LAMPUNG (IM) – Keterwakilan Perempuan paling sedikit 30 persen pada perekrutan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Lampung menjadi hal penting di perhatikan. Sabtu 5 Agustus 2023.
Hal itu tentunya perempuan dan laki-laki memiliki kapabilitas yang tidak ditentukan oleh jenis Gendernya.
Dengan melibatkan perempuan di berbagai lembaga tentunya akan memberikan perspektif dan hasil yang lebih baik dan komprehensif.
Hal itu merupakan upaya bersama dalam mewujudkan kesetaraan gender guna menciptakan harmoni bagi dinamika positif di semua aspek.
Seperti dilansir dari Koraneditor. Desakan untuk merevisi Undang-undang Nomor 07 Tahun 2017 (UU 07/17) tentang komposisi keanggotaan KPU dan Bawaslu dangan frasa ‘memperhatikan’ keterwakilan perempuan paling sedikit 30 persen mencuat di publik. Pasalnya, kata frasa ‘memperhatikan’ yang tertuang dalam Pasal 10 ayat 7 dan pasal 92 ayat 11 itu belum menguatkan kesempatan kaum perempuan yang ingin mengabdikan dirinya di lembaga pemilu.
Hal itu terbukti, dalam seleksi Calon Anggota Bawaslu Lampung tahun 2022 dan tahun 2023. Di dua seleksi tersebut, tidak ada kaum perempuan yang terpilih. Tidak hanya di tingkat provinsi, dalam seleksi anggota Bawaslu Kabupaten/kota yang tengah berjalan ini pun juga demikian.
Dari 15 kabupaten/kota, lima diantaranya tidak ada keterwakilan perempuan.Ketua Kaukus Perempuan Parlemen Indonesia (KPPRI) Provinsi Lampung, Apriliati menyampaikan keberatannya terhadap interpretasi pada frasa ‘memperhatikan’ tersebut.
Menurutnya Kata ‘Memperhatikan’ dijadikan sebagai sebuah alasan tidak adanya keterwakilan perempuan pada lembaga Pemilu.
Semestinya, kata memperhatikan tersebut adalah kewajiban, karena memuat maksud tersirat dan tersurat. Terdapat pesan moral dalam pasal itu untuk memperhatikan keterwakilan perempuan.
“Boro-boro 30 Persen keterwakilan perempuan yang terjadi adalah 0 Persen. Padahal 8 besar anggota Bawaslu Lampung kemarin, terdapat 1 perempuan, mengapa tidak dipertahankan,” kata Aprilliati, selepas acara dialog publik ‘Posisi Politik Perempuan Hari ini, Pentingkah? yang diselenggarakan oleh Forum Puspa Lampung bersama Forum Jurnalis Perempuan Indonesia (FJPI) Lampung di FISIP Unila pada Rabu 2 Agustus kemarin.
Padahal, kata dia, Bawaslu sangat menegaskan terkait regulasi 30 Persen keterwakilan perempuan terhadap Bacaleg di masing-masing Dapil, bahkan mengancam akan mendiskualifikasi jika tidak memenuhi kuota perempuan tersebut.
Bahkan kepengurusan partai politik tidak memenuhi 30 Persen keterwakilan perempuan dijadikan problem. “Namun disini, dalam proses seleksi, Bawaslu abai terhadap lembaganya sendiri, dengan menginterpretasikan frasa ‘memperhatikan’ bukanlah sebagai sebuah kewajiban,” ujar Anggota Komisi V DPRD Provinsi Lampung ini.
Maka itu, lanjut dia, perlu ada upaya untuk terus menyuarakan upaya peningkatan partisipasi dan keterwakilan perempuan. Dan langkah yang paling ampuh adalah manakala Kaukus Politik Parlemen dan Non Govermental Organization (NGO) perempuan mengirim rekomendasi ke Bawaslu Pusat, DPR RI, dan Kemendagri.
“Rekomendasi tersebut agar frasa dalam aturan tentang makna pasal 10 ayat 7 dan pasal 92 ayat 11 bisa diperjelas, jika aturan tersebut banci dan mandul mending dihapuskan saja frasaya,” ujar Politisi PDI Perjuangan ini.Ia menilai, kedepan perlu terdapat regulasi yang tegas.
Sebagaimana tujuan dibuatnya undang undang-undang adalah untuk keadilan, kemanfaatan, dan kepastian hukum. “Jika undang-undang tersebut tidak membawa manfaat yang baik bagi perempuan dan di intervetasikan dengan macam-macam mending di revisi saja,” tukasnya.
Gayung bersambut, desakan untuk merevisi undang-undang juga datang dari Ketua Kaukus Perempuan Politik Indonesia (KPPI) Lampung, Nenden Tresnanursari. Politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu menilai perlu ada regulasi yang tegas dan jelas dalam persoalan ini.
“Oleh karena itu semangat kita adalah semangat merevisi undang-undang yang sudah ada sekarang, meskipun yang sekarang sudah berjalan dan putusannya menggunakan regulasi undang-undang yang kemarin, tapi untuk ke depan saya pikir harus ada revisi untuk wakil rakyat di DPR RI,” jelasnya.
Caleg DPRD Provinsi Lampung Dapil Bandarlampung ini juga mengatakan, revisi undang-undang terkait keterwakilan perempuan harus menjadi catatan prioritas untuk dibahas bersama, baik oleh para akademisi serta lembaga-lembaga yang secara praktis berjuang untuk perempuan.
“Dan yang terpenting adalah lembaga partai politik yang mempunyai perpanjang tangan di DPR itu yang kita harus terus lakukan sosialisasi dan menyamakan persepsi.
Karena saya yakin kalau kita semua sudah satu persepsi, maka keberadaan dan keterwakilan perempuan di semua tingkat kelembagaan itu menjadi amat penting,” tukasnya.
(Putra)