[ad_1]
Jakarta, IDN Times – Ketua Bidang Infokom DPP Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (IKAPPI) Reynaldi Sarijowan mengatakan harga cabai rawit dan daging sapi mengalami kenaikan yang signifikan. Kenaikan itu terjadi di tengah tingginya harga tempe dan tahu.
“Belum selesai persoalan harga tempe dan tahu karena tingginya harga kedelai. Saat ini kita dihadapkan pada 2 komoditas yang menurut IKAPPI cukup rawan untuk diwaspadai yaitu cabai rawit merah yang sudah tembus Rp100 ribu kembali dan juga daging sapi yang per hari ini mulai ada kenaikan. Daging sapi sendiri saat ini di angka Rp126 ribu dari Rp124 ribu, mengalami kenaikan,” jelasnya dalam rilis yang diterima IDN Times, Kamis (7/1/2021).
1. Kenaikan cabai dan daging sapi tidak terkendali
Reynaldi lebih lanjut mengatakan bahwa harga cabai saat ini juga sangatlah mahal. Bahkan dia menyebut harganya tidak terkontrol. Salah satunya, cabai rawit merah yang naik fantastis di kisaran angka Rp100 ribu.
“Harga cabai yang sudah kita ketahui sebulan lalu, belum mampu diantisipasi oleh pemerintah.
Untuk komoditas daging sapi, Reynaldi mengatakan mereka telah meminta kepada pemerintah agar melakukan penelusuran terhadap importir sapi atau RPH sapi agar stok di pasar tidak berkurang dan harga kembali turun.
“Sebab kalau dibiarkan begitu saja maka potensi kenaikannya akan jauh lebih tinggi,” jelasnya.
2. Kenaikan dinilai tidak wajar sehingga pemerintah harus bertindak
Para pedagang menilai kenaikan tidak wajar karena daya beli masyarakat belum kembali pulih pasca-Natal dan tahun baru. “Tidak bisa seperti Natal dan tahun baru pada tahun-tahun sebelumnya karena pandemi COVID-19 yang belum usai,” jelasnya.
IKAPPI meminta pemerintah melakukan subsidi silang dari daerah daerah penghasil untuk memenuhi kebutuhan daerah daerah yang membutuhkan konsumsi besar seperti Jabodetabek. “Hanya itu solusi sementara ini, sembari kita menyiapkan tata niaga kelola pangan di 2021.”
3. Tempe dan tahu langka
Sementara itu tempe dan tahu sempat sulit ditemukan di pasar tradisional setelah isu naiknya harga kedelai. Namun, Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo telah mengatakan pihaknya segera melipatgandakan produksi kedelai dalam negeri dalam waktu setidaknya 200 hari atau dua kali masa tanam. Hal itu dilakukan sebagai upaya pemerintah menekan harga bahan baku tahu dan tempe yang sedang mahal.
“Kita coba lipat gandakan. Ini kan membutuhkan 100 hari minimal kalau pertanaman. Dua kali 100 hari bisa kita sikapi secara bertahap sambil ada agenda seperti apa mempersiapkan ketersediaannya. Kita juga bekerja sama dengan kementerian lain,” kata Syahrul seperti dikutip dari ANTARA, Selasa (5/1/2021).
Hal senada juga disampaikan oleh Sekretaris Jenderal Kementerian Perdagangan, Suhanto beberapa hari lalu. Namun demikian, menurut Reynaldi harga tempe dan tahu masih tinggi di pasar.
“Kita ketahui tempe dan tahu sempat hilang peredarannya di pasar tradisional karena isu naiknya harga kedelai internasional, walaupun Sekjend Kemendag Suhanto menyatakan bahwa stok aman, tapi fakta yang ada di lapangan harga masih tinggi dan pengrajin tetap mendapatkan harga penyesuaian yang baru,” paparnya.
4. Pedagang minta Kemendag dan Kementan berkoordinasi atasi harga tiga komoditas
Untuk itu, IKAPPI dan minta Kementerian Perdagangan dan Kementerian Pertanian untuk lebih memperkuat koordinasi dalam rangka memastikan stok pangan tetap aman di pasar tradisional. Khususnya untuk tiga komoditas yang harganya melambung tersebut.
“Jika pangan aman dan harga tidak tinggi pedagang tidak akan merugi tapi jika modal yang kami keluarkan sudah tinggi maka kami akan kesulitan untuk menjualnya,” ujarnya.
[ad_2]
Sumber: Berita ini telah tayang di situs idntimes.com, klik link disini!