Ketika Para Suporter Gelisah

oleh

[ad_1]

ADA banyak cara mencintai klub kebanggaan. Tidak selalu harus datang ke stadion. Atau, membeli merchandise asli tim. Mencintai juga bisa lewat kiprah literasi.

Itulah yang sudah dilakukan beberapa kelompok suporter di Indonesia. Baik yang timnya berkiprah di Liga 1, masih di Liga 2, maupun yang harus bertarung di Liga 3.

Di pelataran teratas kompetisi sepak bola di tanah air, misalnya, ada Bonek (suporter Persebaya) dan The Jakmania (suporter Persija). Di luar keduanya, kiprah literasi suporter dalam berbagai platform juga bisa ditemukan di sejumlah klub Liga 1 lain. Misalnya, pendukung Persib Bandung, PS Sleman, PSIS Semarang, dan Arema FC.

Bonek dan Jakmania sudah menghasilkan banyak karya literasi sebagai wujud kecintaan terhadap klub ataupun sepak bola Indonesia. Bonek, misalnya, melalui komunitas bernama Bonek Writer Forum (BWF), sudah menghasilkan tiga buku: Make Persebaya 92eat Again versi e-book (2019), Tolak Bala Sepak Bola (2020), serta Sepak Bola dan Kelas Pekerja (2021).

Selain itu, BWF punya website yang membahas soal sejarah-sejarah Green Force bernama SejarahPersebaya.com serta koran digital BWF tahun 2020 bertepatan dengan ulang tahun ke-93 Persebaya. Lahir pada Desember 2018, anggota BWF datang dari berbagai latar belakang.

Ada dosen, fotografer, wartawan, hingga wiraswasta. ”Kami tidak membatasi. Yang penting suka Persebaya dan ada kecintaan kepada literasi,” kata R.N. Bayu Aji, salah seorang anggota BWF, kepada Jawa Pos.

Dia menjelaskan, BWF lahir dari keresahan atas minimnya literasi yang membahas Persebaya dan sepak bola Surabaya secara khusus. Dari obrolan warung kopi, keresahan itu lantas diwujudkan untuk membentuk sebuah komunitas. Hingga saat ini, BWF beranggota 47 orang.

”BWF lahir dari kenyataan bahwa banyak Bonek yang suka menulis di dunia maya. Awalnya saat Persebaya ’dimatikan’ PSSI. Setelah Persebaya 1927 kembali menjadi anggota PSSI, mereka yang dulu menulis waktu zaman perjuangan dikumpulkan kembali,” papar dosen sejarah di Universitas Negeri Surabaya itu.

Rojil –sapaan R.N. Bayu Aji– menuturkan bahwa respons yang dituai sangat positif. Perlahan, literasi soal sepak bola di Surabaya pun mulai tumbuh. ”Ini menjadi nilai tambah tersendiri bagi kami, suporter Persebaya. Semacam pengabdian,” katanya.

Hasil yang didapat lewat peluncuran tiga buku tadi juga selalu ditujukan untuk kegiatan sosial. Ada yang untuk pembangunan Panti Asuhan Bonek, membantu membeli ambulans untuk Bonek Peduli, hingga aksi-aksi sosial lain.

Edukasi literasi soal sepak bola serupa dilakukan sejumlah suporter Persija. Melalui zine bernama Abidin-Side, mereka mencoba memberikan ilmu terkait dengan sejarah Persija. Sudah ada lima rilisan yang dibuat sejak Abidin-Side eksis pada 2013.

Kegelisahan para Jakmania ini serupa dengan para Bonek saat mendirikan BWF. Mereka resah atas minimnya literasi yang berbicara soal sejarah Persija. ”Saya dan teman saya, Afif, sama-sama punya kecintaan di situ. Lalu berpikir bikin zine. Karena saya hidup di era di mana zine-zine underground ramai dulu,” paparnya.

Konsep zine juga dipilih karena dianggap lebih bebas dalam soal penulisan. Dicetak secara fisik karena lebih enak dikoleksi. ”Kami ingin menyampaikan dengan cara hardcore dan punk. Website kurang sih. Kalau buat aku, rilisan fisik lebih berasa,” tuturnya.

Responsnya pun luar biasa. Abidin-Side edisi pertama, misalnya, dicetak 100 eksemplar dengan harga Rp 10 ribu ludes dalam beberapa hari. Saat ini saja banyak The Jakmania yang meminta rilisan-rilisan Abidin-Side dicetak ulang. ”Fans Persija sudah sadar soal literasi. Apalagi, literasi soal sepak bola Indonesia juga banyak sekarang. Jadi, makin berkembang,” terangnya.

BUKTI KECINTAAN: Sejumlah penulis dari kalangan Jakmania saat buka bersama di Taman Menteng, Jakarta (9/5). (SALMAN TOYIBI/JAWA POS)

Berbicara soal literasi sepak bola, kota kecil seperti Kudus juga tidak mau ketinggalan. Geliat literasi sepak bola mulai berkembang melalui zine bernama Dua Belas Football Zine. Guntur Bayu Pratomo adalah penulisnya.

Guntur Skacore –sapaannya– menuturkan, Dua Belas Football Zine lahir sebagai wujud kecintaannya terhadap Persiku Kudus, tim yang dulu pernah berkiprah di strata tertinggi, tapi kini berkutat di Liga 3. Banyak pembahasan yang ditulis di dalamnya. Mulai soal pergerakan, propaganda, hingga update-update terbaru soal Persiku.

”Kenapa zine? Karena bagi saya lewat zine lebih langsung to the point daripada buku bertele-tele,” ungkapnya.

Dulu Dua Belas Football Zine merupakan bagian dari Diantaranya Zine. Zine yang isinya soal musik punk di Kudus. ”Tapi, akhirnya saya pisah karena saya butuh space yang lebih besar lagi untuk bicara soal Persiku. Agar tidak rancu juga. Mosok zine punk-punkan onok bal-balane,” ucapnya, lantas tertawa.

Dua Belas Football Zine dimulai pada awal tahun ini. Saat ini sudah edisi ketiga. Guntur Skacore sendiri membagi zine-nya secara gratis. ”Alhamdulillah, responsnya bagus. Malah di luar kota zine saya dijual. Beberapa negara seperti Malaysia, Singapura, dan Thailand juga tertarik mau cetak,” paparnya.

Baca juga: Hukuman Dicabut, Bobotoh: Senang Bisa Nonton Persib Lagi

Di luar itu, pria yang juga pentolan Macan Muria –julukan suporter Persiku– tersebut menjelaskan, apresiasi terbaik didapat dari pencinta sepak bola Kudus. Saat ini, berkat zine miliknya, geliat literasi di Kota Keretek itu mulai beranjak naik.

Student Class di Macan Muria, misalnya, juga sudah bikin zine soal Persiku. ”Misi awal saya memang ingin memperkenalkan literasi ke lingkaran terdekat. Alhamdulillah, walau di kota kecil, kami bisa berkembang,” ujarnya.

[ad_2]

Sumber: Berita ini telah tayang di situs jawapos.com, klik link disini!

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.