 November 2008 tentang Pola Keagenan Marketing Agency PT Asuransi Jasa Indonesia.

Dari uang senilai Rp 7,3 miliar itu, sebanyak Rp 6 miliar diserahkan Emil kepada Budi. Sedangkan Rp 1,3 miliar digunakan untuk kepentingan Emil.

Baca Juga: Ini Sanksi Pidana Bagi Pelanggar PPKM Darurat

Baca Juga: BPOM Sudah Keluarkan Izin Dua Obat Perawatan Covid-19

Hal ini dilakukan untuk menindaklanjuti perintah Budi agar PT Asuransi Jasa Indonesia tetap menjadi leader konsorsium dalam penutupan asuransi proyek dan aset BP Migas-KKKS tahun 2012-2014, dilakukan rapat direksi yang di antaranya dihadiri oleh Solihah selaku Direktur Keuangan PT Asuransi Jasa Indonesia.

Dalam rapat direksi tersebut diputuskan tidak lagi menggunakan agen Iman. Agen diganti dengan Supomo Hidjazie dan disepakati untuk pemberian komisi agen dari Supomo dikumpulkan melalui Solihah.

Dalam proses pengadaan penutupan asuransi proyek dan aset BP Migas-KKKS tahun 2012-2014 tersebut, Budi tetap menggunakan modus seolah-olah pengadaan tersebut didapatkan atas jasa agen asuransi Supomo tersebut dengan pembayaran komisi sejumlah USD 600 ribu.

Kemudian uang tersebut diberikan secara bertahap oleh Supomo kepada Budi melalui Solihah. Pembagiannya antara lain USD 400 ribu guna keperluan pribadi Budi, sementara sisanya USD 200 ribu untuk keperluan Solihah.

Kedua tersangka disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Reporter: Ridwan

[ad_2]

Sumber: Berita ini telah tayang di situs jawapos.com, klik link disini!

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.