[ad_1]
JawaPos.com – Penelitian Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) mengatakan, rencana Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) mikro darurat merupakan langkah strategis untuk menekan penyebaran Covid-19. Namun diperlukan langkah-langkah tambahan untuk menjamin ketersediaan pangan bagi masyarakat. Mengingat penerapan pembatasan ini dikhawatirkan dapat mengganggu kelancaran distribusi pangan.
Kepala Penelitian Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Felippa Ann Amanta mengatakan, pandemi Covid-19 menyebabkan disrupsi pada sektor ekonomi karena sebagian masyarakat kehilangan mata pencahariannya. Untuk memastikan agar masyarakat dapat mengakses komoditas pangan dengan harga terjangkau, maka ketersediaan pasokan yang cukup perlu jadi fokus pemerintah.
”Di tengah ketidakpastian yang saat ini kita sedang alami bersama, akses pada kebutuhan pangan bertambah penting dan harus terus terjamin bagi rakyat Indonesia. Semua pihak, baik pemerintah pusat, pemerintah daerah, pengusaha maupun distributor pangan, harus bersinergi untuk menjaga ketersediaan dan akses pangan bagi masyarakat Indonesia,” ujarnya dalam keterangannya, Rabu (30/6).
Baca Juga: PPKM Mikro Darurat, Ini Bocoran Aturan Baru Mal, Resto, dan WFH
Ia memaparkan, data Survey Frekuensi Tinggi Bank Dunia menunjukkan selama Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) tahun lalu, 31 persen lebih rumah tangga Indonesia mengalami kekurangan makanan pada Mei 2020. Prevalensi yang lebih tinggi bagi rumah tangga berada di luar Jawa, prasejahtera dan yang pendapatannya terganggu, menunjukkan distribusi dan akses ekonomi berpengaruh kepada kerawanan pangan selama pandemi.
”Hampir semua sentra produksi pangan strategis di Indonesia berpusat di Pulau Jawa. Untuk itu, pelabuhan juga memainkan peran penting dalam proses distribusi ini. Namun yang lebih terpenting adalah pelaksanaan di lapangan yang memang harus sesuai aturan PPKM mikro darurat,” tuturnya.
Ia mencontohkan seperti beras, yang mayoritas diproduksi oleh Jawa Barat, Jawa Timur dan Jawa Tengah. Tapi produksinya tidak hanya didistribusikan di Jawa namun juga hingga keluar Jawa.
Felippa melanjutkan, perlu diingat bahwa rantai pasokan makanan tidak hanya mencakup fasilitas pengolahan makanan tetapi juga meliputi pasokan pertanian. Serta bahan pengemasan dan industri pendukung makanan lainnya. Kekhawatiran dapat muncul dari para pengusaha industri pendukung makanan lainnya ini.
Penelitian CIPS merekomendasikan, perlunya memastikan penerapan protokol pencegahan dan penanganan Covid-19. Termasuk akses kepada vaksinasi, bagi para pekerja di garda terdepan sektor pangan dan juga tempat penyimpanan dan pengiriman bahan pangan. Izin untuk beroperasi dan mobilisasi juga harus dijamin tidak hanya untuk untuk industri pengolahan pangan pokok, namun juga bagi industri pendukungnya.
“Pemerintah telah mengalokasikan anggaran perlindungan sosial sebanyak Rp 408,8 triliun untuk tahun 2021, untuk mendistribusikan bantuan dan program-program pemerintah guna meringankan beban masyarakat akibat disrupsi ekonomi selama pandemi,” ungkapnya.
Adapun, sebagian besar program merupakan lanjutan dari tahun lalu, diantaranya program Kartu Sembako yang juga dikenal sebagai Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) sebesar Rp 200.000 per bulan per keluarga hingga akhir tahun bagi 18,8 juta keluarga penerima manfaat (KPM).
Bansos Tunai (BST) serta Bansos Program Keluarga Harapan (PKH) tahun 2021 yang masing-masing ditargetkan menjangkau 10 juta KPM di seluruh Indonesia diharapkan dapat membantu meringankan masyarakat yang rentan selama pemberlakuan PPKM mikro darurat.
[ad_2]
Sumber: Berita ini telah tayang di situs jawapos.com, klik link disini!