[ad_1]
JawaPos.com – Sikap Kejaksaan Agung (Kejagung) yang tidak mengajukan upaya hukum kasasi atas vonis rendah Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta terhadap mantan Kepala Sub Bagian Pemantauan dan Evaluasi II pada Biro Perencanaan Jaksa Agung Muda Pembinaan Kejagung, Pinangki Sirna Malasari menuai kritik.
Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI) menduga, langkah Kejagung yang tidak mengajukan kasasi dinilai untuk menutupi peran King Maker. Terlebih sosok aktor intelektual itu pernah mencuat dalam sidang kasus pemberian gratifikasi yang menjerat Pinangki Sirna Malasari dan Djoko Tjandra.
“Saya menduga, tidak kasasi ini untuk menutupi peran King Maker. Yang mana yang saya pernah ungkap dulu di KPK ada peran King Maker dan diungkapkan oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat ada peran King Maker,” kata Koordinator MAKI Boyamin Saiman dalam keterangannya, Selasa (6/7).
Pegiat antikorupsi ini menuturkan, dengan tidak diajukannya kasasi atas putusan Pinangki, memperlihatkan Kejaksaan Agung enggan membongkar pihak lain dalam jeratan hukum yang melibatkan Pinangki.
“Saya berharap sebenarnya Kejaksaan Agung mengajukan kasasi untuk membongkar peran King Maker di kasus itu,” ucap Boyamin.
Baca Juga: Ini Sanksi Pidana Bagi Pelanggar PPKM Darurat
Baca Juga: BPOM Sudah Keluarkan Izin Dua Obat Perawatan Covid-19
Boyamin juga mengutarakan, tidak diajukannya upaya hukum kasasi oleh Kejaksaan dinilai mencederai harapan masyarakat. Pasalnya, masyarakat menginginkan Koprs Adhyaksa bisa untuk mengajukan kasasi ke MA.
“Ini terbukti sudah ada petisi, suara masyarakat di internet dan lain-lain, agar Kejaksaan Agung mengajukan kasasi,” tegas Boyamin.
Kejagung sebelumnya memutuskan tidak mengajukan upaya hukum kasasi terkait vonis rendah, yang dijatuhkan Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta terhadap mantan Kepala Sub Bagian Pemantauan dan Evaluasi II pada Biro Perencanaan Jaksa Agung Muda Pembinaan Kejagung, Pinangki Sirna Malasari.
“JPU (Jaksa Penuntut Umum) tidak mengajukan permohonan kasasi,” kata Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Jakarta Pusat, Riono Budisantoso dikonfirmasi, Senin (5/7).
Alhasil, Kejaksaan menerima hukuman Pinangki meski dipotong menjadi 4 tahun penjara. Padahal desakan untuk mengajukan kasasi terkait vonis rendah terhadap Pinangki sangat deras, tetapi Kejaksaan tak memilih jalur kasasi.
“Berpandangan bahwa tuntutan JPU telah dipenuhi dalam putusan PT,” ucap Riono.
Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta sebelumnya memotong hukuman mantan Kepala Sub Bagian Pemantauan dan Evaluasi II pada Biro Perencanaan Jaksa Agung Muda Pembinaan Kejaksaan Agung (Kejagung) Pinangki Sirna Malasari, menjadi 4 tahun penjara. Padahal pengadilan tingkat pertama, pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Pinangki divonis hukuman 10 tahun penjara.
“Menerima permintaan banding dari Terdakwa dan Penuntut Umum, Mengubah Putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tanggal 8 Februari 2021 Nomor 38/Pid.Sus-TPK/2020/PN Jkt.Pst yang dimintakan banding tersebut sekedar mengenai pidana penjara yang dijatuhkan terhadap Terdakwa,” sebagaimana dikutip dalam salinan putusan yang diterbitkan Mahkamah Agung (MA) Senin (14/6).
“Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa tersebut, oleh karena itu dengan pidana penjara selama 4 tahun dan denda sebesar Rp 600 juta, dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar diganti dengan pidana kurungan selama 6 bulan,” sambungnya.
Perkara ini diadili pada tingkat banding oleh Ketua Majelis Hakim Muhammad Yusuf, dengan hakim anggota Haryono, Singgih Budi Prakoso, Lafat Akbar, dan Renny Halida Ilham Malik pada 14 Juni 2021
Dalam salinan putusan, PT DKI Jakarta menilai hukuman 10 tahun penjara terhadap Pinangki yang dijatuhkan oleh PN Tipikor Jakarta terlalu berat. Karena itu, hakim tingkat banding memberikan alasan pemotongan hukuman terhadap Pinangki
“Bahwa Terdakwa mengaku bersalah dan mengatakan menyesali perbuatannya serta telah mengiklaskan dipecat dari profesinya sebagai Jaksa, oleh karena itu ia masih dapat diharapkan akan berprilaku sebagai
warga masyarakat yang baik. Bahwa Terdakwa adalah seorang ibu dari anaknya yang masih balita berusia 4 tahun, layak diberi kesempatan untuk mengasuh dan memberi kasih sayang kepada anaknya dalam masa pertumbuhannya,” tulis salinan putusan.
Selain itu, Pinangki yang juga dinilai sebagai wanita harus mendapat perhatian, perlindungan dan diperlakukan secara adil. Hakim menyebut, perbuatan Pinangki tidak terlepas dari keterlibatan pihak lain yang turut bertanggung jawab, sehingga kadar kesalahannya memengaruhi putusan ini.
“Bahwa tuntutan pidana Jaksa/Penuntut Umum selaku pemegang azas Dominus Litus yang mewakili negara dan pemerintah dianggap telah mencerminkan rasa keadilan masyarakat,” sebagaimana dalam salinan putusan menandaskan.
[ad_2]
Sumber: Berita ini telah tayang di situs jawapos.com, klik link disini!