Sistem Pendidikan Virtual di Tengah Pandemi, Sebagai Tolak Ukur Kesiapan Indonesia Menyongsong Revolusi Industri 4.0

oleh
Sistem Pendidikan Virtual
Foto: Penulis-Diana Ali

OPINI (IM) – Pandemi Covid-19 merupakan fenomena yang terjadi di Indonesia bahkan dunia. Penyebaran yang begitu cepat memaksa seluruh aktivitas pada setiap lini terhambat bahkan terhenti. Semua sektor berupaya keras untuk menanggulangi keadaan, berpikir keras dan taktis agar dapat melanjutkan aktivitas ditengah pandemi, berbagi macam kebijakan telah dibuat, anggaran dikucurkan, untuk dapat menjalankan aktivitas dalam ketidakpastian dan rentannya penyebaran virus berbahaya ini, salah satu sektor yang sangat terdampak adalah pendidikan.

Pendidikan menjadi korban yang sangat serius. Semua sekolah pada akhirnya meliburkan aktivitas belajar mengajar di sekolah dan mengganti aktivitas belajar mengajar School from Home atau belajar dari rumah. Keadaan dan situasi yang tidak menentu mengharuskan semua orang beradaptasi.

Tentu banyak masalah yang terjadi dalam dunia pendidikan baik yang sifatnya teknis maupun non teknis. Orientasi pendidikan tatap muka secara langsung bergesar menjadi virtual. Suatu keadaan yang belum terdesain sebelumnya, belum pernah ada pelatihan, bahkan simulasi dengan pembelajaran yang serba virtual semacam ini.

Sehingga efektifitas dan efisiensi tujuan Nasional masih sangat di ragukan.  Semua terjadi begitu cepat dan mendadak, tidak hanya peserta didik dan pendidik. Orang tua pun terlibat dalam aktivitas pendidikan dirumah. Orang tua memainkan peran besar dalam ketidak pastian pendidikan yang terjadi.

A. Tantangan Teknis Virtual.

Hampir setiap saat berita seputar pendidikan selalu menuai kontroversi.
Dari Menteri Nadiem dicari mahasiswa, akan memecahkan diri dari kerja sama mencerdaskan kehidupan bangsa. semua di dalangi oleh corona, tantangan semakin menjadi ketika sistem pendidikan virtual mulai diadakan. Mulai dari jaringan internet yang sulit, kuota mahal, hingga ponsel yang tidak memadai. Hal-hal demikian secara teknis akan menghambat kelangsungan belajar di tengah pandemic covid 19.

Baca Juga: Program Rumah Sejahtera Kab.HSS di Salurkan

Sebenarnya ini bukan persoalan yang serius. Dalam kondisi ketidakpastian seperti sekarang ini tentu akan jauh dari sisi kesempurnaan. Jadi lumrah ketika setiap kebijakan atau regulasi yang dibentuk pasti akan ada kekuatan dan kelemahannya. Upaya menetralisir persoalan pun gencar dilakukan, pemerintah alokasikan anggaran untuk meringankan beban biaya pendidikan. Turunnya UKT, subsidi beasiswa, dan lain sebagainya guna tetap menjalankan tugas mencerdaskan kehidupan bangsa.

B. Tantangan Non Teknis.

apa yang membedakan belajar virtual (daring) dan belajar tatap muka langsung?.
Secara implisit belajar dengan virtual (daring) tidak seperti ketika terjadi pembelajaran langsung. Peserta didik kehilangan “RASA” dalam aktivitas pembelajaran.

Guru tidak dapat memperhatikan secara teliti peserta didik dalam belajar, sehingga titik fokus peserta didik sangat berbeda dengan belajar langsung. “Rasa” akan menjauh pada ruang-ruang belajar, yang ada hanyalah gambar virtual dari jarak jauh. Namun tidak ada pilihan lain pendidik dan peserta didik harus cepat beradaptasi dengan keadaan guna memutus rantai penyebaran covid-19 di sekolah sampai keadaan kembali stabil.

Disisi lain bahwa peserta didik di Indonesia sudah mengalami kecanggihan teknologi. Sehingga aktivitas virtual bukan suatu yang baru untuk siswa masa kini. para siswa memang lahir dalam dunia digital industri 4.0 di mana perkembangan teknologi sudah mengajari, sampai pada struktur masyarakat terkecil.

Sebuah Penelitian Cambridge International melalui Global Education Census 2018. Menunjukkan bahwa siswa Indonesia sangat akrab dengan teknologi informasi. Tidak hanya dalam berinteraksi di media sosial tetapi juga untuk kebutuhan pembelajaran.

Berdasarkan hasil penelitian tersebut bahwa siswa Indonesia menduduki peringkat tertinggi secara global selaku pengguna ruang IT atau komputer di sekolah. Melakukan pembelajaran dengan guru maupun dengan sesama mereka, Maka dalam hal ini regulasi menyangkut sistem pembelajaran daring di setiap satuan pendidikan. Mulai dari tingkat sekolah dasar sampai ke perguruan tinggi dapat lebih mudah dilakukan dan peserta didik dapat dengan cepat beradaptasi.

C. Tantangan Pendidik.

Pendidik atau guru menjadi sasaran kecacatan sistem ini.
keluhan-keluhan dari siswa, Wali murid, seolah-olah mendefinisikan sistem virtual ini kemauan para guru. Padahal kenyataannya guru sebenarnya lebih kesulitan dalam proses transfer ilmu. Guru kesulitan menerapkan strategi pembelajaran, metode pembelajaran, ditambah lagi jika fasilitas teknologi informasi dan komunikasi guru tidak memadai. Banyak persoalan yang hadir dari para guru dengan sistem terbaru ini.

