Raya and the Last Dragon yang Kental Budaya Asia Tenggara

oleh

[ad_1]

Kalau sudah bosan di rumah dan kangen jalan-jalan melihat kekayaan budaya dan panorama, animasi Raya and the Last Dragon bisa memanjakan mata. Mengangkat sejumlah pemandangan dan budaya khas Asia Tenggara, Raya mengajak kita bertualang bersama naga.

RAYA (disuarakan Kelly Marie Tran) punya pengalaman pahit dengan rasa percaya alias trust issue. Saat kecil, putri dari Negeri Hati itu ditipu sahabatnya, Namaari (Gemma Chan) yang berasal dari Negeri Taring. Namaari berusaha merebut permata naga yang dijaga Raya dan keluarganya. Sayangnya, permata itu hancur dan Kumandra –negeri antah-berantah berbentuk naga– diserang roh jahat bernama Druun.

Akibat ulah Druun, penduduk di 5 wilayah Kumandra berubah jadi batu. Termasuk, ayah Raya, Benja (Daniel Dae Kim). Untuk bisa mengembalikan semuanya, Raya harus mencari naga terakhir, Sisu (Awkwafina). Dia akhirnya menemukan naga tersebut di Negeri Ekor nan jauh di ujung Kumandra.

Tugas Raya belum selesai. Dia dan Sisu masih harus menemukan pecahan permata naga yang tersebar di penjuru Kumandra. Namun, Namaari juga tak mau kalah. Dia pun menginginkan permata naga utuh dan tak membiarkan Raya mendahuluinya.

Selama petualangan mencari permata naga, Raya bertemu dengan orang-orang asing dari sepenjuru Kumandra yang justru membantunya. Mereka adalah Boun (Izaac Wang), Tong (Benedict Wong), dan Little Noi (Thalia Tran). Raya harus memilih, apakah teguh pada pendiriannya untuk tetap bekerja sendiri atau mengalahkan egonya: belajar percaya lagi pada orang asing.

Situs Rotten Tomatoes memberi skor 95 persen untuk animasi yang dirilis pada 3 Maret lalu itu. Banyak kritikus yang menyorot animasi dan warna yang diangkat tim Raya and the Last Dragon. Mereka kagum dengan kekayaan budaya khas Asia Tenggara yang ditampilkan dengan penuh corak dan warna.

Raya and the Last Dragon memang merupakan film animasi Disney pertama yang mengangkat budaya Asia Tenggara. ”Kami merasa budaya di daerah ini sangat kaya dan penuh warna. Lewat proyek ini, kami ingin mengapresiasi kekayaan itu ke dalam bentuk animasi,” ujar produser Osnat Shurer dalam wawancara bersama Jawa Pos.

Shurer menambahkan, Kumandra adalah representasi Asia Tenggara. Dia dan timnya menggabungkan berbagai elemen budaya dari negara-negara di Asia Tenggara. Mulai Indonesia, Thailand, Malaysia, Singapura, Laos, Vietnam, hingga Kamboja. Semua diatur dengan pas sehingga melahirkan Negeri Kumandra yang kaya warna. ”Seni, mitos, dan budaya dari berbagai negara Asia Tenggara menjadi surat cinta untuk wilayah tersebut melalui lensa Hollywood,” ujar kolumnis Prahlad Srihari dari Firstpost.

Selama film berlangsung, mata kita akan dimanjakan dengan visual yang mengagumkan sekaligus membumi khas Asia Tenggara. Kain bercorak, makanan penuh warna, candi kaya relief, dan pemandangan alam khas negara tropis sungguh membuat mata dan pikiran kita segar setelah sekitar setahun tidak liburan ke tempat-tempat eksotis.

Pemilihan karakter yang didesain berdasar masyarakat di Asia Tenggara kian menunjukkan keberagaman yang diangkat Disney. Mereka digambarkan sebagai pejuang dan mau bergotong royong meski berbeda latar belakang dan suku. Spirit yang lekat di masyarakat Asia Tenggara, yakni berbeda-beda, tapi tetap satu. ”Aku ingin membuat sosok protagonis yang membuat orang Asia merasa terwakilkan. Sosok yang seperti mereka,” ujar penulis naskah Qui Nguyen.

Penggambaran karakter perempuan juga patut diapresiasi. Raya dan Namaari adalah dua sosok yang menggerakkan cerita. Sama-sama tangguh, mandiri, dan kuat. Plus, menjadi pembuka babak awal konflik serta penentu klimaks. Lindsey Bahr, pengamat dari Associated Press, menyebut Raya and the Last Dragon sebagai ”salah satu film bernuansa feminis terbaik” dalam review-nya.

Baca Juga: 5 Karyawan Kimia Farma Gelapkan Obat Apotek untuk Dijual tanpa Resep

Disney juga semakin realistis dalam menggambarkan sifat karakternya. Tidak ada lagi yang namanya 100 persen jahat atau 100 persen baik. Protagonis punya sisi kelam, sedangkan yang disebut antagonis bisa jadi punya sisi lembut. Bahkan, mereka yang kita sebut antagonis bisa jadi adalah penentu keberhasilan dari sebuah perjuangan.

Yang paling menyentuh adalah bagaimana tim Disney mengangkat value kepercayaan dan kerja sama. Dua konsep yang sangat relevan, tidak hanya di Asia Tenggara, tapi juga dunia. ”Pesan mendalam yang cukup sesuai dengan kondisi saat ini,” ujar Brian Lowry, kolumnis film dari CNN.

Saksikan video menarik berikut ini:

[ad_2]

Sumber: Berita ini telah tayang di situs jawapos.com, klik link disini!

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.