[ad_1]
JawaPos.com – Pemerintah memperpanjang pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) mulai hari ini hingga 30 Agustus. Namun, beberapa daerah yang semula berada di level 4 mulai turun ke level 3. “Aglomerasi Jabodetabek, Bandung Raya, dan Surabaya Raya sudah bisa diturunkan dari level 4 ke level 3,” kata Presiden Joko Widodo kemarin (23/8).
Presiden mengapresiasi penurunan level PPKM di sejumlah kabupaten/kota. Di Jawa dan Bali, dari 67 kabupaten/kota yang semula berstatus PPKM level 4 kini turun menjadi 51 kabupaten/kota. Hal yang sama terjadi di luar Jawa dan Bali. Dari semula ada 132 kabupaten/kota yang menduduki PPKM level 4, kini tinggal 104 daerah.
Pemerintah pun melakukan penyesuaian aturan PPKM. Misalnya, tempat ibadah diperbolehkan dibuka dengan kapasitas 25 persen atau maksimal 30 orang. Restoran diperbolehkan melayani makan di tempat. Syaratnya, kapasitas 25 persen dan satu meja hanya boleh diisi dua orang. Pengoperasiannya pun dibatasi hingga pukul 20.00.
Selanjutnya, pusat perbelanjaan dan mal juga boleh dibuka. Kapasitasnya 50 persen. Jokowi berpesan agar pembukaan itu dibarengi dengan protokol kesehatan yang ketat. Industri ekspor dan impor serta pendukungnya boleh beroperasi 100 persen. ’’Tapi, jika ada klaster, akan ditutup lima hari,’’ ujarnya.
Dalam penyesuaian aturan PPKM tersebut, Jokowi berpesan agar protokol kesehatan tetap dijalankan. Semua pihak harus tetap waspada. Sebab, ada banyak negara yang kini menghadapi Covid-19 gelombang ketiga.
Koordinator PPKM Darurat yang juga Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan menyatakan, wilayah Semarang Raya juga turun ke level 3. Sementara itu, kondisi wilayah aglomerasi Bali, Malang Raya, Solo Raya, serta DI Jogjakarta belum membaik. Statusnya masih level 4. ”Tetapi, kami perkirakan turun menjadi level 3 pada beberapa minggu ke depan dengan perbaikan yang terus-menerus,” kata Luhut.
Terkait vaksinasi, Presiden Jokowi menyebutkan, cakupannya sudah mencapai 90,59 juta dosis. ’’Saya minta kepada menteri kesehatan, sampai akhir Agustus harus bisa nyuntikkan lebih dari 100 juta dosis vaksin,’’ katanya.
Testing dan tracing juga tak boleh kendur. Sejauh ini dengan pelibatan TNI dan Polri, ada peningkatan angka rasio kontak erat pada 20 Agustus yang mencapai 6,5. Sebelumnya, pada 31 Juli lalu hanya 1,9.
Kasus di Bali
Sementara itu, meski saat ini sudah separo lebih penduduk Bali mendapatkan vaksin dengan 1,6 juta penduduk di antaranya sudah divaksin dosis kedua, pada Agustus terjadi lonjakan kasus. Itu disebabkan kurang cepatnya vaksinasi massal sehingga efeknya saat ini belum terlihat.
Menurut ahli virologi Universitas Udayana Prof I Gusti Ngurah Kade Mahardika, kasus yang meningkat itu seperti anomali. ’’Ini seperti berpola mundur dari puncak kasus di Indonesia,” ujarnya dilansir Radar Bali.
Selain itu, pertambahan kasus terjadi, pada saat yang sama juga dilakukan vaksinasi. ’’Vaksinasi dilakukan saat kasus sudah meninggi itu juga tidak efektif. Ada banyak hal penyebabnya. Misalnya, timing-nya belum tepat. Kan vaksinasi di Bali gencar dilakukan saat kasus naik, pada Juli. Jadi, efeknya belum kelihatan,” jelasnya.
Selama PPKM, kerumunan di sejumlah tempat tidak bisa dicegah. Bahkan, kegiatan vaksinasi juga tetap menimbulkan keramaian. Hal itu bisa menjadi penyebab penularan Covid-19.
Gubernur Bali Wayan Koster menyatakan, peningkatan kasus Covid-19 di Bali cukup tinggi karena adanya varian Delta yang cepat menyebar. Penanganan pasien Covid-19 di rumah sakit juga memerlukan oksigen yang kebutuhannya terus meningkat.
Sebelumnya angka pasien Covid-19 di Bali sempat melonjak drastis dalam rata-rata harian pada Agustus 2021. Pada 13 Agustus lalu, misalnya, terjadi lonjakan tertinggi. Yakni, mencapai 1.910 orang terpapar di seluruh penjuru Bali.
[ad_2]
Sumber: Berita ini telah tayang di situs jawapos.com, klik link disini!