[ad_1]
JawaPos.com – Sejak keluar telegram Kabareskrim Komjen Agus Andrianto untuk memberantas pinjaman online (pinjol) ilegal, sedikitnya 47 kasus ditangani kepolisian. Sejumlah modus untuk menghindari jangkauan penegak hukum diungkap. Misalnya, bos dan server pinjol ilegal berada di luar negeri.
Sesuai dengan data Bareskrim, ada 47 kasus pinjol ilegal yang ditangani Bareskrim dan polda se-Indonesia. Terbanyak di Polda Metro Jaya dengan 30 kasus. Diikuti Polda Jawa Barat dan Sumatera Selatan masing-masing empat kasus. Bareskrim juga menangani dua kasus pinjol ilegal.
Kasubdit V Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dittipideksus) Bareskrim Kombespol Ma’mun menjelaskan, salah satu kasus pinjol yang ditangani di Bareskrim adalah pinjol ilegal Rp Cepat. Lima tersangka sudah ditangkap. Satu kasus lagi masih diselidiki. ”Di jajaran polda, banyak sekali kasus pinjol,” kata dia kemarin (22/6).
Dalam menangani kasus pinjol ilegal, kata dia, penyidik kadang menemukan tantangan besar. Ada sejumlah hal yang biasanya membuat penyidik harus bekerja ekstrakeras. Salah satunya, pinjol ilegal mengubah alamat situs atau web. Bukan hanya itu, di tengah penyelidikan, pinjol ilegal juga memindah server dan pengendali bosnya. ”Baru disentuh, sudah pindah,” ujarnya.
Bahkan, bos dan server pinjol ilegal berada di luar negeri. Menurut Ma’mun, banyak pinjol ilegal yang menempatkan server di luar negeri. ”Pengendalinya juga tidak berada di Indonesia,” ungkapnya.
Bos atau pengendali ini tidak bisa dilacak karena menggunakan nomor handphone luar negeri. Dalam kasus pinjol Rp Cepat, dua bosnya merupakan warga negara Tiongkok berinisial XW dan GK. ”Belum ketangkap sekarang pelaku utamanya,” paparnya.
Dia menjelaskan, bos pinjol ilegal biasanya berkunjung ke Indonesia hanya untuk merekrut pegawai. Dengan begitu, tampaknya pinjol ilegal memiliki modus bekerja dari luar negeri. Tujuannya, menghindari penegakan hukum terhadap mereka. ”Semua pelaku kejahatan pasti berupaya tidak kena jerat,” ujarnya.
Terkait dengan solusi untuk menghentikan modus bos dan server pinjol di luar negeri, Ma’mun menuturkan bahwa salah satu jalannya adalah menahan pelaku. Namun, bila terkait dengan kebijakan negara, penanganannya bisa berbeda.
”Setelah menangani kasus pinjol ilegal ini, saya merasa membutuhkan kebijakan negara untuk mengendalikan orang menelepon dari luar negeri,” terang dia.
Hingga Juni 2021, Satgas Waspada Investasi Otoritas Jasa Keuangan (SWI OJK) telah memblokir 3.193 pinjol ilegal. Saat ini jumlah penyelenggara fintech peer-to-peer lending yang terdaftar dan berizin di OJK mencapai 125 perusahaan. Selain itu, ada enam pembatalan tanda bukti terdaftar fintech lending.
Ketua SWI OJK Tongam Lumban Tobing menyebutkan, saat ini jumlah nasabah fintech mencapai 60 juta orang. Dari jumlah tersebut, nilai pinjaman dana akumulatif mencapai Rp 150 triliun. Artinya, pinjol sebenarnya sangat membantu keuangan masyarakat. ”Yang menyengsarakan itu kalau masyarakat masuk ke pinjol ilegal,” ujarnya.
Tongam menuturkan, pinjol ilegal harus ditangani dari dua sisi. Baik dari pelaku maupun konsumen. Pihaknya melakukan patroli siber bersama Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) untuk mengantisipasi adanya penyedia jasa pinjol ilegal. Tindakan tegas berupa pemblokiran situs.
”Namun, kami blokir hari ini, besoknya bikin baru. Makanya, sangat sulit bagi kami kalau cuma memberantas dari sisi pelaku,” ujarnya.
Baca juga: Polri Bongkar Pinjol Ilegal, Pinjam Rp 1,75 Juta, Cairnya Rp 225 Ribu
Dari sisi konsumen, lanjut Tongam, pentingnya literasi keuangan masyarakat. Berdasar pengamatannya, ada dua tipe konsumen. Pertama, yang memang tidak mengetahui status ilegal dari pinjol. Kedua, yang terpaksa meminjam karena butuh dana. ”Kesalahan terbesar di masyarakat kita itu meminjam untuk gali lubang tutup lubang,” ungkapnya.
[ad_2]
Sumber: Berita ini telah tayang di situs jawapos.com, klik link disini!