Guru dituntut untuk mampu memberi percepatan dalam pembelajaran. Sedangkan terdapat kesenjangan instrumen teknologi, baik dari peserta didik maupun pendidik sehingga proses belajar mengajar akan terus berputar pada persoalan-persoalan tekhnis orientasi. Pembelajaran belum mampu menyentuh wilayah substansi. Oleh sebab itu guru melalui kepala sekolah harus menempatkan paradigma berpikir bahwa pembelajaran terhadap IT adalah sistem pembelajaran masa depan. ketika dunia akan dihadapkan dengan kemajuan digitalisasi.

Menjadikan pembelajaran sebagai cara berfikir, namun bukan sekedar konsep. Sehingga diharapkan para guru mampu menguasai TIK dan dapat melatih siswa belajar mandiri. Dengan memperkaya pemahaman nya dari segala sumber informasi, tidak hanya dari guru.

D. Tantangan Peserta Didik.

Peserta didik Kini menjadi subjek yang terus ditempa ditengah ancaman pandemic Covid-19. Pemerintah meliburkan untuk jangka waktu yang tidak ditetapkan. Artinya belum ada kepastian belajar dengan sistem daring akan berakhir.

Beberapa waktu yang lalu ujian Nasional diadakan melalui daring, proses belajar mengajarpun kini dari rumah masing-masing. Banyak para peserta didik yang mengeluh karena sulit beradaptasi, tidak jarang kita temui para peserta didik menulis di akun sosial media nya. “Rindu Sekolah” banyak pula beban tugas yang dikeluhkan oleh pesarta didik. Belum lagi kendala-kendala teknis seperti internet, kuota mahal dan lainnya itu pun menjadi bumbu bahwa proses adaptasi sedang berjalan.

Baca Juga:  Himpunan Mahasiswa Islam

Jika disimpulkan sebenarnya peserta didik kita belum sepenuhnya siap. Sebenarnya secara teknis bisa diperkirakan bahwa adaptasi belajar daring akan lebih cepat. kecuali keadaan ini terjadi pada puluhan tahun lalu, dimana akses teknologi masih sangat langka.

Persoalan-persoalan seperti susahnya jaringan internet, kuota mahal. Ini hal yang bisa diatasi oleh pemerintah. Pemerintah harus lebih taktis menetapkan wilayah afirmasi jaringan internet pada tempat-tempat yang mengalami kesulitan akses. baik pemerintah pusat, provinsi, kabupaten, dan desa.

Dulu jika banyak orang tua menganggap jika anak-anak bermain hp bisa berbahaya. Namun jika cara berpikir ini diadopsi di era sekarang maka anak-anak akan tertinggal. Dan orang tua harus memfasilitasi anak-anak untuk mendukung pendidikannya. Para siswa diharapkan dapat belajar dengan lebih mandiri, lebih serius, dan lebih mendunia.

E. Tantangan Orang Tua.

Sebelum keadaan ini berlangsung. Sebelumnya para orang tua menyerahkan seluruh nya pendidikan anak nya ke sekolah. Dari tidak bisa membaca hingga mampu berpidato. Sangat jarang fasilitas pendidikan ini diperhatikan oleh para orang tua sebab kesibukan dan rutinitas yang dilalui oleh orang tua.

Kini keadaan mengharuskan orang tua memberikan waktu lebih terhadap anaknya, ini tentu memiliki efek kejut yang sangat tinggi. para orang tua dipaksa mengurangi rutinitas kesehariannya untuk mendampingi anak-anak nya belajar di rumah. Mengontrol anak-anaknya, memperhatikan belajarnya, dan memberikan pembelajaran semampunya untuk menopang pemahaman para anak-anaknya.

Penting bagi para orang tua didalam situasi seperti ini melakukan pendampingan terhadap proses belajar anak-anaknya. Sebab ini sangat di butuhkan, menyediakan fasilitas pendidikan di rumahpun menjadi tugas dan tanggungjawab baru bagi orang tua, Dan disinilah para orang tua akan melihat bagaimana peran para
guru, berjuang mencerdaskan anak-anaknya.

Hal ini berarti proses adaptasi dalam dunia pendidikan tidak hanya berlaku untuk pendidik dan peserta didik. Tetapi orang tua pun terdampak secara otomatis. Sisi lain para orang tua, harus lebih merespon dengan baik keadaan ini. Sebab inilah momentum dimana orang tua dapat menyentuh anak nya secara langsung dalam pendidikan. Memperhatikan anak-anaknya belajar, dan menjadi saksi langsung kecerdasan anak-anaknya.

F. Kesimpulan.

Dari berbagai penjelasan di atas. Sebenarnya persoalan-persoalan pendidikan virtual daring hanyalah persoalan teknis dan kondisional atau masih sebagai konsep. Belum dijadikan sebagai cara berpikir. Kita berada pada dunia serba virtual, ditengah perkembangan revolusi industri 4.0. Sehingga kondisi semacam ini seharusnya, dunia pendidikan akan lebih mudah beradaptasi. Masa depan akan membawa kita semua pada dunia yang serba digital.

Sehingga pemahaman TIK sangat dibutuhkan dalam dunia pendidikan. Kita dapat mengukur kesiapan pendidikan kita melalui fenomena pandemi Covid-19. Kita sangat menyadari kesiapan dunia pendidikan sangat kurang, sehingga sangat wajar kendala-kendala teknis terjadi. Namun upaya pemenuhan dan penyempurnaan teknis selalu dilakukan pemerintah, dan kedepan diharapkan Indonesia tidak terbata-bata menghadapi perkembangan zaman yang serba digital.

Penulis: Diana Ali

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.