Lokataru Foundation Harap Penegakan Hukum Jiwasraya Bisa Konsisten

oleh

[ad_1]

JawaPos.com – Penegakan hukum dalam penyelesaian kasus PT Asuransi Jiwasraya (Persero) dinilai dapat menggairahkan kembali instrumen investasi di pasar modal. Direktur Eksekutif Lokataru Foundation Haris Azhar berpendapat, asalkan penegakan hukum tersebut dilakukan secara benar, konsisten dan tanpa disparitas.

Namun, Haris menyayangkan, pada kenyataan yang terjadi dalam proses penanganan Jiwasraya dan Asabri terdapat penyitaan yang diduga tidak tepat, tidak proporsional, dan tidak ada kaitan dengan kejahatan. “Bahkan bila ditelusuri kembali, dari 124 emiten yang sahamnya dibeli oleh Jiwasraya hanya 2 diantaranya yang dianggap melakukan tindak pidana tanpa ada pemeriksaan terhadap yang lain,” ujarnya dalam keterangannya, Jumat (11/6).

Haris mengungkapkan, terdapat aset yang akan dilakukan pelelangan karena dianggap berpotensi rusak. Padahal, penyidik tidak bisa mengelola atau tidak tahu cara menyikapi aset sitaan tersebut.

Menurutnya, aset tersebut tidak berkaitan dengan tindak pidana sebagaimana amanat Pasal 39. Penyidik mengatakan bahwa aset tersebut disita untuk uang pengganti. Padahal Pasal 18 Ayat (2) UU Tipikor sudah menyebutkan dengan sangat jelas bahwa apabila dalam waktu 1 bulan setelah inkraht terpidana tidak bisa membayar uang pengganti maka hartanya bisa disita.

“Artinya, penyitaan baru bisa dilakukan setelah perkaranya berkekuatan hukum tetap,” jelasnya.

Sedangkan di dalam iklim investasi pasar modal, kata dia, sudah banyak investor yang keluar dari pasar modal Indonesia karena menganggap tidak ada kepastian penegakan hukum. “Kalau memang dianggap ada salah kelola terhadap dana asuransi atau para emiten tersebut ditengarai bermasalah di pasar modal, kenapa selama ini diam saja? Padahal asuransi dan pasar modal adalah ranah pengawasan OJK,” tuturnya.

Ia meminta, jangan sampai dengan adanya kasus Jiwasraya nantinya dijadikan template skandal di kancah pasar modal Indonesia di kemudian hari. Sebagai informasi, Jiwasraya dinyatakan gagal bayar pada tahun 2018 silam. Penyidik Kejagung menilai berdasarkan audit Badan Pemeriksa Keuangan kerugian negara mencapai Rp 16,8 triliun.

Kerugian tersebut berasal dari transaksi pembelian langsung atas empat saham, dan transaksi pembelian saham (indirect) melalui 21 reksa dana 13 manajer investasi yang diklaim dikendalikan oleh Heru Hidayat dan Benny Tjokrosaputro.

[ad_2]

Sumber: Berita ini telah tayang di situs jawapos.com, klik link disini!

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.