[ad_1]
JawaPos.com – Fasilitas kesehatan (faskes) kepayahan. Antrean pasien mewarnai rumah sakit (RS) berbagai kota di Indonesia. Kebutuhan tabung oksigen melonjak. Tenaga medis kelelahan.
Data Pemprov DKI menyebutkan bahwa bed occupancy rate (BOR) atau kapasitas tempat tidur saat ini 11.000 untuk pasien Covid-19. Kuota tersebut telah terisi 9.787 dari 10.448 pasien. Per 28 Juni lalu, keterisiannya mencapai 94 persen. Sementara itu, ruang ICU atau IGD khusus Covid-19 terisi 1.164 dari 1.263 pasien. Itu setara dengan 92 persen.
Dinas Kesehatan DKI memang berencana menambah BOR. Namun, tenaga medis dan alat kesehatan untuk mendukung perawatan juga terbatas. Karena itu, para pakar menyarankan isolasi mandiri alias isoman di rumah. Tentunya, anjuran tersebut hanya berlaku untuk pasien Covid-19 tanpa gejala atau dengan gejala ringan. Dengan demikian, hanya pasien dengan gejala berat atau kritis yang dirawat di RS.
Namun, isoman pun tidak bisa sembarangan dilakukan. Dokter spesialis pulmonologi dan kedokteran respirasi (paru) Dr dr Erlina Burhan SpP(K) MSc PhD menegaskan bahwa pasien yang boleh isoman hanyalah yang tanpa gejala. Hasil PCR-nya positif, tapi tidak ada gejala sakit.
Dia menambahkan, pasien bergejala, tapi tidak mengalami sesak napas, juga diperbolehkan isoman. ”Anda tidak diperbolehkan isoman kalau sesak napas. Tolong dihitung frekuensi napasnya dalam 1 menit, berapa tarikan napas,’’ kata Erlina dalam webinar Isolasi Mandiri Pasien Covid-19 pada Jumat (2/7). Jika dalam 1 menit ada lebih dari 24 kali tarikan napas, lanjut dia, pasien mengalami sesak napas. Itu tandanya, pasien tidak boleh isoman dan harus segera ke faskes. Bisa ke puskesmas atau RS.
Baca juga: Cerita Mona Ratuliu Membentengi Keluarga dari Covid-19
Jika ingin lebih valid, pengukuran saturasi oksigen yang menjadi indikasi awal sesak napas atau tidak bisa menggunakan oksimeter. Apabila saturasi oksigen kurang dari 94 persen, pasien harus segera ke faskes.
[ad_2]
Sumber: Berita ini telah tayang di situs jawapos.com, klik link disini!