[ad_1]
JawaPos.com-Penyelenggara MotoGP Dorna Sports memberlakukan sistem gelembung (bubble) untuk MotoGP di Qatar.
Bahkan, prosesnya dimulai sejak pembalap menjalani tes pramusim di Sirkuit Losail pada 6 Maret lalu.
Memang, Dorna dan otoritas Qatar tak mewajibkan pembalap berada di Qatar sampai seri kedua 4 April mendatang. Mereka cuma mewajibkan kru paddock yang bertahan.
Namun, yang dilakukan Team Suzuki Ecstar bisa menjadi solusi. Dilansir laman Motorsport, hanya awak Suzuki yang tetap tinggal di Doha. Termasuk dua rider-nya, Joan Mir dan Alex Rins.
’’Demi menghindari risiko terpapar saat perjalanan atau saat di rumah tinggal bersama keluarga atau teman,’’ kata Direktur Tim Suzuki Shinichi Sahara.
Termasuk risiko jika berada dalam satu pesawat dengan orang yang positif Covid-19 seperti pengalaman Kevin Sanjaya dkk.
’’Saat diberi tahu bahwa kami satu-satunya tim yang tinggal di Qatar, termasuk rider, aku berpikir, ’Wow, aku harus bangga dengan timku’. Mungkin sekali lagi kami menunjukkan bahwa kami tim paling kompak,’’ sambung Sahara.
Rins menambahkan, dengan berada dalam bubble di Doha, fokusnya ke balapan pun bisa 100 persen. ’’Kami bisa merasa lebih aman dan berpikir dengan tenang dalam menatap balapan-balapan selanjutnya,’’ sambung pembalap 25 tahun yang sudah lima tahun menjadi bagian dari Suzuki Ecstar itu kepada Crash.
Sistem bubble di MotoGP ini juga diberlakukan dalam turnamen Grand Slam Australia Terbuka bulan lalu. Bedanya, pada turnamen yang berlangsung di Melbourne, Australia, itu, ada 72 petenis yang diharuskan menjalani karantina selama dua pekan sebelum turnamen dimulai.
Sebab, ditemukan kasus positif dalam pesawat yang mereka tumpangi.
Dalam kasus Australia Terbuka, sistem bubble diperdebatkan. Beda dengan Mir dan Rins yang bisa mengganti latihan di sirkuit dengan main gokar dan minibike, petenis di Australia Terbuka mengeluhkan tak adanya izin latihan sepanjang 14 hari masa karantina.
’’Mereka (72 petenis) termasuk yang merugi. Tetapi, itulah risiko yang harus didapat ketika kita naik pesawat saat ini,’’ ungkap petenis ranking keempat dunia Dominic Thiem dikutip dari laman Sydney Morning Herald.
Sistem bubble pun sudah diberlakukan di sepak bola. Baik oleh UEFA maupun FIFA. Setengah jalan fase knockout Liga Champions dan Liga Europa musim lalu digelar di satu lokasi. Liga Champions di Portugal, Liga Europa di Jerman.
FIFA juga menerapkannya di Piala Dunia Antarklub dua bulan lalu.
Model itulah yang disebut-sebut bisa menjadi opsi terbaik untuk Euro 2020 musim panas nanti. Negara-negara top seperti Jerman (host Euro 2024), Prancis (host Euro 2016), Rusia (host Piala Dunia 2018), dan Inggris disebut laman FourFourTwo bisa menggelar laga lebih banyak di Euro 2020.
[ad_2]
Sumber: Berita ini telah tayang di situs jawapos.com, klik link disini!