[ad_1]
JawaPos.com – Majelis hakim Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta sebelumnya mengabulkan nota keberatan atau eksepsi yang diajukan 13 korporasi manajemen investasi (MI) dalam kasus dugaan korupsi PT. Asuranji Jiwasraya.
Pakar hukum pidana Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar menyesalkan hal ini, dia memandang Kejaksaan Agung (Kejagung) tidak profesional dalam menangani perkara Jiwasyara.
Adapun 13 manajer investasi itu antara lain, PT Dhanawibawa Manajemen Investasi yang saat ini bernama PT Pan Arcadia Capital: PT Oso Manajemen Investasi; PT Pinnacle Persada Investama; PT Millenium Capital Management yang sebelumnya bernama PT Millenium Danatama Indonesia; PT Prospera Asset Management; PT MNC Asset Management yang sebelumnya bernama PT Bhakti Asset Management; PT Maybank Asset Management, yang sebelumnya bernama PT GMT Aset Manajemen atau PT Maybank GMT Asset Management; PT Gap Capital. Kemudian PT Jasa Capital Asset Management, yang sebelumnya bernama PT Prime Capital; PT Pool Advista Aset Manajemen yang sebelumnya bernama PT Kharisma Asset Management; PT Corfina Capital; PT Treasure Fund Investama dan PT Sinarmas Asset Management.
“Putusan hakim tersebut menunjukan bahwa jaksa tidak jeli dalam memisahkan antara pelaku satu perkara d dengan perkara lainnya. Menurunnya kualitas kejaksaan, tergambar dari putusan yang menyebutkan bahwa ada pencampuran perkara yang berlainan dalam satu perkara,” kata Fickar dikonfirmasi, Rabu (18/8).
Fickar mengutarakan, hal ini harus menjadi perhatian serius Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin sebagai pemimpin Kejaksaan. “Karena justru Kejaksaan sebagai pimpinan penyelesaian perkara pidana,” papar Fickar.
Pernyataan senada disampaikan oleh pengamat kejaksaan Kamilov Sagala. Dia memandang, putusan tersebut bukti menurunnya kualitas Kejaksaan. Dia mengharapkan, kualitas sumber daya manusia (SDM) di Korps Adhyaksa harus lebih ditingkatkan, apalagi seiring meningkatnya renum atau penghargaan atas kinerja Kejaksaan.
“13 identitas itu (manajer investasi) jelas berbeda satu sama lain kok jadi satu? Terkesan ambil jalan mudah saja, atau memang timnya tidak memahami secara detail kasus tersebut, atau ini salah satu modus jaksa menjebak hakim sehingga memutuskan sesuatu yang keliru?” cetus Kamilov.
Kamilov pun memperkirakan, adanya kemungkinan jaksa kurang teliti dan dalam menyusun dakwaan. Karena dalam suatu persidangan, penyusunan dakwaan selain bukti-bukti ada strategi lainnya.
“Tetapi kejadian ini menunjukan kinerja Jaksa gagal dan tentu para hakim dengan jam terbang tinggi dengan mudah akan menyadari hal-hal seperti itu. Semoga semua penegak hukum bekerja dengan hati nurani kebenaran yang hakiki,” ujarnya.
Sebelumnya, majelis hakim Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta mengabulkan nota keberatan atau eksepsi yang diajukan 13 korporasi manajemen investasi (MI) dalam kasus dugaan korupsi PT. Asuranji Jiwasraya. Mulanya, 13 MI itu didakwa melakukan tindak pidana korupsi dalam pengelolaan transaksi pembelian dan penjualan instrumen keuangan pada reksa dana milik PT Asuranji Jiwasraya pada 2008-2018.
“Mengadili, menerima keberatan atau eksepsi tentang penggabungan berkas perkara terdakwa 1, 6, 7, 9, 10, 12. Menyatakan surat dakwaan batal demi hukum, memerintahkan perkara a quo tidak diperiksa lebih lanjut,” kata Ketua majelis hakim IG Eko Purwanto di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (16/8).
Dalam pertimbangannya, majelis hakim menyatakan, kasus rasuah yang menjerat 13 perusahaan investasi tersebut tidak berhubungan satu sama lain. Sehingga akan menyulitkan majelis hakim untuk menilai perbuatan masing-masing terdakwa.
“Tindakan penuntut umum yang menggabungkan begitu banyak perkara ke dalam satu berkas perkara akan menyulitkan majelis hakim untuk memilah-milah tiap perkara pidananya. Oleh karenanya, akan merugikan kerugian yang begitu besar bagi para terdakwa,” ujar hakim Eko.
Majelis hakim menuturkan, tindak pidana yang didakwakan kepada 13 terdakwa korporasi tersebut tidak ada sangkut paut dan hubungan satu sama lain.
“Konsekuensi pemisahan para terdakwa juga mengakibatkan kehadiran masing-masing terdakwa tidak relevan terhadap terdakwa lainnya, masing-masing terdakwa jadi terpaksa turut serta terhadap pemeriksan terdakwa lain dan penyelesaian saksi-saksi dari terdakwa yang satu tergantung dengan pemeriksaan terdakwa lainnya,” papar hakim Eko.
Hakim menilai, perkara tersebut menjadi rumit dan bertentangan dengan asas persidangan yang sederhana, cepat dan berbiaya ringan. Menurutnya, syarat penggabungan seperti dalam pasal 141 KUHAP untuk pemeriksaan tidak terpenuhi sehingga keberatan atau eksepsi terhadap penggabungan berkas perkara yang diajukan terdakwa 1, 6, 7, 9, 10 dan 12 dipandang beralasan dan berdasarkan hukum oleh karenanya harus diterima.
“Karena keberatan terhadap penggabungan berkas perkara diterima, maka surat dakwaan dakwaan harus dinyatakan batal demi hukum,” tandas Hakim Eko.
[ad_2]
Sumber: Berita ini telah tayang di situs jawapos.com, klik link disini!