[ad_1]
JawaPos.com – Pembelajaran tatap muka (PTM) bakal dimulai secara terbatas. Tidak semua siswa diizinkan masuk sekolah. Maksimal hanya 50 persen dari kapasitas kelas. Artinya, masih ada siswa yang harus belajar dari rumah. Kapasitas guru dalam mengelola pembelajaran harus dipersiapkan.
Ada dua skema yang bisa diterapkan. Pertama, blended learning. Dalam waktu yang bersamaan, ada siswa yang hadir di sekolah dan sebagian lagi mengikuti pembelajaran secara virtual. ”Di waktu yang sama dan guru yang sama,” ujar Koordinator Perhimpunan untuk Pendidikan dan Guru (P2G) Satriwan Salim pada Jumat (30/4).
Menurut dia, guru harus memiliki keterampilan mengajar siswa secara kombinasi antara tatap muka dan daring. Tidak sekadar membuka aplikasi Zoom atau Google Meet. Atau, menyajikan slide PowerPoint di kelas maupun di ruang maya. Namun, guru juga harus memastikan materi diterima dengan baik oleh siswa, baik yang berada di kelas maupun yang mengikuti melalui online.
Dia menyatakan, selama ini pelatihan bagi guru hanya seputar teknis mengajar jarak jauh. Cara membuat presensi yang ringkas, menyajikan materi lewat Zoom, dan lainnya. Di sisi lain, pemahaman tentang membangun relasi antara guru, siswa, dan ilmu pengetahuan melalui perangkat digital kurang diberikan. Padahal, itu penting untuk memastikan keterserapan materi ajar. ”Jadi, pedagogi digital yang juga penting ini dibangun,” tegasnya. Bila berhasil, skema itu bisa lebih efektif diterapkan pada masa PTM terbatas.
Sayangnya, tidak semua wilayah didukung dengan jaringan internet yang memadai. Karena itu, daerah yang sulit menerapkan blended learning bisa menerapkan skema hybrid learning. Pada skema tersebut, pembelajaran di dalam kelas hanya diikuti siswa yang terjadwal masuk. Sisanya diberi tugas mandiri. Materi yang sama akan kembali diulang ketika siswa yang kebagian belajar dari rumah mendapat jadwal PTM pada pekan berikutnya.
Satriwan mengakui, skema itu cenderung tidak efektif, memakan waktu lama, dan perlu tenaga ekstra untuk para guru. Sebab, guru harus memberikan penugasan mandiri. Juga, perlu waktu tambahan untuk mengulang materi yang sama. ”Satu materi yang seharusnya bisa dua pertemuan, bisa lima kali pertemuan. Tapi, bagi daerah yang kesulitan akses internet, ini bisa diterapkan,” ungkap guru SMA Labschool Jakarta tersebut.
Baca juga: Kebutuhan Pembelajaran Tatap Muka dan Tantangan Pandemi
Apakah PTM terbatas bisa mengejar ketertinggalan pembelajaran siswa? Satriwan belum bisa memberikan jawaban pasti. Yang pasti, semangat siswa dan guru untuk kembali ke sekolah akan tumbuh. ”Belum tahu ya nanti saat Juli jam pelajaran ditambah atau tidak. Bila hanya satu jam saja untuk SD, misalnya, tentu sulit,” paparnya.
Namun, guru tak lantas harus kejar setoran ketika PTM terbatas dimulai. Tidak perlu ada tuntutan materi harus tuntas kepada siswa. Hal itu pun sudah disampaikan dengan jelas dalam SE Mendikbudristek tentang pembelajaran pada masa pandemi Covid-19.
Baca juga: Pemda Tidak Sembarangan Buka Sekolah
Sebelumnya, dalam survei singkat P2G di 30 provinsi, diketahui keterserapan materi selama PJJ hanya 40 persen. Artinya, PJJ memang tidak efektif untuk pembelajaran siswa. Namun, sistem itu dimaklumi di tengah pandemi.
[ad_2]
Sumber: Berita ini telah tayang di situs jawapos.com, klik link disini!