Stunting Turunkan Kecerdasan IQ Anak Hingga 20 Poin, Ini Saran Ahli

oleh

[ad_1]

JawaPos.com–Anak tubuh kerdil atau stunting tak hanya bermasalah pada pertumbuhan. Akan tetapi bisa memengaruhi perkembangan daya pikir atau kognitifnya. Penelitian membuktikan kecerdasan IQ anak stunting bisa menurun pada masa depan.

Ketua Pokja Antropometri Kementerian Kesehatan dan Dokter Spesialis Anak Konsultan Nutrisi & Penyakit Metabolik RSCM Damayanti R. Sjarif mengatakan, kekurangan gizi kronik dapat merupakan akibat asupan nutrisi yang tidak memadai. Misalnya karena kemiskinan, penelantaran atau ketidaktahuan, dan peningkatan kebutuhan gizi yang tidak terpenuhi akibat sering sakit.

”Misalnya diare kronik akibat sanitasi buruk, ISPA berulang akibat tidak diimunisasi, atau kondisi/penyakit tertentu yang memerlukan diet khusus misalnya bayi yang sangat prematur, alergi makanan, kelainan metabolisme bawaan, penyakit jantung bawaan, dan lainnya,” ujar Damayanti R. Sjarif.

Menurut dia, tatalaksana stunting disesuaikan dengan penyebabnya. Perawakan pendek merupakan pertanda masalah kekurangan gizi kronik yang lebih besar yaitu menurunnya kemampuan kognitif serta meningkatnya risiko penyakit tidak menular (obesitas, diabetes, penyakit jantung koroner, hipertensi, dan lain-lain) di usia dewasa.

”Penelitian menunjukkan bahwa stunting dapat menurunkan IQ sampai 20 poin. Penurunan kecerdasan ini masih mungkin dikoreksi sebelum usia 2 tahun. Beberapa penelitian menyebutkan kombinasi perbaikan asupan nutrisi yang disertai stimulasi dapat mengoreksi IQ yang sudah terlanjur turun sekitar 90 persen,” jelas Damayanti R. Sjarif dalam webinar Aksi Bersama Dalam Upaya Pencegahan Stunting untuk Mencapai Target 14 persen pada 2024, baru-baru ini.

Protein Jadi Solusi

WHO menegaskan bahwa stunting sulit ditatalaksana tetapi pencegahan sangat dapat diupayakan. Beberapa penelitian menunjukkan, kekurangan asupan protein hewani (sumber asam amino esensial yang lengkap dengan bioavailabilitas tinggi) dalam MPASI anak berusia 6–24 bulan merupakan penyebab tingginya angka stunting di 49 negara.

Sumber protein hewani adalah telur, ikan, daging ayam, sapi/kambing, susu, termasuk pangan untuk keperluan medis khusus. Penelitian di Equador membuktikan konsumsi tambahan sebutir telur sehari selama 6 bulan dapat menurunkan stunting sekitar 47 persen.

Selain itu, penelitian yang dilakukan WHO juga menunjukkan, intervensi segera pada seorang anak yang mengalami weight faltering (kenaikan berat badan per bulan dibawah standar) dapat mencegah stunting 34 persen usia 1 tahun dan 24 persen diusia 2 tahun.

Damayanti menambahkan, berdasar bukti ilmiah itu dibuat strategi untuk menurunkan prevalensi stunting. Dan yang terpenting memberi kesempatan untuk mengoreksi kognitif sebelum 2 tahun dengan cara menyosialisasikan konsumsi protein hewani dalam MPASI anak 6–24 bulan dengan protein yang tersedia setempat dan terjangkau.

Menurut dia, untuk mendeteksi weight faltering dilakukan pemantauan pertumbuhan di Posyandu serta dilakukan rujukan berjenjang ke fasilitas kesehatan yang lebih tinggi yaitu puskesmas atau RSUD. Hal itu untuk mencari penyebab serta menatalaksana dengan tepat dan segera.

”Sistem ini sudah ada sejak 1980-an yang perlu diaktifkan kembali,” tutur Damayanti R. Sjarif.

Jabar Pilot Project

Strategi ini diujicobakan di desa Bayumundu Pandeglang oleh Tim RSCM/FKUI  dengan dukungan Kementerian Desa Tertinggal dan Transmigrasi. Tim berhasil menurunkan angka stunting 8,4 persen. Jika diterapkan di semua desa di Jawa Barat, target yang dicanangkan Gubernur Jawa Barat kemungkinan terpenuhi.

”Kerja sama lintas sektor antara pemerintah, tenaga kesehatan, akademisi, sektor swasta, hingga masyarakat akan sangat berperan dalam membentuk sumber daya manusia Indonesia pada masa depan,” ucap Damayanti R. Sjarif.

Strategi Jabar Zero Stunting dengan melakukan satu gerakan masif untuk mewujudkan prevalensi stunting pada 2023 menjadi lebih kecil dari standar WHO (stunting < 20 persen). Vice President General Secretary Danone Indonesia Vera Galuh Sugijanto mengatakan, untuk mencapai target penurunan stunting tersebut tidak bisa sendiri. Dibutuhkan kolaborasi multipihak. Yang paling penting adalah edukasi, karena kita butuh edukasi untuk mengubah mindset, pola pikir, dan gaya hidup masyarakat Indonesia.

”Melalui kampanye Bersama Cegah Stunting, mengintegrasikan berbagai program intervensi gizi spesifik dan sensitif pencegahan stunting untuk dapat diimplementasikan secara bersamaan,” jelas Vera Galuh Sugijanto.

Upaya tersebut mencakup pemberdayaan kapasitas tenaga kesehatan dan kader posyandu, puskesmas dan rumah sakit. Contohnya dalam hal edukasi pencegahan stunting, pendataan, monitoring, skrining gizi hingga evaluasi.

[ad_2]

Sumber: Berita ini telah tayang di situs jawapos.com, klik link disini!

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *