[ad_1]
Di salah satu ruangan di gedung Radio Republik Indonesia (RRI) tersimpan benda sakral dan mistis. Tepatnya di ruang kesenian. Sebuah gong bernama Kyai Gongso Macan Putih menyimpan kekuatan yang tak bisa dibuat sembarangan.
—
WUJUD Kyai Gongso Macan Putih memang berbeda dibandingkan gong lainnya yang berada di Ruang Arjuna Programa 4 RRI Surabaya. Benda tersebut terlihat paling besar. Warnanya hitam legam. Sekilas bentuknya sama seperti gong pada umumnya. Namun, saat dilihat secara dekat, bentuknya tidak mulus. Terdapat cekungan seperti bekas tekanan jari.
Selain wujudnya yang berbeda, gong tersebut diperlakukan berbeda. Setiap malam Jumat diberi dupa. ”Wajib digantung. Dia tidak boleh terlalu lama menyentuh tanah,” kata Harianto, sutradara program ludruk RRI Surabaya. Biasanya gong dipakai untuk acara ludruk dan gendingan yang disiarkan RRI.
Pernah suatu ketika, sekitar tahun 2000-an, gong tersebut dibawa ke lantai 3 untuk sebuah acara. Setelah selesai, gong dibawa ke ruangan asalnya di lantai 2. Nah, saat itu gong tidak langsung digantung seperti biasanya. Namun diletakkan sembarangan.
Tak lama kemudian, ada orang yang tidak sengaja motret gong tersebut. Hasilnya, muncul penampakan macan putih yang diyakini sebagai penunggunya. Ia marah.
Saat itu juga gong diletakkan ke tempat asal. Kejadian ganjil lainnya adalah orang yang tidur di ruangan itu kerap mimpi melihat anak kecil. Terlebih saat tidur dalam posisi yang kurang sopan.
Menurut Harianto, ada sopan santun yang wajib dilakukan saat berada di ruang kesenian. Yakni, dilarang melangkahi peralatan gamelan. Termasuk menjaga ucapan dan tingkah laku. Terutama yang berada di dekat Kyai Gongso Macan Putih. ”Bukannya syirik atau gimana, ini wujud menghormati sesama makhluk Tuhan,” ucapnya.
Melalui praktisi spiritual Bambang Hadi Purnomo, tim Jawa Pos mencoba berkomunikasi dengan makhluk penunggu Kyai Gongso Macan Putih. ”Ini energinya positif,” kata Bambang. Gong tersebut sudah ada ratusan tahun lalu. Bahkan sebelum Indonesia merdeka. Dari informasi yang didapat, gong itu dibuat empu yang bergelar Raden Mas Dirjomangkunegoro pada era Kerajaan Islam Mataram terakhir.
Konon, gong yang berada di RRI itu merupakan bagian dari rangkaian gamelan di Keraton Solo. Menurut Bambang, benda tersebut dibawa ke RRI oleh kolektor yang memiliki hubungan dengan keraton. Nah, saat dibawa ke Surabaya, sebenarnya ada pasangannya. Bentuknya lebih kecil. Hanya, kini terpisah. ”Pasangannya mungkin masih di sekitar Surabaya,” ucap Bambang.
Komunikasi kembali dilakukan. Sang penunggu berkisah bahwa gong tersebut pernah tidak berbunyi saat dipukul. Ini terjadi karena pemainnya belum bersuci. Karena itu, orang yang memainkan Kyai Gongso Macan Putih tak boleh sembarangan. Mereka wajib memiliki kejernihan batin. Sebab, benda itu dibuat melalui proses dan meditasi panjang.
Uniknya, saat proses menata nada, cara yang digunakan empu tidak dengan memukul. Tapi memijat dengan menggunakan jari. Karena itulah di bagian depannya terdapat cekungan bekas jari. ”Itulah kenapa kita tidak boleh sembarangan menggunakan benda ini,” terang Bambang. Jadi, saat dimainkan, yang keluar bukan hanya suara, melainkan juga energi dan elemen lainnya yang ikut mengalir bersamaan dengan bunyi. Sehingga orang yang mendengarnya bisa lebih tenang.
Baca Juga: 11 Negara Diperbolehkan Masuk Arab Saudi, Indonesia Tidak Termasuk
Terdapat juga larangan atau pantangan terkait dengan keberadaan gong tersebut. Kyai Gongso Macan Putih itu dilarang dipindahkan keluar dari RRI. Apalagi sampai ada yang mau mencuri. Bisa jadi pencuri itu masuk dan tidak bisa keluar dari RRI Surabaya. Kalaupun bisa dibawa, kehidupan si pembawa akan kacau.
[ad_2]
Sumber: Berita ini telah tayang di situs jawapos.com, klik link disini!