[ad_1]
JawaPos.com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tak mempermasalahkan upaya hukum praperadilan yang diajukan mantan Bupati Kepulauan Talaud, Sri Wahyumi Maria Manalip. KPK memastikan, bakal menghadapi praperadilan Sri Wahyumi.
“KPK tentu siap hadapi permohonan praperadilan dimaksud,” kata pelaksana tugas (Plt) juru bicara KPK, Ali Fikri dalam keterangannya, Kamis (6/5).
Juru bicara KPK bidang penindakan ini meyakini, seluruh proses penyidikan, penangkapan maupun penahanan yang dilakukan terhadap Sri Wahyumi terkait sangkaan penerimaan gratifikasi telah sesuai mekanisme aturan hukum yang berlaku.
“KPK melalui Biro Hukum setelah menerima pemberitahuan akan segera susun jawaban dan akan menyampaikannya di depan sidang permohonan praperadilan dimaksud,” tegas Ali.
Mantan Bupati Kepulauan Talaud Sri Wahyumi Maria Manalip mengajukan gugatan praperadilan pada KPK. Langkah hukum praperadilan itu dilayangkan ke Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Kamis (6/5). Dalam surat gugatan, Sri Wahyumi menggugat penangkapan dan penahanan yang dilakukan KPK atas dirinya tidak sah dan tidak sesuai dengan aturan hukum. Sri Wahyumi juga meminta agar dibebaskan dari Rutan KPK.
Karena tidak lama menghirup udara bebas dari penjara usai menjalani masa tahanan sebagai terpidana perkara suap lelang pekerjaan revitalisasi Pasar Lirung dan pekerjaan revitalisasi Pasar Beo tahun 2019. Sri Wahyumi kembali ditetapkan tersangka dan ditahan KPK.
KPK kembali menetapkan mantan Bupati Kepulauan Talaud, Sri Wahyumi Maria Manalip sebagai tersangka penerimaan gratifikasi terkait proyek infrastruktur di Kabupaten Kepulauan Talaud tahun 2014-2017. Sri Wahyumi sebelumnya telah menjalani pidana terkait penerimaan suap dan barang-barang mewah.
Deputi Penindakan KPK, Karyoto menjelaskan sejak Sri Wahyumi dilantik sebagai Bupati Kepulauan Talaud periode 2014-2019, berulang kali melakukan pertemuan di rumah dinas jabatan dan rumah kediaman pribadi dengan para ketua Pokja pengadaan barang dan jasa Kabupaten Kepulauan Talaud, dengan John Rianto Majampoh selaku Ketua Pokja tahun 2014 dan 2015, Azarya Ratu Maatui selaku Ketua Pokja tahun 2016, dan Frans Weil Lua selaku Ketua Pokja tahun 2017.
KPK menyebut, Sri Wahyumi juga selalu aktif menanyakan daftar paket pekerjaan PBJ di lingkungan Pemerintah Kabupaten Kepulauan Talaud yang belum dilakukan lelang dan memerintahkan kepada para Ketua Pokja PBJ Kabupaten Kepulauan Talaud untuk memenangkan rekanan tertentu sebagai pelaksana paket pekerjaan tertentu dalam proses lelang.
Selain itu, lanjut Karyoto, Sri Wahyumi diduga juga memberikan catatan dalam lembaran kertas kecil berupa tulisan tangan berisi informasi nama paket pekerjaan dan rekanan yang ditunjuk langsung dan memerintahkan kepada para Ketua Pokja PBJ Kabupaten Kepulauan Talaud meminta commitment fee sebesar 10 persen dari nilai pagu anggaran masing-masing paket pekerjaan sekaligus melakukan pencatatan atas pemberian commitment fee para rekanan tersebut.
“Adapun uang yang diduga telah diterima oleh SWM sejumlah sekitar Rp 9,5 miliar,” beber Karyoto.
Perkara ini merupakan pengembangan dari perkara dugaan tindak pidana korupai berupa auap lelang pekerjaan revitalisasi Pasar Lirung dan pekerjaan revitalisasi Pasar Beo tahun 2019 yang menetapkan Sri Wahyumi sebagai tersangka dan saat ini perkaranya telah berkekuatan hukum tetap. Dia telah menjalani vonis dua tahun penjara.
Sri Wahyumi disangkakan melanggar Pasal 12 B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
[ad_2]
Sumber: Berita ini telah tayang di situs jawapos.com, klik link disini!