[ad_1]
JawaPos.com – Wakil Ketua MPR RI, Lestari Moerdijat mengatakan, bangsa yang merdeka harus mampu berkerja dan berpikir progresif, berpijak di atas pondasi kebangsaan, mengimplementasikan nilai-nilai berbangsa dan bernegara untuk kesejahteraan bersama.
“Sebab kemerdekaan menuntut tanggung jawab untuk meneruskan cita-cita para pendiri bangsa melalui implementasi kemanusiaan, persatuan, musyarawah, keadilan sosial dan kesejahteraan masyarakat,” kata Lestari Moerdijat saat membuka diskusi daring bertema Tantangan Kebangsaan 76 Tahun Indonesia Merdeka yang digelar Forum Diskusi Denpasar 12, Rabu (18/8).
Menurut Lestari, untuk mengisi kemerdekaan tak hanya dengan seremoni peringatan tetapi pemaknaan secara menyeluruh dan khidmat melalui kontemplasi akan perjalanan bangsa dengan segala pencapaian dan tantangan yang ada. Karena disrupsi dan pandemi saat ini mewarnai perjalanan bangsa dalam mengisi kemerdekaan.
“Sehingga, pekerjaan rumah saat ini adalah bagaimana kita bisa survive mengatasi sejumlah tantangan yang saat ini ada di depan mata,” tegas anggota Majelis Tinggi Partai NasDem yang biasa disapa Rerie itu.
Dalam diskusi tersebut, Ketua Kopri PB PMII, Maya Muizatil Lutfillah mengungkapkan, kemerdekaan bisa dimaknai antara lain sebagai kebebasan, kedaulatan, kemandirian, edukasi dan sumber hukum. Sejumlah makna tersebut bisa menjadi stimulus terbentuknya sejumlah instrumen untuk mengisi kemerdekaan.
Sebagai contoh, makna di sektor edukasi dari kemerdekaan, menurut Maya, menghasilkan organisasi pelajar yang mampu berperan aktif dalam merebut kemerdekaan.
Sedangkan Rektor Universitas Islam Internasional Indonesia (UIII), Komaruddin Hidayat menilai, Indonesia relatif lebih baik ketimbang Afganistan, yang setelah ditinggal Amerika Serikat terancam perpecahan antarasuku yang ada. Meskipun Indonesia terdiri berbagai suku, terbukti mampu bersatu dalam bentuk negara kesatuan Republik Indonesia.
“Dengan berdirinya Republik Indonesia, kita bisa sejahtera dan maju untuk menjawab beban bersama dalam mengisi kemerdekaan,” ujarnya.
Secara teknis, Komaruddin menilai, dengan berbagai keberagaman yang dimiliki Indonesia, tidak ada sistem politik yang lebih baik dari demokrasi. Namun, demokrasi hingga saat ini belum mampu mendekatkan kepada kesejahteraan dan keadilan.
“Bahkan, praktik demokrasi di Indonesia menciptakan oligarki di sektor politik,” ujarnya.
Seharusnya, tegas Komaruddin, untuk menghindari terjadinya oligarki di bidang politik, partai politik wajib memiliki akar yang kuat di masyarakat dan ke atas punya komitmen kuat dalam membangun bangsa dan negara.
Terkait dengan pengendalian, Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Tjandra Yoga Aditama mengungkapkan, saat ini kondisi pengendalian Covid-19 di tanah air masih fluktuatif. Karena, untuk mengetahui kepastian dalam pengendalian Covid-19, persyaratannya adalah kita harus mampu memastikan proses diagnosis, ketersediaan obat dan vaksinasi yang baik.
“Bila ada cara mendiagnosa, pengobatan dan vaksinasi yang mudah, murah dan cepat, baru bisa dipastikan kapan kita bisa mengendalikan penyebaran Covid-19,” tegas Tjandra.
Namun hingga saat ini, jelas Tjandra, Indonesia masih dalam lorong yang gelap dan belum terlihat ujung cahaya dalam proses pengendalian Covid-19.
Sementara itu, Pengamat Pertahanan Keamanan, Connie Rahakundini Bakrie menilai tantangan di sektor pertahanan bagi Indonesia di usia kemerdekaan yang ke 76 tahun ini akan berfokus pada perkembangan keamanan kawasan Indo Pasifik.
Connie berpendapat, sikap politik luar negeri Indonesia yang memilih untuk tidak masuk dalam blok mana pun atau non-blok harus ditinjau ulang. Karena di era globalisasi ini, menurut Connie, sulit untuk tidak berpihak dan bekerjasama dalam menghadapi tantangan di bidang pertahanan dan keamanan dalam satu kawasan.
Dalam melakukan pembangunan sektor pertahanan nasional, menurut Connie, Indonesia harus memiliki kesadaran lingkungan sehingga paham atas kemampuannya dalam menghadapi berbagai bentuk ancaman. Selain itu, Indonesia juga harus memiliki kemampuan mengelola lingkungan dan membangun intelektual untuk meningkatkan daya saing bangsa.
Jurnalis senior, Saur Hutabarat menilai, bangsa Indonesia sudah merdeka, tapi belum mampu menegakkan disiplin. Padahal, jelas Saur, disiplin merupakan tulang punggung dari keadaban.
“Di masa pandemi, tegasnya, sikap disiplin adalah segalanya. Tanpa sikap disiplin, kita tidak akan mampu keluar dari pandemi Covid-19. Karena banyak perkara besar harus diawali dengan perkara kecil seperti menegakkan disiplin di berbagai bidang,” pungkasnya
[ad_2]
Sumber: Berita ini telah tayang di situs jawapos.com, klik link disini!