Saatnya Punya Badan Pengelola Kawasan Wisata

oleh

[ad_1]

JawaPos.com – Dominasi Majapahit yang juga dikenal sebagai Wilwatikta diakui oleh para penguasa kerajaan Nusantara. Kisah sukses kepemimpinan Raja Hayam Wuruk dan Patih Gajah Mada tenar sampai mancanegara. Semestinya, ’’menjual’’ Majapahit sebagai destinasi wisata tidak sulit.

Kepala Dinas Pariwisata, Kepemudaan, dan Olahraga (Disparpora) Kabupaten Mojokerto Amat Susilo mengatakan bahwa Trowulan merupakan segitiga emas wisata kabupaten. Dua wilayah yang lain adalah Trawas dan Pacet. ’’Tiga wilayah ini jadi prioritas,” ujarnya.

Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Mojokerto punya program berbeda. Selasa (31/8) lalu para pejabat, pemuka agama, dan tokoh masyarakat Desa Bejijong duduk bersila di gazebo kompleks Buddha Tidur, Trowulan. Mereka mematangkan konsep desa wisata Bejijong. Desa itu masuk daftar 50 terbaik Anugerah Desa Wisata Indonesia 2021.

“Wisata Bejijong ini spesial. Harus dikembangkan,” ucap Bupati Mojokerto Ikfina Fahmawati yang hadir dalam pertemuan itu. Warga dan perangkat desa membangun pesanggrahan bergaya Majapahit di permukiman sebagai daya tarik wisata.

Sejarawan Universitas Airlangga Adrian Perkasa menyebut penghambat wisata Mojokerto adalah perbedaan kewenangan. Pemkab dan BPCB punya kepentingan yang tidak sama. Pemkab cenderung memikirkan wisata, sedangkan BPCB berfokus pada penggalian situs. ’’Ini masalah klasik,” ujarnya.

Karena itu, menurut Adrian, Mojokerto perlu punya badan khusus yang mengelola pariwisata.

SISI TIMUR: Pembuat batu bata di Dusun Bendo menunjukkan batu bata peninggalan Majapahit yang ukuran empat kali lipat normal. (ALFIAN RIZAL/JAWA POS)

Di Jogjakarta ada PT Taman Wisata Candi Borobudur, Prambanan, dan Ratu Boko sebagai pengelola wisata candi. Merekalah yang menjembatani kepentingan antar-stakeholder. Urusan wisata pun menjadi lebih mudah. ’’Dan memang terbukti di sana,” jelas lelaki yang sedang menamatkan studi doktoral di Universitas Leiden itu. Anggota Tim Cagar Budaya Jatim tersebut menambahkan bahwa UNESCO pun merekomendasikan badan semacam itu.

Sementara itu, Ketua DPD Persatuan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Jatim Dwi Cahyono menyoroti ekosistem pariwisata pemerintah provinsi yang belum matang. ’’Padahal, semua pegiat pariwisata Jatim setuju Majapahit menjadi ikon provinsi. Pemikiran tersebut ada sejak 1980-an,’’ ungkapnya.

Kabid Komunikasi Association of the Indonesian Tours and Travel Agencies (ASITA) 1971 Nanik Sutaningtyas menyatakan bahwa situs sejarah Majapahit di Mojokerto kurang ramah wisatawan. Fasilitas umum seperti toilet, menurut dia, belum memadai.

“Kalau ekosistemnya siap, kami juga bersedia menambahkan Mojokerto dalam paket wisata yang kami jual,” ungkap Nanik. Dia berharap pemerintah daerah melibatkan biro perjalanan dalam rumusan wisata Majapahit ke depan. (elo/bil/c7/hep)

[ad_2]

Sumber: Berita ini telah tayang di situs jawapos.com, klik link disini!

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.