Selama 2021, Surabaya Habiskan Rp 800 M untuk Penanganan Covid-19

oleh

[ad_1]

JawaPos.com–Penanganan Covid-19 di Kota Surabaya sudah menghabiskan dana ratusan miliar rupiah. Padahal, pendapatan asli daerah (PAD) baru mencapai 35 persen dari target.

Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi menjelaskan, penanganan virus korona memang menguras anggaran. Tahun ini hingga Juli saja, dana yang digelontorkan sudah mencapai ratusan miliar. ”Jumlahnya berkisar Rp 700 miliar hingga Rp 800 miliar,” tutur Eri pada Jumat (30/7).

Kekuatan dana yang dikerahkan itu tidak hanya berasal dari APBD Kota Surabaya. Namun, juga dari sumbangan berbagai pihak.

Sejak Juni, pemkot membuka donasi lewat program Surabaya Peduli. Anggaran dari APBD Surabaya yang telah dibelanjakan untuk penanganan pandemi sekitar Rp 400 miliar. Selebihnya, dari bantuan warga dan perusahaan yang berempati kepada pemkot.

”Dengan pemkot yang mengerahkan dana ratusan miliar, berbanding lurus dengan kebutuhan. Keperluan paling besar yaitu pemberian makanan untuk warga isolasi mandiri. Belum lagi pasien di Hotel Asrama Haji serta yang dirawat di seluruh rumah sakit daerah,” tutur Eri.

Kebutuhan lain, lanjut Eri, adalah insentif tenaga kesehatan (nakes) yang mencapai Rp 89 miliar. Selain itu, anggaran juga dibelanjakan untuk peralatan tes kesehatan. ”Mulai dari alat uji usap serta rapid test antigen hingga obat-obatan,” terang Eri.

Pada tahun sebelumnya, menurut Eri, anggaran penanganan Covid-19 juga cukup besar. Yakni lebih dari Rp 800 miliar. ”Saya tidak hafal. Sampai triliunan pokoknya,” ucap Eri.

Besarnya pengeluaran pemkot untuk membendung laju Covid-19, tidak sebanding dengan pemasukan. Sampai Juli, pendapatan asli daerah (PAD) baru mencapai 35 persen atau Rp 301 miliar dari total pendapatan daerah yang diproyeksi Rp 8,6 Triliun.

Nilai itu belum termasuk pendapatan daerah dari pos anggaran selain PAD. Beragam upaya telah dilakukan pemkot untuk meningkatkan pendapatan daerah. Sayangnya, menurut Eri, pandemi menjadi penghambat. Saat ini, mencari potensi pendapatan daerah sangat sulit.

”Jalan satu-satunya, menunggu Surabaya membaik. Ketika membaik, kegiatan ekonomi kembali berjalan,” papar Eri.

Alumnus SMAN 21 Surabaya itu mengatakan, Surabaya merupakan kota jasa. Otomatis, untuk meningkatkan pendapatan, kegiatan MICE harus digeber. ”Selain itu, BPHTB (Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan) dan PBB digencarkan,” ucap Eri.

[ad_2]

Sumber: Berita ini telah tayang di situs jawapos.com, klik link disini!