Konsistensi dan Keberanian Menjaga Demokrasi

oleh

[ad_1]

JawaPos.com – Setiap terdengar lagu karya Efek Rumah Kaca (ERK) ini, memori langsung terbawa pada korban pelanggaran hak asasi manusia (HAM) pada 1997-1998. Dalam liriknya terselip 13 nama. Salah satunya Wiji Thukul yang hingga kini tidak diketahui keberadaannya. Seperti judul lagu tersebut: Hilang.

Selain Wiji Thukul, ada nama Dedy Hamdun, Ismail, Hermawan Hendrawan, Hendra Hambali, M. Yusuf, Nova Al Katiri, Petrus Bima Anugrah, Sony, Suyat, Ucok Munandar Siahaan, Yadin Muhidin, dan Yani Afri. Mereka hilang pada rentang waktu 1997 hingga 1998 atau menjelang reformasi.

Vokalis sekaligus gitaris ERK Cholil Mahmud sebagai pencipta lirik ingin mengingatkan kepada pendengar lagu tersebut bahwa masih ada kasus pelanggaran HAM yang belum selesai. Dan, para keluarga korban sampai saat ini masih menuntut keadilan.

Cholil terinspirasi pada konsistensi perjuangan keluarga korban dalam menuntut keadilan. Sejak 2007, sebagian keluarga korban itu menggelar aksi di depan Istana Merdeka, Jakarta, setiap Kamis. Aksi itu yang dikenal dengan nama aksi Kamisan. ”Mereka (keluarga korban 98) punya konsistensi dan keberanian,” tutur Cholil.

Konsistensi dan keberanian. Dua kata kunci itu menjadi semangat Cholil dan ERK menciptakan lagu Hilang. Selama tiga tahun (2007–2010) Cholil menjajaki konsistensi keluarga korban di aksi Kamisan. Sesekali dia nimbrung dalam aksi tersebut untuk memotret dari dekat konsistensi dan keberanian itu. ”Itu saya pelajari, kok bisa orang punya keberanian (aksi di depan Istana Merdeka) seperti itu?” ungkap Cholil.

Keberanian keluarga korban yang konsisten selama bertahun-tahun itulah yang menjadi energi positif bagi Cholil untuk menciptakan karya. ”Kebanyakan dari mereka (keluarga korban) mungkin awalnya bukan aktivis. Mereka bertransformasi menjadi aktivis dan punya keberanian,” jelasnya.

Di awal-awal, Cholil ingat betul aksi Kamisan tidak seramai belakangan ini. Dulu hanya segelintir peserta yang hadir. Tidak lebih dari belasan orang. Namun, sebelum pandemi Covid-19, peserta Kamisan bisa mencapai ratusan. Bahkan, aksi itu menular ke kota-kota lain dengan muatan lokal daerah masing-masing.

”Sekarang aksi Kamisan itu menjadi gerakan (menuntut keadilan atas pelanggaran HAM, Red),” terang pria 45 tahun tersebut.

Cholil menuangkan semangat gerakan itu dalam lirik lagu tersebut: yang hilang menjadi katalis, di setiap Kamis nyali berlapis.

Lagu Hilang tahun ini genap berusia 11 tahun. Cholil menyadari, generasi muda, khususnya pelajar dan mahasiswa, tidak banyak yang tahu tentang lagu tersebut. Meski begitu, Cholil tidak pernah lelah mengingatkan bahwa perjuangan 98 itu merupakan tonggak sejarah yang mengubah sistem pemerintahan menjadi lebih baik.

Cholil ingat betul, tumbangnya rezim Orde Baru (Orba) diikuti oleh terbentuknya lembaga-lembaga negara pendukung demokrasi yang substansial. Lembaga itu, antara lain, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Mahkamah Konstitusi (MK). Berakhirnya rezim otoriter saat itu juga membuka ruang kebebasan yang lebih luas di bidang pendidikan hingga penelitian atau riset.

SUARA MUSISI: Slank saat konser di gedung KPK, Jakarta, Juli 2017. (DOKUMENTASI KPK FOR JAWA POS)

Karena itu, Cholil berharap demokrasi yang diperjuangkan dengan nyawa dan air mata 98 betul-betul dijaga. Menurut Cholil, mahasiswa, pelajar, buruh, dan nelayan menjadi kelompok penjaga demokrasi yang kuat. ”Kesadaran politik yang tinggi itu sangat baik untuk menjadi penyeimbang (kekuasaan, Red),” papar alumnus New York University itu.

Baca juga: Di Balik Karya Berlatar Reformasi 1998, Tidak Sekadar Merekonstruksi

Akhir-akhir ini, Cholil melihat demokrasi Indonesia semakin lemah. Salah satunya bisa dilihat dari upaya pelemahan KPK yang notabene merupakan anak kandung reformasi. Sebagai bagian dari masyarakat sipil antikorupsi, Cholil merasa terpukul ketika melihat kenyataan bahwa lembaga antirasuah terus digempur berbagai pihak hingga nyaris tumbang. ”KPK sudah dilemahkan, tapi mereka (kelompok pro pelemahan KPK, Red) mencari justifikasi bahwa seolah-olah (pemerintah) tidak melemahkan KPK,” tegasnya.

Baca juga: Tak Ada Lirik Cinta, ERK Pantik Perlawanan di We The Fest 2018

Selain ERK, Slank punya karya yang menyuarakan tentang sosial politik dalam album Mata Hati Reformasi. Peluncuran album itu bersamaan dengan peristiwa reformasi 1998.

[ad_2]

Sumber: Berita ini telah tayang di situs jawapos.com, klik link disini!

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.