Kata Bagong, Ganjal Puanowo!

oleh

[ad_1]

TUHAN tak membebani Bagong, melainkan cuma yang sesuai dengan kesanggupannya. Lidah bungsu ponokawan cadel itu sanggupnya bilang ”Ganjal”, bukan ”Ganjar”. Yo wis, sak bahagianya. Herannya, ”Pranowo” tak sekalian ia lafalkan ”Planowo”. Lidahnya cuma sanggup melafalkan ”Puanowo”. Tak konsisten? Jangan kesusu maido begitu.

Nanti kesayangan Semar ini akan lebih lantang balik maido, ”Kalau para petinggi saja boleh nggak konsisten, kenapa partai wong cilik kayak aku harus konsisten?”

Hayo, kuuuapokmu kapan?

Lagi pula, sebutan ”Puanowo” bukan ledekan Bagong buat Puan Maharani. Salahnya apa Puan tak mengundang Ganjar ke ulem-ulem pengarahan kader PDIP di Semarang? Cemburu karena elektabilitas ke-RI-1-an Ganjar lebih tinggi darinya, bersaing dengan Anies dan Kang Emil? Ya, endaklah. Wong, bagi Bagong, Semarang kaline banjir itu maknanya Ganjar adalah tuan rumah di Semarang, Jawa Tengah. Seperti Anies Baswedan tuan rumah di daerah banjir di DKI Jakarta. Pun Ridwan Kamil tuan rumah di daerah banjir di Jabar. Masak tuan rumah perlu diundang untuk hadir di rumahnya sendiri?

Kelak, entah Ganjar entah Puan yang jadi kepala negara, jangan ada lagi teriakan ”negara harus hadir” pada setiap kelaparan maupun pengangguran dan yang sebangsa itu di tanah air. Yang sebaiknya hadir cuma tamu-tamu undangan. Kepala negara itu tuan rumah di negaranya sendiri kalau Ganjar yang jadi presiden, dan puan/nyonya rumah di negerinya sendiri jika Puan yang jadi orang nomor wahidnya.

Tapi, Ganjar juga tidak keliru kalau pas kumpul-kumpul pengarahan kader-kader partai wong cilik di ”rumah”-nya ini tak ada di ”rumah”, malah gowes sepeda di Jakarta. Ingat, menjaga kesehatan itu penting agar kelak, kalau sudah jadi presiden dan saksi-saksi sudah bilang ”sah”, Ganjar bisa betul-betul hadir di dunia nyata sebab sehat. Toh Puan sudah wanti-wanti agar pemimpin tidak cuma hadir di dunia medsos.

Sambil sepedaan, Ganjar sambil sowan ke Mbak Mega untuk menyerahkan lukisan tentang Mbak Mega bersama anak-anak Indonesia berbagai etnis karya pelukis Joko Wido, eh, Djoko Susilo, apa itu lebih menyehatkan lagi?

Yang bisa dibebani menjawab itu hanya Puan. Jangan dibebankan pada pasangan Puan Ganjar, misalnya. Mustahil, sebab Ganjar laki-laki. Tuan Ganjar lebih masuk nalar. Pasangan Ganjar Puan sama anehnya. Belum tentu Puan suka Ganjar, kan? Kalau genjer seperti yang dijajakan di Taman Bungkul Surabaya sore-sore mungkin Puan suka. Apalagi pakai kerupuk singkong yang lebih lebar dari moncong putih itu. Genjer Puan berarti makanan rakyat yang dimasak oleh Puan.

Pokoknya, keduanya jangan ditunggal-tunggalkan. Puan, berdasar dapilnya di Solo dan sekitarnya, menyebut bungsu ponokawan itu Bagong. Ganjar, atas dasar jati diri Banyumasan-nya, menyebut Bawor. Semoga keduanya tak ganjal-ganjalan menuju 2024. Semoga mereka selalu eling bahwa Bagong dan Bawor sejatinya satu, yaitu sama-sama penggemar penganan wong cilik: genjer! (*)

*Sujiwo Tejo adalah Presiden Jancukers

[ad_2]

Sumber: Berita ini telah tayang di situs jawapos.com, klik link disini!

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.