Nova Riyanti Yusuf setelah Tak di Parlemen

oleh

[ad_1]

Nama Nova Riyanti Yusuf menghiasi banyak pemberitaan parlemen pada dekade lalu. Sosok yang berlatar belakang psikiater itu punya andil besar dalam penyusunan dan pengesahan UU Kesehatan Jiwa dan UU Keperawatan. Meski tak lagi menjadi anggota DPR, dia masih memiliki segudang kesibukan. Berikut bincang-bincang Jawa Pos dengan sosok yang akrab disapa Noriyu itu.

Sibuk apa sekarang?

Kegiatan banyak sekali. Setelah selesai dari DPR tahun 2014, saya langsung bikin memoarnya dalam bahasa Inggris. Soalnya, saya diundang ke Harvard Medical School, menjalankan program visiting scientist untuk bidang mental health implementation research. Saya tulis dalam bahasa Inggris agar kalau jadi pembicara bisa saya bagikan. Lalu pada 2015 awal, saya sibuk lagi karena harus menerbitkannya dalam bahasa Indonesia. Buku itu menceritakan pengalaman di DPR dan orang yang pertama kali di parlemen, tapi menginisiasi UU dan bisa menyelesaikannya.

O iya, di Amerika itu enam bulan. Tugasnya jadi pembicara di Harvard. Rasanya kayak mimpi banget. Sekaligus ambil kelas di sana. Balik ke Indonesia, saya ambil S-3 ilmu kesehatan masyarakat di Universitas Indonesia.

Nggak praktik psikiater lagi?

Izin praktik saya habis saat sedang di Amerika. Tapi pada 2016–2018, saya bekerja di Rumah Sakit Jiwa Grogol. Selama dua tahun itu saya mengasah ilmu lagi setelah vakum lima tahun karena jadi anggota DPR. Ya meskipun di DPR banyak yang konsultasi juga. Lalu, tiba-tiba ada pemilihan ketua perhimpunan dokter spesialis kedokteran jiwa di Jakarta. Saingannya pakar-pakar. Sementara saya lebih concern ke policy atau kebijakan. Akhirnya terpilih. Jadi sibuk di situ juga. Untungnya, saya punya tim yang solid banget.

Selama pandemi, apakah banyak perubahan dalam pekerjaan?

Beda banget. Dulu undangan ke luar negeri banyak sekali. Tahun 2016 saya sampai diprofilkan New York Times sebagai ketua panja UU Kesehatan Jiwa saat Indonesia sedang disorot Human Right Watch. Pernah juga jadi pembicara di Mesir pada 2017, juga di Berlin. Pada 2018 ke Lebanon dan sempat diminta jadi dosen tamu. Saya juga training-training research di Italia tentang kesehatan jiwa remaja dan anak.

Sekarang lebih banyak di rumah?

Otomatis kegiatan di luar memang berkurang. Tapi, sibuk juga. Apalagi di tiga bulan pertama pandemi, lockdown awareness masyarakat tentang mental health naik. Saya banyak jadi pembicara sampai dapat rekor Muri pada pertengahan 2020.

Kabarnya, ada buku Anda yang dijadikan film ya?

Maret 2020, saya mengeluarkan buku lagi berdasar tesis tahun 2007. Waktu itu sedang ambil spesialis ilmu kedokteran jiwa di UI. Buku itu tentang otopsi psikologis bunuh diri. Tahun ini Falcon Pictures membeli hak ciptanya dan sudah kontrak saya sebagai penulis skenarionya untuk 2021. Tapi, itu untuk streaming. Sekarang lagi proses nulis skenarionya. Disertasi saya juga dibukukan oleh penerbit buku Kompas. Jadi, sekarang sibuk menulis skenario itu dan menyelesaikan disertasi. Disertasi saya tidak hanya dijadikan buku, tapi juga dibuatkan aplikasinya, menyesuaikan dengan anak muda.

Masih mengikuti isu-isu politik?

Otomatis masih karena sering jadi pembicara. Contohnya, dua pekan lalu saya jadi pembicara disandingkan dengan bupati Banyumas dan Sekda Kalteng, membahas masalah kebijakan. Kan otomatis mengambil perspektif pengalaman saya di Komisi IX DPR.

Kalau di partai, masih aktif atau tidak?

Pada 2014, saya tidak secara resmi mundur dari Partai Demokrat. Pada 2018, ada PAW (pergantian antarwaktu). Akhirnya, saya sempat aktif lagi di DPR. Tahun 2019 (pemilu) sempat diminta pegang (mencalonkan diri dari wilayah) Jawa Timur VI. Saya bilang kayaknya enggak. Setelah itu, saya tidak merapat ke partai mana pun. Tapi, baru-baru ini ada satu partai baru yang mendekat.

Baca juga: Noriyu dan Soepriyanto Sepakat Tangguhkan Laporan KDRT

Partai mana?

Ya ada lah. Sebagai ketua Ikatan Alumni Fakultas Kedokteran Trisakti, saya kan harus netral. Sempat ditanya sama yang nawarin, kapan mau diumumkan (keanggotaan partai), saya bilang jangan. Gak enak. Jadi, sampai sekarang belum menambatkan hati ke partai mana pun.

Masih minat jadi anggota DPR lagi?

Menurut saya, masuk dunia politik itu harus ada tujuannya. Waktu jadi anggota DPR dulu, saya punya keinginan mengegolkan UU Kesehatan Jiwa. Sekarang saya masih bingung, kalau mau maju lagi tujuannya apa? Dalam beberapa tahun ini, saya belum merasa perlu. Saya masih menikmati banget bikin skenario film, nulis buku, dan bikin aplikasi. Kalau mau berpolitik lagi, saya harus ambil keputusan 2022 (sebelum Pemilu 2024). Ini masih 2021, masih ada waktu.

[ad_2]

Sumber: Berita ini telah tayang di situs jawapos.com, klik link disini!

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *