KPK Beberkan Alasan Baru Menahan Eks Dirut Pelindo II RJ Lino

oleh

[ad_1]

JawaPos.com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyampaikan alasannya baru menahan mantan Direktur Utama (Dirut) PT. Pelindo II Richard Joost Lino, setelah lima tahun menyandang status sebagai tersangka. Sebab, Lino ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi proyek pengadaan tiga unit quay container crane (QCC) di Pelindo II tahun 2010 sejak Desember 2015.

“Selalu kita sampaikan bahwa kendalanya memang dari perhitungan kerugian negara, di mana BPK itu meminta agar ada dokumen atau harga pembanding terhadap alat tersebut, dan itu sudah kami upayakan, baik melalui kedutaan Tiongkok,” kata Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata di Gedung Merah Putih KPK, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Jumat (26/3).

Alex mengakui, pimpinan KPK periode sebelumnya sempat hendak bertemu dengan pihak inspektorat dari Tiongkok. Hal ini dilakukan untuk menanyakan harga QCC yang dibeli Pelindo dari HuaDong Heavy Machinery Co. Ltd.

“Bahkan, Pak Laode dan Pak Agus Rahardjo ke China dan dijanjikan bisa bertemu Menteri atau Jaksa Agung, tapi pada saat terakhir ketika mau bertemu dibatalkan,” ujar Alex.

Hal ini karena Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), meminta dokumen atau data terkait harga QCC yang dijual HDHM. Itu dilakukan untuk melakukan penghitungan kerugian negara dari pengadaan ketiga QCC ini.

“Di sisi lain penyidik kesulitan mendapatkan harga QCC atau setidaknya harga pembanding. Misalnya HDHM menjual ke negara lain itu bisa dibandingkan sehingga itu bisa menjadi dasar perhitungan negara,” beber Alex.

Alex mengakui, BPK tidak bisa menghitung kerugian negara tersebut. Karena kendala ketiadaan dokumen atau data pembanding. Sehingga, KPK memutuskan menggunakan ahli dari ITB untuk mengitung harga pokok produksi QCC untuk merekonstruksi alat QCC dan menghitung total harga pokok produksi.

“Memang dalam menghitung kerugian dalam akuntasi itu ada yang disebut histories cost. Itu biasanya didukung dengan data dan dokumen berapa biaya yang dikeluarkan untuk membelikan alat tersebut, temasuk harga pembanding. Ada juga metode lain yaitu menghitung replacement cost. Kira-kira berapa biaya yang dikeluarkan kalau alat itu diproduksi sendiri, kami menggunakan metode itu dengan meminta bantuan dari ahli ITB utk merekonstruksi alat QCC itu seandainya dibuat, harga pokoknya berapa,” tegas Alex.

Baca juga: Resmi Ditahan KPK, RJ Lino: Saya Senang Sekali

KPK menduga, Lino dalam kasus dugaan korupsi proyek pengadaan tiga unit quay container crane (QCC) di Pelindo II tahun 2010 merugikan keuangan negara sebesar USD 22,828,94. Hal ini setelah memeroleh data dari ahli ITB bahwa Harga Pokok Produksi (HPP) hanya sebesar USD 2.996.123 untuk QCC Palembang, USD 3.356.742 untuk QCC Panjang dan USD 3.314.520 untuk QCC Pontianak.

RJ Lino di sangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) dan/atau Pasal 3 Undang- Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

[ad_2]

Sumber: Berita ini telah tayang di situs jawapos.com, klik link disini!

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.