[ad_1]
JawaPos.com – Direktur Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Asfinawati meminta Pemerintah untuk angkat bicara terkait peretasan terhadap sejumlah pegiat antikorupsi. Sebab penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan hingga sejumlah peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) mengalami peretasan.
Dugaan peretasan ini setelah polemik 75 pegawai KPK dinonaktif, karena tidak memenuhi syarat tes wawasan kebangsaan (TW). Sebagai syarat alih status pegawai KPK menjadi aparatur sipil negara (ASN).
“Negara perlu membuktikan bukan mereka, caranya akuntabilitas terhadap teknologi yang dimiliki, digunakan untuk apa dan kepada siapa. Benarkah semua untuk kepentingan negara atau ada oknum yang melakukan penyalahgunaan wewenang,” kata Asfinawati kepada JawaPos.com, Jumat (21/5).
Asfinawati yang tergabung dalam barisan Koalisi Masyarakat Sipil Save KPK ini menyebut, aplikasi WhatsApp hingga Telegram tidak seaman yang dibayangkan. Dia menduga, pelaku memiliki teknologi canggih yang bisa menyadap para pegiat antikorupsi.
“Apps ini tidak seaman yang dikatakan oleh developer atau pembuatnya. Peretas memiliki akses ke server maupun provider, atau memiliki teknologi canggih yang tetap bisa mengakali teknologi aplikasi ini,” ujar Asfinawati.
Karena itu, Asfinawati pun meminta pihak WhatsApp dan Telegram untuk memberikan klarifikasi terkait dugaan peretasan terhadap para pegiat antikorupsi. Hal ini untuk melihat siapa pelaku yang berani meretas para pegiat antikorupsi.
“Korporasi pemilik WhatsApp, Telegram harus membuat klarifikasi ke publik, karena mereka pasti punya catatan di perangkatnya siapa yang masuk, dari mana dan lain-lain,” cetus Asfinawati.
Sebelumnya, Novel Baswedan mengakui nomor telepon miliknya diretas ke dalam akun Telegram. Secara bersamaan, kontak keduanya yakni Novel dan Sujanarko muncul di akun Telegram.
“Iya mas, saya (Novel Baswedan) dan pak Sujanarko,” kata Novel kepada JawaPos.com, Kamis (20/5).
Senada juga disampaikan oleh Sujanarko. Pria yang karib disapa Koko ini menyampaikan, dirinya tidak mempunyai akun Telegram.
“Akun Telegram atas nama Sujanarko juga dibajak per jam 20.31 WIB. Ini bukan pak Koko yang pegang, pak Koko nggak pakai Telegram,” ucap Koko.
Koko khawatir peretasan itu berdampak buruk kepada rekan-rekan lain yang tidak mengetahui, kalau dirinya tidak menggunakan akun Telegram. Karena itu dia meminta agar tidak menghubungi dirinya melalui Telegram.
“Kasih tahu teman-teman lain ya, siapa tahu disalah gunakan,” imbau Koko.
Baca juga: Polemik 75 Pegawai KPK Berujung Peretasan WhatsApp Peneliti ICW
Selain Novel dan Sujanarko, delapan peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) juga mengalami peretasan. ICW memang belakangan ini giat membela 75 pegawai KPK yang gagal menjadi ASN.
[ad_2]
Sumber: Berita ini telah tayang di situs jawapos.com, klik link disini!