[ad_1]
Jakarta, IDN Times – Data vaksinasi fase pertama di Israel membawa kabar gembira, bahwa penurunan kasus infeksi yang signifikan terjadi hanya setelah menerima suntikan pertama vaksin Pfizer-BioNTech. Hasil yang lebih baik diharapkan setelah menerima suntikan kedua.
Laporan awal yang dirilis oleh Clalit, salah satu organisasi pelayanan kesehatan terbesar di Israel, membandingkan 200 ribu orang berusia 60 tahun atau lebih yang menerima suntikan pertama dengan 200 ribu orang yang belum divaksinasi. Tertulis bahwa 14-18 hari setelah suntikan, pasien yang divaksinasi memiliki kemungkinan 33 persen lebih kecil terinfeksi corona.
Pada saat yang hampir bersamaan, peneliti dari Maccabi juga melaporkan terjadinya penurunan kemungkinan terinfeksi hingga 60 persen terhadap 430 ribu orang yang divaksinasi pada 13-21 hari setelah suntikan. Sayangnya, laporan Maccabi tidak mengungkap secara detail perbandingan terkait kelompok usia yang menjalani vaksinasi dengan kelompok usia yang tidak divaksinasi.
1. Data awal setelah vaksinasi kedua juga memuaskan
Pada Senin (25/1/2021), Kementerian Kesehatan Israel dan Maccabi merilis data baru tentang orang-orang yang telah menerima suntikan kedua, menunjukkan nilai efikasi yang sangat tinggi. Kementerian menemukan bahwa dari 428 ribu orang Israel yang telah menerima dosis kedua, seminggu kemudian hanya 63 atau 0,014 persen yang tertular virus.
Demikian pula data Maccabi menunjukkan bahwa, lebih dari seminggu setelah menerima dosis kedua, hanya 20 dari sekitar 128.600 orang atau sekitar 0,01 persen yang tertular virus.
Sebagai informasi, nilai efikasi uji klinis Pfizer terbukti 95 persen ampuh setelah menerima dua dosis untuk mencegah infeksi virus corona. Angka tersebut merujuk kepada subjek yang belum terinfeksi corona.
“Ini adalah data yang sangat menggembirakan. Kami akan memantau pasien dengan cermat untuk memeriksa apakah mereka terus menderita gejala ringan saja dan tidak mengalami komplikasi akibat virus,” kata pakar kesehatan sekaligus wakil presiden Maccabi Anat Ekka Zohar, sebagaimana dikutip dari New York Times.
2. Data Israel belum bisa dijadikan sebagai acuan global
Sebagai catatan, Clatit dan Maccabi memperingatkan bahwa temuan mereka adalah data pendahuluan. Dalam waktu dekat, mereka akan mempublikasikan hasil temuan dengan analisis statistik sesuai dengan standar ilmiah.
Para ahli kesehatan Israel juga memperingatkan, agar laporan vaksin fase awal tidak menjadi acuan global karena laporannya belum memperhitungkan variabel ketaatan pasien terhadap protokol kesehatan.
Kepala Inovasi Clatit dan epidemiologis terkemuka Ran Balicer bahkan menyampaikan, data berusia dua minggu bisa menjadi temuan yang sangat usang jika membandingkannya pada era lain atau menambahkan variabel lain.
Maccabi juga berjanji akan merilis lebih banyak data setiap minggunya. Tapi, mereka menegaskan pesan utamanya bahwa suntikan pertama vaksin terbukti efektif dalam menurunkan angka rawat inap hingga puluhan persen.
3. Para ahli imbau agar pihak terkait tidak merilis data mentah
Para ahli turut memperingatkan, agar lembaga yang memiliki wewenang tidak merilis data mentah karena rentan disalahartikan.
Dalam kasus Clalit misalnya, ketika pertama kali merilis laporan pendahuluan dua minggu lalu, banyak orang yang memahami bahwa efikasi Pfizer hanya 33 persen, bukan 95 persen sebagaimana hasil uji klinis. Alhasil, beredar isu di masyarakat bahwa Pfizer tidak efektif mencegah corona.
Pakar kesehatan dari Universitas Tel Aviv, Balicer, menyayangkan intepretasi yang justru membuat masyarakat enggan divaksinasi. “Saya tidak tahu bagaimana itu berubah menjadi pesan ‘Ya Tuhan, (vaksin) itu tidak berhasil.”
Balicer yang merupakan ketua tim ahli penasihat pemerintah dalam penanggulangan COVID-19 berharap, hasil positif dari program vaksinasi bisa berpengaruh terhadap keputusan pemerintah terkait karantina wilayah.
4. Israel menjadi pemimpin program vaksinasi
Sebagai informasi, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu pada Kamis (7/1/2021) mengumumkan, dia berhasil menjalin komitmen dengan Pfizer untuk menyediakan dosis vaksin bagi seluruh masyarakat Israel.
Sebagai timbal balik, setelah melakukan 17 kali komunikasi dengan Pfizer, Israel menjanjikan untuk membantu perumusan strategi global mengalahkan pandemik, sekaligus membagikan data seputar corona di Israel.
Sejauh ini, sejak vaksinasi dimulai pada 20 Desember 2020, 40 persen populasi Israel telah menerima suntikan pertama. Israel menjadi negara pertama di dunia yang memimpin program vaksinasi nasional.
“Kami dapat melakukan ini karena sistem kesehatan kami termasuk yang paling maju di dunia, benar-benar menjadi cahaya bagi bangsa-bangsa,” kata Netanyahu beberapa saat lalu.
[ad_2]
Sumber: Berita ini telah tayang di situs idntimes.com, klik link disini!